Selasa, 11 November 2014

Metode Longitudinal vs Tranfersal dan Lintas Budaya




PSIKOLOGI PERKEMBANGAN

METODE LONGITUDINAL VS TRANSFERSAL DAN
 PENDEKATAN LINTAS BUDAYA
 


Pembahasan mengenai metode penelitian ini dimaksudkan untuk memberikan pengertian tentang bagaimana para psikolog perkembangan melakukan tugas mereka dalam mendapatkan lebih banyak pengertian akan gejala perkembangan, serta bagaimana cara mengatasi hambatan dalam proses perkembangan. Menurut Monks, Knoers, dan Haditono dalam desmita (2012:60) pembahasan tentang metode penelitian ini dapat dibedakan antara pendekatan yang lebih umum dan metode yang lebih spesifik.
A.    Pendekatan Umum
Pendekatan umum mengandung 2 pengertian yaitu memberikan lebih banyak data mengenai keseluruhan perkembangan atau beberapa aspeknya, dan meninjau pengaruh faktor endogen (bawaan) dan eksogen (lingkungan, khususnya kebudayaan) bagi perkembangan seseorang. Di antara pendekatan yang digunakan dalam studi-studi psikologi perkembangan adalah pendekatan proseksional, longitudinal, sekuensial, dan kros budaya.
1.      Pendekatan cross-sectional
Menurut Hetherington dan Parke dalam desmita (2012:61) mendefinisikan cross-sectional sebagai “a method of studying development of children in which the age to be compared are represented by defferent groups of children”. Dengan demikian dapat dipahami bahwa cross-sectional adalah suatu pendekatan yang dipergunakan untuk melakukan penelitian terhadap beberapa kelompok anak dalam jangka waktu yang relatif singkat. Dalam pendekatan ini penelitian dilakukan terhadap orang-orang atau kelompok orang dari tingkat umur yang berbeda-beda. Suatu studi cross-sectional yang umum dapat mencakup sekelompok anak berusia 5 tahun, 8 tahun, dan 11 tahun; Kelompok lain dapat mencakup kelompok anak remaja dan orang dewasa berusia 15 tahun, 25 tahun, dan 45 tahun. Kelompok untuk yang berbeda tersebut dapat dibandingkan dalam hal keberagaman variabel terikat, seperti: IQ, memori, relasi teman sebaya, kedekatan dengan orang tua, perubahan hormon, dll. Semua ini dapat dilakukan dalam waktu yang relatif singkat. Dengan mengambil kelompok orang dari tingkat umur yang berbeda ini akhirnya dapat ditemukan gambaran mengenai proses perkembangan satu atau beberapa aspek kepribadian seseorang. Melalui pendekatan cross-sectional ini dapat diperoleh pengertian yang lebih baik akan faktor yang khas/kurang khas bagi kelompok yang diperbandingkan.
Keuntungan dari pendekatan cross-sectional adalah bahwa para peneliti tidak membutuhkan waktu yang terlalu lama untuk menunggu individu bertumbuh. Adapun kelemahannya bahwa pendekatan ini tidak memberi informasi tentang bagaimana individu berubah atau tentang stabilitas karakteristiknya. Naik turunnya perkembangan dapat menjadi tidak jelas.
2.      Metode Longitudinal
Secara sederhana menurut Seiferet dan Hoffnung dalam desmita (2012:61-62) mengartikan longitudinal sebagai “a study of the same subjects over a relatively long period, often months or years”. Dengan demikian dapat dipahami bahwa yang dimaksud pendekatan longitudinal adalah pendekatan dalam penelitian yang dilakukan dengan cara menyelidiki anak dalam jangka waktu yang lama, misalnya mengikuti perkembangan seseorang dari lahir sampai mati atau mengikuti perkembangan seseoarang dalam jangka waktu tertentu, seperti selama masa kanak-kanak atau selama masa remaja. Dengan pendekatan ini biasanya diteliti beberapa aspek tingkah laku pada satu atau dua orang yang sama dalam waktu beberapa tahun. Dengan begitu akan diperoleh gambaran aspek perkembangan secara menyeluruh.
            Keuntungan Pendekatan longitudinal yaitu :
a.       Sample lebih sedikit, sehingga memungkinkan untuk melakukan analisa terhadap pertumbuhan dan perkembangan setiap individu.
b.      Memungkinkan mengetahui ganguan-ganguan dalam perkembanagn, baiak secara pribadi Maupun dalam kelompok.
c.       Memungkinkan melakukan analisa terhadap hubungan antara proses pertumbuhan, baik aspek kematangan maupun pengalaman, karena data yang diperoleh berasal dari anak yanag sama.
d.      Memberikan kesempatan untuk menganalisa efek lingkungan terhadap perubahan tingkah laku dan kepribadian.
Sedangkan kelemahan pendekatan longitudinal yaitu :
a)      Membbutuhkan waktu yang lama dan biaya yang besar.
b)      Memerlukan banyak peneliti yang kemungkinan memiliki pengalaman yang berbeda-beda.
c)      Kemungkinan terjadinya gangguan dalam selang waktu penelitian yang sedang dilakukan, misalnya bila orang pindah tempat atau meninggal.
3.      Pendekatan sekuensial
Untuk mempelajari perkembangan rentang hidup,sejumlah pakar psikologi perkembangan juga menggunakan kombinasi dari pendekatan kros-seksional dan pendekatan longitudinal. Kombinasi dari kedua pendekatan tersebut dinamakan pendekatan sekuensial. Dalam banyak hal, pendekatan ini mulai dengan study kros-seksional yang mencakup individu dari usia yang berbeda. Berbulan-bulan atau bertahun-tahun setelah pengukuran awal, individu yang sama diuji lagi (ini merupakan aspek longitudinal dari rancangan). Pada waktu selanjutnya, sekelompok subjek baru diukur pada masing-masing tingkat usia.  Kelompok baru pada masing-masing tingkat ditambahkan pada waktu berikutnya untuk mengontrol perubahan yang (gugur) dari study, oengujian ulang mungkin telah meningkatkan kinerja mereka.
Meskipun pendekatan sekuensial itu  kompleks, mahal, dan lama, namun benar-benar memberikan informasi yang tidak mungkin diperoleh dengan pendekatan kros-seksional atau pendekatan longitudinal. Pendekatan sekuensial sangat berguna terutama dalam menguji pengaruh kohor (generasi) pada perkembangan rentang hidup.

4.      Pendekatan cross-cultural
Menurut Matsumoto dalam Desmita (2012:64), pendekatan cross-cultural adalah “ a viewpoint for understanding truth and principles abaot human behavior across culturest “ sedangkan menurut Eckensberger dalam Desmita (2012:64), pendekatan cross-cultural adalah “systematic comparison of psychological measures obtained under diferent cultural conditions, in whicth cultural-the oprasionilized culture consept of cultural anthopology-serve as the indepandent variables.
Dari dua difinisi diatas dapat dipahami bahwa pendekatan cross-cultural adalah suaru pendekatan dalam penelitian yang mempertimbangkan faktor-faktor lingkungan atau kebudayaan yang berpengaruh terhadap perkembangan anak. Belakangan, pendekatan ini banyak digunakan untuk mengetahui perbedaan-perbedaan atau persamaan-persamaan perkembangan anak pada beberapa latar belakang kebudayaan yang berbeda-beda. Hal ini adalah karena dengan pendekatan ini akan diperoleh pengertian yang lebih mendalam tentang proses perkembangan seseorang. Melalui pendekatan ini bisa dijelaskan hipotesa-hipotesa yang ada melalui faktor-faktor yang diperoleh, misalnya tentang besar kecilnya pengaruh dari faktor sosial, ekonomi, pola pengasuhan, dan gaya hidup terhadap ciri kepribadian dan perkembangan-perkembangan kognitif.
Pendekatan ini dilakukan terhadap kelompok-kelompok yang berbeda latar belakang kebudayaan, baik melalui percobaan, maupun tes pengumpulan data melalui observasi, wawancara dan pengumpulan data lainnya untuk diolah dan dianalisa persamaan dan perbedaannya. Dengan pendekatan ini suatu hipotesa mengenai tes, misalnya yang bebas-budaya (cultural-free) atau norma-norma yang dianggap universal (misalnya kemampuan berbicara) dapat dibuktikan kebenarannya. Demikian pula menegenai urutan-urutan dalam perkembangan, pentahapan dalam perkembangan, apakah merupakan norma yang universal atau berlaku pada suatu kelompok keturunan tertentu, dapat diselidiki dengan pendidikan lintas budaya ini.
Dengan demikian pendekatan lintas-budaya (cross-cultural) mengenai urutan-urutan dalam perkembanagan, pentahapan dalam perkembangan, apakah merupakan norma yang universal atau berlaku pada suatu kelompok keturunan tertentu, dapat diselidiki dengan latar belakang kebudayaan yang sangat berbeda.

B.     Metode-metode
Metode yang Spesifik
Adalah cara-cara khusus yang digunakan untuk mengetahui gejala perkembangan yang sedang timbul. Diantara metode spesifik yang digunakan dalam penelitian psikologi perkembangan adalah :
a)      Metode observasi adalah suatu cara yang dilakukan untuk mengamati semua tingkah laku yang terlihat pada suatu jangka waktu tertentu atau pada suatu tahapan perkembangan tertentu. Metode observasi ini dapat ddibedakan atas dua, yaitu:
1.      Observasi alami (Natural Observation)
Observasi adalah pencatatan data mengenai tingkah laku yang terjadi sehari-hari secara alamiah atau wajar. Jadi dalam observasi alami peneliti melakukan semua pencatatan terhadap kehidupan anak tanpa mengubah suasana atau mengontrol dalam situasi-situasi yang direncanakan. Misalnya observasi yang dilakukan terhadap kehidupan anak dari jam sekian sampai jam sekian, apa saja yang dilakukan, misalnya yang berhubungan dengan perkembangan tertentu dilihat dari aspek kepribadiannya. Hal ini bisa dilakukan dimana saja, dirumah, dikebun, atau di sekolah.
2.      Observasi terkontrol (controlled observation)
Observasi ini dilakukan bilamana lingkungan tempat anak berada diubah sedemikian rupa sesuai dengan tujuan peneliti, sehingga bermacam-macam reaksi dan sikapnya terhadap lingkungan pergaulannya, akan di observasi pada lingkungan sosial yang sudah direncanakan. Demikian juga untuk mengetahui sebab-sebab seorang anak yang agresif, ia dimasukan kedalam ruangan main yang sudah tersusun sedemikian rupa misalnya ruangan yang ada bermacam-macam boneka atau mainan sehingga reaksi-reaksi dan perubahan-perubahan yang akan diperlihatkan anak timbul karena rangsangan-rangsangan khusus dari lingkungannya. Dengan demikian dalam observasi terkontrol ini dilakukan manipulasi terhadap tingkah laku tertentu. Observasi yang terkontrol ini bisa di lakukan terhadap sekelompok anak yang sama umurnya atau sama jenis kelaminnya dan pada waktu tertentu.
Kedua jenis observasi ini bisa dilakukan dengan alat-alat modern serta dengan kuantifikasi secara statistik dan pengolahan-pengolahan dengan komputer. Jenis observasi yang kedua dianggap lebih objektif dan hasilnya lebih akurat daripada yang pertama. Karena  itu observasi terkontrol dapat dilakukan untuk tujuan-tujuan eksperimental dengan pendekatan dan metode yang sesuai dengan lapangan psikologi eksperimental. Misalnya untuk menyelidiki timbulnya fhobia anak-anak terhadap anjing dapat dilakukan dengan observasi terkontrol dan dengan metode-metode yang ditinjau dari sudut eksperimental, seperti dengan membagi sekelompok anak sebagai kelompok pengontrol.
b)     Metode Eksperimen
Adalah metode penelitian dalam psikologi perkembangan dengan melakukan kegiatan-kegiatan percobaan pada anak. Penggunaan metode eksperimen dalam penelitian terhadap anak-anak tidaklah mudah, karena anak-anak sangat sugestibel, mudah dipengaruhi, bertingkah laku semaunya, sering sulit diberi pengertian, dan sukar diketahui dengan jelas apa yang dimaksudkan oleh anak itu. Ini menunjukan bahwa dalam penelitian psikologi perkembangan, penggunaan metode eksperimen tidak bisa mengubah lingkungan-lingkungan tertentu sebebas-bebasnya, sehingga merangsang timbulnya reaksi-reaksi tertentu.
Untuk itu dalam suatu eksperimen pelu diperhatikan variabel-variabel seteliti mungkin. Yaitu variabel-variabel bebas (Independent Variable) yang mempengaruhi variabel terikat (Dependent Variable). Misalnya penelitian pada sekelompok anak mengenai pengaruh kelompok bermain terhadap perkembangan bahasa. Dalam hal ini harus diperhatikan dan dipertimbangkan semua variabel bebas yang mungkin mempengaruhi perkembangan pendidikan orang tua dan variabel-variabel lain yang mungkin mempengaruhi perkebangan bahasa anak, sebelum dilakukan tes bahasa terhadap anak.
c)      Metode Klinis
Adalah suatu metode penelitian yang khusus ditujukan kepada anak-anak dengan cara mengamat-amati, mengajak bercakap-cakap dan tanya jawab. Penggunaan metode klinis ini merupakan penggabungan eksperimen dan observasi. Pelaksanaannya dilakukan dengan cara mengamat-amati atas pertimbangan bahwa anak itu belum mampu mengungkapkan isi pikiran dan perasaannya dengan bahasa yang lancar. Untuk memudahkan tanya jawab dalam pelaksanaannya digunakan daftar pertanyaan yang memberi petunjuk kepada si peneliti tentang apa saja yang harus diperhatikan.
Metode klinis ini bersumber psikiatri, yang mengangap anak sebagai orang yang sakit. Dalam klinik-klinik khusus dengan situasi dan kondisi khusus orang berusaha mengamati kemampuan anak-anak untuk tujuan media atau tujuan pedagogis. Kemudian Jean Piaget menggunakan metode klinis untuk meneliti cara berfikir dan perkembangan bahasa anak-anak.
d)     Metode Tes
Adalah metode yang digunakan untuk mengadakan pengukuran tertentu terhadap objeknya. Tes merupakan instrumen penelitian yang penting dalam psikologi kontemporer, yang digunakan untuk mengukur segala jenis kemampuan, minat, sikap, dan hasil kerja.
Dalam hal ini, para peneliti biasanya menggunakan tes-tes psikologi yang sudah distandarisasi. Tes terstandar (Standardized Tests) memiliki dua ciri penting. Pertama, para pakar psikologi biasanya menjumlahkan semua skor individu untuk menghasikan satu sekor tunggal, atau serangkaian skor, yang mencerminkan sesuatu tentang individu. Kedua, para pakar psikologi membandingkan skor individu dengan skor sejumlah besar kelompok yang sama untuk menentukan bagaimana individu menjawab dalam kaitannya dengan orang lain. Diantara tes terstandar dalam psikologi yang paling luas digunakan adalah Standfod-Binet Intellegent Test dan Minnesota Multiphasic Personality Inventory Menurut Santrock dalam Desmita (2012:68).



Kesimpulan
Perkembangan psikologi dapat diartikan sebagai perubahan-perubahan tertentu yang muncul pada diri manusia (binatang) diantara konsepsi (pembuahan) dan mati. Dimana dalam makalah ini sedikit banyak akan dibahas mengenai teori-teori psikologi perkembangan anak tersebut. Sehingga dengan dibahasnya teori-teori tersebut dapat membantu orangtua atau guru dalam memahami tingkah laku dan mendidik anak-anaknya.
Sehingga ketika besok kita sudah menjadi guru atau orang tua tidak salah dalam mendidik atau menanggapai tingkah laku anak didik atau anak kita sendiri. Karena banyak kasus yang salah dalam pengambilan tindakan yang dilakukan guru atau orangtua terhadap anak didiknya atau anaknya sendiri. Yaitu salah dalam hal memahami keinginan atau tindakan “super” (anak berkebutuhan khusus) dari peserta didik atau anak kita sendiri.
Sehingga disuatu kesempatan kita tidak menghambat langkah dari anak-anak tersebut. Yaitu ketika anak sudah pintar berlari kita malah baru mengajarinya berjalan, dan ketika para anak-anak sudah dapat terbang kita sebagai guru atau orang tua malah baru mengajarinya berlari.



DAFTAR PUSTAKA
Desmita. 2012. Psikologi Perkembangan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Hetherington, E. Mavis dan Ross D. Parke. 1979. Child Psychology : A
          Contemporary Viewpoint. New York:McGrew-Hill.
Matsumoto, David. 2000. Culture and Psychology People Around the Word.
          USA: Wadsworth Publishing Company.
Seifert, K.L. dan Hoffnung, R.J. 1994. Child and Adolescent Development.
          Boston: Hughton Mifflin Company.
Santrock, Johm W. 1998. Child Development (8th ed). Boston: Massachusetts,
          dsb: McGraw Hill Companies.
          ,1995. Life-Span Development (5th ed). Medison:Wm.C.Brown dan
          Bencmark, Inc

Email:Nhuynhuy1994@gmail.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar