Rabu, 17 Desember 2014

KONSEP SASTRA INDONESIA




ABSTRACT
Disusun Oleh
Nunung Nurhayati 

Sebuah karya sastra atau karangan dapat dikatakan bernilai sastra bila karangan tersebut ditulis dengan menggunakan bahasa yang indah atau bernilai estetik dan memuat kandungan moral yang positif. Sastra anak-anak adalah suatu karya sastra yang bahasa dan isinya sesuai perkembangan usia dan kehidupan anak, baik yang ditulis oleh pengarang yang sudah dewasa, remaja atau anak itu sendiri. Karya sastra yang dimaksud bukan hanya yang berbentuk puisi dan prosa melainkan juga drama. Karya sastra anak memiliki perbedaan dengan karya sastra orang dewasa yaitu tingkat keterbacaan dan tingkat kesesuaian. Usaha mengapresiasi karya sastra bisa dengan memahami teks-teks kesastraan dan sebagainya.

Key Word: Sastra anak, Genre dan Apresiasi.

Pendahuluan
Pembelajaran sastra (Indonesia) di sekolah tidak beridiri sendiri sebagai sebuah mata pelajaran yang mandiri, melainkan “hanya” menjadi bagian mata pelajaran bahasa dan sastra Indonesia. Penggabungan pembelajaran sastra ke dalam pembelajaran bahasa (Indonesia) dapat dimengerti karena bahasa merupakan sarana yang penting sebagai manifestasi teks-teks kesastraan. Sastra merupakan karya seni yang bermediakan bahasa yang unsur-unsur keindahannya menonjol. Akan tetapi, sebagai sebuah karya seni, sastra tidak hanya berurusan dengan unsur bahasa saja, melainkan dengan unsur-unsur sastra yang lainnya. Perpaduan yang harmonis antara berbagai unsur sastra yang secara sederhana dapat dibedakan ke dalam unsur bentuk dan isi akan menghasilkan karya sastra yang bernilai tinggi.
Untuk memahami teks-teks kesastraan yang merupakan salah satu cara atau langkah dalam usaha mengapresiasi karya sastra, penguasaan terhadap bahasa yang bersangkutan merupakan suatu hal yang tidak dapat ditawar. Walau demikian, penguasaan bahasa (konvensi bahasa, kode bahasa) saja belum menjamin seseorang untuk dapat memahami sastra dengan baik. Pengajaran sastra di sekolah dasar diarahkan terutama pada proses pemberian pengalaman bersastra. Siswa diajak untuk mengenal bentuk dan isi sebuah karya sastra melalui kegiatan mengenal cipta sastra sehingga tumbuh pemahaman dan sikap menghargai cipta sastra sebagai suatu karya sastra yang indah dan bermakna, menurut Burhan Nurgiyantoro, (2012:449-450).
Istilah apresiasi dan sastra anak tentu bukan merupakam hal yang baru bagi kita. Istilah tersebut pasti selalu kita dengar, baca, bahkan menggunakan bahsa lisan maupun tulisan. Bukan hanya itu hampir setiap saat dalam kehidupan sehari-hari, kita menggunakan apresiasi dan sastra anak. Begitu seringnya kita menggunakan itu hingga kita lupa untuk memahami apa sesungguhnya hakikat apresiasi dan sastra anak.

Sastra Anak
Menurut KBBI dalam Yusi Rosdiana (2009:5.3), sastra didefinisikan sebagai bahasa (kata-kata, gaya bahasa) yang dipakai dalam kitab-kitab (bukan bahasa sehari-hari). Karena merujuk pada penggunaan bahasa dalam kitab-kitab yang tidak merujuk pada bahasa sehari-hari, pengertian sastra ini identik dengan penggunaan bahasa yang indah. Dalam pengertian lain Jakob Sumardja dan Saini, K.M. dalam Yusi Rosdiana (2009:5.3) menjabarkan bahwa sastra adalah ungkapan pribadi manusia yang berupa pengalaman, pemikiran, perasaan, ide, semangat, dan keyakinan dalam bentuk gambaran konkret yang membangkitkan pesona dengan alat bahasa.
Menurut asal-usul bahasanya, Teeuw dalam Yusi Rosdiana (2009:5.3) menjelaskan bahwa istilah sastra disebut literature (bahasa Inggris), Literatur (bahasa Jerman), dan Litterature (bahasa Prancis), yang ketiganya sama-sama berasal dari bahasa latin Litteratura. Kata Literatura sebetulnya diciptakan sebagai terjemahan dari kata Yunani grammatika. Litteratura dan grammatika, keduanya berasal dari kata littera dan gramma yang berarti “huruf” (tulisan, letter).
Menurut Djago Targian (2003:10.3), untuk memahami pengertian tentang sastra adalah dengan cara menelusuri melalui makna kata. Sastra berasal dari bahasa sansekerta, sas yang artinya mengajarkan, mengarahkan atau memberi petunjuk. Kata tra yang berarti alat atau sarana. Sehingga sastra adalah alat atau sarana untuk memberi petunjuk. Secara harfiah kata sastra berarti huruf, tulisan, atau karangan. Segala tulisan atau karangan biasanya berbentuk buku, maka kata sastra juga dapat diartikan buku. Dalam perkembangan selanjutnya kata sastra ditambah imbuhan su- yang berarti baik atau indah. Jadi susastra diartikan sebagai buku yang baik dan indah. Baik tentang isinya maupun bahasannya. Dari pengertian diatas dapat diartikan bahwa sebuah karya sastra atau karangan dapat dikatakan bernilai sastra bila karangan tersebut ditulis dengan menggunakan bahasa yang indah atau bernilai estetik dan memuat kandungan moral yang positif, walaupun dalam karya sastra orang dewasa positif dan negatifnya kandungan moral tersebut bergantung pada penilaian pembacanya (apresiator).
Menurut Djago Tarigan (2003:10.4), selain keindahan bahasa dan pesan yang mengandung pendidikan moral yang menjadi ciri khas karya sastra, terdapat ciri lain yang dapat diamati dalam sebuah karya sastra, terutama dalam penggunaan bahasa yaitu: yang pertama, ragam bahasa yang digunakan dalam karya sastra tidak sepenuhnya bahasa baku. Hal ini disebabkan sastra sangat mementingkan pesan/ide dan keindahan. Kedua, ragam bahasa atau pilihan katanya seringkali bermakna konotatif atau ambiguitas (memiliki banyak makna). Yang ketiga, kosakata yang digunakan dalam karya sastra disesuaikan dengan bahasa latar atau lingkungan dalam cerita yang berupa dialek/sosiolek suatu kelompok masyarakat. Yang keempat, dalam karya sastra tergambar pengalaman hidup pengarangnya.
Sastra anak merupakan karya yang dari segi bahasa memiliki nilai estetis dan dari segi isi mengandung nilai-nilai yang dapat memperkaya rohani bagi kalangan anak-anak. Menurut Solchan, dkk (1994:225) membagi pengertian sastra anak-anak menjadi dua bagian yaitu: “pertama sastra anak-anak yang ditulis oleh pengarang yang usianya remaja atau dewasa yang isi dan bahasannya mencerminkan corak kehidupan dan kepribadian anak.  Kedua sastra anak-anak adalah sastra yang ditulis oleh pengarang yang usianya masih tergolong anak-anak yang isi bahasanya mencerminkan corak kehidupan dan kepribadian anak.
Menurut Santosa (2003:8.3) sastra anak merupakan karya seni yang imajinatif dengan unsur estetisnya dominan yang berdiumkan bahasa, baik lisan maupun tertulis, yang secara khusus dapat dipahami oleh anak-anak dan berisi tentang dunia yang akrab dengan anak-anak. Sementara menurut Sarumpaet (dalam Santosa, 2003:8.3), sastra anak didefinisikan sebagai karya sastra yang dikonsumsi anak-anak dan diurus serta dikerjakan oleh orang tua. Sehingga karya sastra merupakan sastra yang ditulis orang tua kepada anak-anak, sedangkan proses produksinya dilakukan oleh orang tua, termasuk dalam memberikan arahan dan bimbingan dalam menentukan buku yang cocok untuk anak.
Menurut Yusi Rosdiana, dkk (2009:5.4), sastra anak adalah sastra yang disampaikan dalam bentuk lisan maupun tulisan, baik berupa prosa, puisi, maupun drama, dan berisi pelajaran moral untuk anak-anak, serta ditulis oleh orang tua. Sastra anak tentu harus memiliki usnsur imajinasi yang dominan, bahasanya sederhana dengan pola kalimat yang pendek dan mudah dicerna. Untuk memperjelas pemahaman, bacalah dengan seksama kutipan cerita anak berikut !
Dua Buah Nangka
Sore itu aku sedang berjalan-jalan dengan Paimin. Hari baru saja hujan. Air yang menetes dari daun-daunan mengenai baju, terasa dingin di badan. Sambil menunjuk ke atas, Paimin berkata, “Hei, ada nangka yang besar. Mungkin sudah masak, baunya menusuk hidung!”
“Siapa yang punya?”tanyaku.
“Tidak pduli siapa yang punya. Pokonya kita sikat saja.”
“Jangan! Itu namanya kan mencuri.”
Tanpa menghiraukan kata-kataku, Paimin memanjat pohon itu. Buum! Paimin menjatuhkan nangka masak itu.
Tiba-tiba terdengar teriakan, “Hei, siapa yang mengambil nangka?”
Aku merasa ketakutan dan mundur ke balik pohon. Lalu terdengar lagi suara buum! Terlihat bapak yang punya kebun mendekat. Badanku gemetaran.
“Ha ... berani betul kalian! Sampai dua buah nagka kalian jatuhkan.”
Terdengar suara dari semak-semak, “Bukan dua, pak. Hanya satu, yang satu lagi adalah bunyi badanku yang terjatuh.” Ternyata suara Paimin.
Untung bapak itu tidak marah. Dia hanya berkata, “Itulah balasan bagi anak yang nakal.”

Menurut Yusi Rosdiana, dkk (diambil dari Buku Bahasa Indonesia Program Spesialisasi Semester V dan VI untuk SPG, Depdikbud, 1982:49).
Dengan demikian sastra anak-anak dapat dikatakan bahwa bahwa suatu karya sastra yang bahasa dan isinya sesuai perkembangan usia dan kehidupan anak, baik yang ditulis oleh pengarang yang sudah dewasa, remaja atau anak itu sendiri. Karya sastra yang dimaksud bukan hanya yang berbentuk puisi dan prosa melainkan juga drama.

Ciri Sastra Anak
Ada tiga ciri sastra anak yang membedakan dengan sastra orang dewasa menurut Sarumpaet (dalam Yusi Rosdiana, dkk, 2009:5.5-5.6), yaitu adanya unsur pantangan, sajian yang dilakukan dengan gaya secara langsung, dan adanya fungsi terapan. Dimana unsur pantangan adalah bahwa dalam menentukan tema dan amanat sastra anak ada hal-hal yang harus dihindari, diantaranya permasalahan teks, cinta yang erotis, dendam yang menimbulkan kebencian, kekejaman, prasangka buruk, dan kematian. Maksud penyajian dengan gaya secara langsung ialah dalam sajiannya, cerita dideskripsikan secara singkat dan langsung menuju pada sasaran. Artinya kalaupun ada pemaparan, sifatnya tetap dinamis dan dalam ruang lingkup permasalahan yang tetap satu jalinan, dengan demikian deskripsi watak tokoh pun menjadi mudah untuk diidentifikasi. Dan fungsi terapan adalah bahwa dalam sastra anak sajian cerita ditampilkan harus bersifat informatif dan mengandung unsur-unsur yang bermanfaat, baik sebagai pengetahuan umum, maupun keterampilan khusus. Dengan kata lain dalam sastra anak ini akan ditunjukan oleh unsur-unsur intrinsik yang terdapat dalam teks karya sastra anak itu sendiri.
Menurut Djago Tarigan (2003:10.8-10.10), Karya sastra anak-anak memiliki perbedaan dengan karya sastra orang dewasa. Di samping isi, masih terdapat aspek-aspek lain yaitu, tingkat keterbacaan dan tingkat kesesuaian. Hal inilah yang perlu diperhatikan dalam pemilihan bahan pengajaran apresiasi sastra. Kriteria pemilihan bahan, digolongkan sebagai kriteria keterbacaan dan kesesuaian.
Keterbacaan adalah mudah tidaknya suatu bacaan untuk dicerna, dikhayati, dipahami dan dinikmati oleh pembaca. Maka karya sastra anak hendaknya memenuhi persayaratan yaitu: Kejelasan bahasa, menggunakan bahasa yang sederhana. Kejelasan tema, tema hendaknya terbuka, artinya taema itu bisa langsung ditemukan oleh pembaca (anak-anak). Kesederhanaan plot, memiliki plot (jalan cerita) maju seperti pd prosa dan drama. Kejelasan perwatakan, digambaarkan secara sederhana. Kesederhanaan latar, latar tidak jauh berbeda dengan lingkungan tempat tinggal anak. Kejelasan pusat pengisahan, memiliki pusat pengisahaan yang jelas, artinya cerita tidak terlalu sering berganti fokus.
Kesesuaian dari segi isi, karya sastra anak memperhatikan kesesuaian dengan perkembangan psikologi, atau jiwa dan moral anak-anak. Sesuain dengan tingkat perkembangan tersebut, maka terdapat bermacam-macam tema harus disesuaikan dengan tingkat usia siswa. Contoh: Usia 6-9 th, anak menyukai cerita sederhana dan kehidupan sehari-hari (dongeng hewan, cerita lucu). Usia 9-12 th, anak mulai menyukai cerita kehidupan kekeluargaan yang dilukiskan secara realistis (cerita fantastis, cerita petualang).

Genre dan Fungsi Sastra
Genre sastra adalah istilah yang sama untuk merujuk pada pengertian jenis sastra. Menurut Djago Tarigan (2003:10.7), sastra dikelompokan menjadi dua besar, yaitu sastra imajinatif dan sastra nonimajinatif. Imajinasi berasal dari kata imagination yang berarti angan-angan atau khayal. Jadi karya sastra imajinatif merupakan karya sastra yang ditulis dengan menggunakan sifat khayali pengarang, sehingga cerita dalam karya sastra imajinatif bukanlah suatu kejadian sebenarnya. Sedangkan karya sastra nonimajinatif merupakan kebalikan karya sastra imajinatif, sebagian para ahli sependapat bahwa sastra nonimajinatif bukanlah karya sastra. Karya sastra imajinatif terdiri atas tiga jenis yaitu pertama prosa, karya sastra yang ditulis dengan menggunakan kalimat-kalimat yang disusun susul-menyusul, kalimat yang disusun membentuk kesatuan pikiran menjadi paragraf, paragraf membentuk bab atau bagian-bagian dan seterusnya. Yang kedua puisi, karya sastra yang ditulis dalam bentuk larik-larik dan bait-bait. Ketiga drama, karya sastra yang ditulis dengan bahasa dalam bentuk dialog. Perbedaan dengan (prosa dan puisi) terletak pada tujuan penulisan naskah.
Menurut Yusi Rosdiana, dkk (2009:5.7), istilah prosa sama artinya dengan novel, meski alam kemunculannya berbeda. Namun, dalam prosa yang sering ditemukan untuk anak adalah berbentuk cerpen, sedangkan novel hampir tidak ada, kecuali novel terjemahan seperti Harry Potter yang juga cocok untuk anak usia menjelang dewasa, bahkan tebukti pembacanya banyak yang dewasa maupun novel yang sebenarnya diangkat dari film kartun atau komik. Sementara itu, jenis drama juga amat jarang ditulis, sedangkan jenis puisi sering kita jumpai. Hal yang menarik adalah walaupun drama sangat jarang ditemukan, tetapi drama yang sudah di audiovisualkan dalam bentuk yang lebih kompleks lagi, seperti film kartun dan animasi sangat banyak dan terbukti meskipun penelitiannya belum penulis baca paling banyak beredar dan efektif. Dari Indonesia dahulu kita mengenal film boneka si Unyil, tokohnya jelas. Dari mancanegara kita tentu mudah menyebut Lala, Dypsi, Tinki-Winky dan Poh dalam Teletubies, tokohnya menggunakan sarana binatang yang aneh.
Menurut Yusi Rosdiana dalam Santosa, (2003:8.7), dengan kata lain, genre sastra anak yang sekarang beredar terdapat di masyarakat terdiri atas cerpen dan puisi. Kedua buah genre sastra anak ini, berdasarkan kehadiran tokohnya dapat dikelompokan menjadi tiga jenis, yakni genre sastra anak  yang mengetengahkan tokoh utama yang berasal dari: alam benda mati, misalnya batu, sungai, air dsb. Alam benda hidup yang bukan manusia, misalnya nama binatang dan tumbuhan. Alam manusia sendiri, misalnya Bawang Merah Putih, Cinderella, dan Cindelaras.
Untuk lebih memudahkan pemahaman, bacalah puisi berikut!

MENYESAL
Karya : Ali Hasjmy

Pagiku hilang sudah melayang.
Hari mudaku sudah pergi.
Sekarang petang membayang.
Batang usiaku sudah tinggi.

Aku lalai dihari pagi.
Beta lengah di masa muda.
Kini hidup beracun hati.
Miskin ilmu, miskin harta.

Ach, apa guna kusesalkan.
Menyesal tua tiada berguna.
Hanya menambah luka sukma.

Kepada yang muda kuharapkan.
Atur barisan di hari pagi.
Menuju ke arah padang bakti.

Dikutip oleh Ajip Rosidi dalam Djago Tarigan (2003:10.17-10.18).

Selain tentang genre sastra, menurut Yusi Rosdiana,dkk (2009:5.8), ditinjau dari segi fungsi pragmatiknya memiliki fungsi sebagai pendidikan dan hiburan. Dalam fungsi pendidikan, seperti halnya puisi berjudul “Menyesal”, fungsi unsur pendidikan yang disampaikan sangat jelas bahwa selagi muda hendaknya kita dapat mengisinya dengan kegiatan yang bermanfaat belajar yang rajin, patuh pada orang tua, hormat pada guru, dan lain-lain yang berguna karena jika usia sudah tua  tentu akan menyesal. Fungsi pendidikan ini memberi banyak informasi yang pada akhirnya dapat memberikan pendidikan moral pada anak. Sementara itu, fungsi hiburan tentu saja dapat dinikmati ketika guru atau salah seorang teman dapat membacakan puisi tersebut dengan penuh penghayatan sehingga akan muncul kenikmatan, kepuasan, dan kesenangan pada anak.
Fungsi yang lainnya yaitu, sastra juga dapat membentuk kepribadian anak dan menuntun kecerdasan emosi anak. Setelah menikmati karya sastra yang dibacanya diharapkan anak-anak dapat terbentuk kepribadiannya, menjadi penyeimbang emosi yang wajar, menambah konsep harga diri, menemukan kemampuan yang realistis, membekali pengetahuan anak untuk memahami kekurangan dan kelebihan diri, serta membentuk sifat-sifat kemanusiaan pada si anak, menurut Yusi Rosdiana, dkk (2009:5.9).

Apresiasi Karya Sastra
Menurut Yusi Rosdiana, dkk (2009:5.9), apresiasi karya sastra ini merujuk pada pengertian membaca sekaligus menikmati karya sastra anak yang berbentuk cerpen atau puisi. Menurut Djago Tarigan (2003:10.28-10.29), apresiasi berasal dari bahasa latin aprociate yang berarti memindahkan dan menghargai. Dalam bahasa Inggris apreciation berarti penghargaan. Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia dalam Djago Tarigan (2003:10,28), ada beberapa arti dari apresiasi yakni kesadaran terhadap nilai-nilai seni dan budaya, penilaian (penghargaan terhadap sesuatu), kenaikan nilai barang karena harga pasarnya naik atau permintaan akan barang itu bertambah. Sehingga apresiasi adalah kesadaran terhadap nilai-nilai seni dan budaya yang disertai dengan penghargaan dan penilaian kepada seni itu sendiri.
Menurut S.Effendi dalam Djago Tarigan (2003:10.28) menyatakan bahwa: “Apresiasi sastra adalah kegiatan menggauli cipta sastra dengan sungguh-sungguh sehingga tumbuh pengertian, penghargaan, kepekaan pikiran kritis, dan kepekaan perasaan yang baik terhadap cipta sastra”. Menurut Panuti dalam Djago Tarigan (2003:10.29), menyebutkan bahwa: “Apresiasi sastra ialah penghargaan (terhadap karya sastra) yang didasarkan pada pemahaman”. Menurut Yus Rusyana dalam Djago Tarigan (2003:10.29) mengatakan bahwa: “Apresiasi sastra dapat diterangkan sebagai pengenalan dan pemahaman yang tepat terhadap nilai sastra, dan kegairahan kepadanya, serta kenikmatan yang timbul sebagai akibat semua itu. Dalam mengapresiasi sastra, seseorang mengalami (dari hasil sastra itu) pengalaman yang telah disusun oleh pengarangnya”. Dapat disimpulkan bahwa apresiasi karya sastra merupakan kegiatan  menikmati karya sastra dengan tujuan untuk mengenal, memahami, menghargai, yang pada akhirnya dapat menilai dengan tepat karya sastra tersebut.
Secara lebih spesifik Menurut Santosa dalam Yusi Rosdiana (2009:5.9), memberikan tiga rumusan sastra anak yaitu: Apresiasi sastra anak adalah penghargaan (terhadap karya sastra anak) yang didasarkan pada pemahaman. Apresiasi sastra anak adalah penghargaan atas karya sastra anak sebagai hasil pengenalan, pemahaman, penafsiran, penghayatan, dan penikmatan yang didukung oleh kepekaan batin terhadap nilai-nilai yang terkandung dalam karya sastra anak. Apresiasi anak adalah kegiatan menggali cipta sastra anak dengan sungguh-sungguh hingga tumbuh pengertian, penghargaan, serta kepekaan pikiran kritis dan kepekaan perasaan yang baik terhadap cipta sastra anak.
Menurut Yusi Rosdiana, dkk (2009:5.10-5.11), mengemukakan bahwa kegiatan mengapresiasi karya sastra anak dapat dilakukan melalui kegiatan apresiasi langsung, apresiasi tidak langsung, pendokumentasian, dan kreatif. Pertama Kegiatan Apresiasi Langsung, merupakan kegiatan yang dilakukan secara sadar untuk memperoleh nilai kenikmatan dapat memberi sesuatu yang menyenangkan, menghibur dan memberi kepuasan. Nilai kehikmatan dapat memberi pelajaran, amanat, dan nasib tentang kehidupan. Kegiatan apresiasi ini mencakup tiga kegiatan yaitu: membaca sastra anak, mendengarkan ketika dibacakan/dideklamasikan, dan menonton pertunjukan sastra anak ketika karya sastra anak dipentaskan. Kemudian Kegiatan Apresiasi Tidak Langsung, merupakan kegiatan apresiasi yang menunjang pemahaman terhadap karya sastra. Kegiatannya meliputi tiga hal yakni: mempelajari teori sastra, mempelajari esai dan kritik sastra, serta mempelajari sejarah sastra. Selanjutnya Kegiatan Pendokumentasian, sebagai salah satu kegiatan apresiasi sastra merupakan bentuk apresiasi yang secara nyata ikut melestarikan keberadaan karya sastra. Bagi anak-anak upaya ini dapat dilakukan dengan meminta siswa membuat kliping tentang karya sastra anak yang dimuat dalam majalah atau koran. Pembuatan kliping ini di maksudkan agar para siswa belajar mendokumentasikan karya sastra anak secara baik, kliping ini dapat disusun berdasarkan klasifikasi tertentu, misalnya khusus tentang puisi atau lainnya. Serta Kegiatan Kreatif, maksudnya dalam apresiasi sastra anak adalah segala bentuk kegiatan yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kecintaan, dan penghargaan terhadap karya sastra anak. Kegiatan dapat dilakukan dengan berbagai cara, seperti mengaktifkan majalah dinding yang menampilkan karya sastra anak secara berkala, melaksanakan kegiatan yang berhubungan dengan ekstrakurikuler sastra, misalnya membaca puisi dan bermain drama, mengirimkan hasil karya sastra ke majalah anak, koran atau majalah sastra.
Menurut Djago Targian (2003:10.34), strategi mengapresiasi karya sastra anak-anak terdapat beberapa teknik yaitu dengan cara mendengarkan, membaca, menceritakan kembali, mengikhtisarkan cerita, menanggapi cerita, bertukar pengalaman, dan menganalisis cerita.

KESIMPULAN
Secara harfiah sastra berarti huruf, tulisan, atau karangan. Sejalan dengan perkembangan “sastra” “susastra” – atau “karya sastra” berarti karangan/buku yang baik dan indah. Jenis-jenis karya sastra disebut genre. Genre sastra terdiri atas tiga jenis yaitu: prosa, puisi, dan drama. Ada karya sastra yang ditulis untuk orang dewasa dan ada yang ditulis untuk anak-anak. Perbedaan karya sastra anak-anak dengan karya sastra orang dewasa pertama kali dapat diketahui dari penggunaan bahasanya, baru kemudian isinya. Apresiasi karya sastra adalah suatu kegiatan yang dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui dan memahami suatu karya sastra agar memperoleh kenikmatan dan manfaat daripadanya, serta dapat digunakan dalam menghadapi kehidupan ini menjadi lebih baik. Dalam mengapresiasi karya sastra dapat menggunakan teknik-teknik mendengarkan cerita, membaca cerita, menceritakan kembali, menanggapi cerita, bertukar pengalaman, dan menganalisis cerita.

DAFTAR PUSTAKA
Depdiknas. 1998. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Effendi, S. 1982. Bimbingan Apresiasi Puisi. Jakarta: Tangga Mustika Alam.
Nurgiyantoro, Burhan. 2012. Penilaian Pembelajaran Bahasa Berbasis
          Kompetensi. Yogyakarta: Anggota IKAPI.
Rosdiana,Yusi. 2009. Bahasa dan Sastra Indonesia di SD.Jakarta: Pusat Penerbitan
          Universitas Terbuka.
Rosidi, Ajip. 1977. Laut Biru Langit Biru. Jakarta: Dunia Pustaka Jaya.
Rusyana, Yus. 1979. Meningkatkan Kegiatan Apresiasi Sastra di Sekolah Lanjutan.
          Bandung: Gunung Larangan.
Santosa, Puji,dkk. 2003. Materi dan Pembelajaran Bahasa Indonesia di Sekolah
          Dasar (BMP SI PGSD). Jakarta: Pusat Penerbitan Universitas Terbuka.
Sarumpaet, Riris K. Toha. 1976. Bacaan Anak-anak .Jakarta: Pustaka Jaya.
Sudjiman, Panuti. 1990. Kamus Istilah Sastra.Jakarta: UI Press.
Sumardjo, Jakob dan Saini KM. (1991). Pengantar Apresiasi Kesusastraan.
          Jakarta: Gramedia.
Supriyadi,dkk. 1982. Bahasa Indonesia Program Spesialisasi Semester V dan VI
          untuk SPG. Jakarta: Depdikbud.
Tarigan, Djago. 2003. Materi Pokok Pendidikan Keterampilan Berbahasa. Jakarta:
          Universitas Terbuka.
Teeuw, A. 1989. Sastra dan Ilmu Sastra. Jakarta: Pustaka Jaya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar