Selasa, 11 November 2014

pendidikan karakter sejak usia dini



URGENSI PENDIDIKAN KARAKTER
SEJAK USIA DINI

 

BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pendidikan Anak Usia Dini
a)      Pengertian Pendidik
Menurut UU No.20 Tahun 2003 pada 39 ayat 2 mengatakan “pendidik adalah tenaga yang profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan bimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi pendidik perguruan tinggi”. Pada pasal 1 bagian BAB 1 dijelaskan mengenai “tenaga kependidikan yaitu orang yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaswara, tutor, instruktur, fasilitator atau sebutan lain yang sesuai dengan kehususannya, serta berpartisipasi dalam pendidikan.”
Sehingga yang dikatakan sebagai tenaga pendidik tidak hanya guru melainkan semua pihak yang terlibat dalam penyelenggaraan pendidikan. Namun untuk dapat dikatakan sebagai pendidik haruslah mampu merencanakan, melaksanakan, menilai, melakukan pembimbingan, dan pelatihan dalam pembelajaran. Jika merujuk pada kegiatan yang harus dilakukan sebagai pendidik, maka yang dikatakan sebagai pendidik adalah guru dan orang tua.
b). Pengertian Pendidikan Anak Usia Dini
Pendidikan anak usia dini merupakan bagian integral dalam sistem pendidikan nasional yang saat ini mendapat perhatian besar dari pemerintah. Konsep PAUD diadopsi dari konsep Early Child Care and Education (ECCE) yang juga merupakan bagian dari Early Child Develpoment (ECD), menurut J.M.Asmani (2009:44). PAUD merupakan lembaga terdekat dengan kehidupan anak yang sangat mempengaruhi kehidupan dan tingkah laku anak hingga dewasa. Keluarga merupakan lembaga PAUD yang paling dekat dengan kehidupan anak. Keluarga akan mempengaruhi kehidupan bersosial anak di sekolah baik bersama guru maupun teman sebayanya (Feeney.,et.al, 2007 : 29).
PAUD juga dapat dikatakan sebagai proses pembinaan tumbuh kembang anak usia 0–8  tahun secara menyeluruh,  mencakup  aspek fisik dan nonfisik dengan memberikan rangsangan bagi Perkembangan mental, intelektual, emosional, moral, dan sosial (NEST, 2007). Seluruh aspek perkembangan anak dikembangkan melalui program PAUD ini dalam aktivitas belajar yang menyenangkan karena dilaksanakan dalam kegiatan bermain. Aspek perkembangan sebagai potensi bawaan anak tidak akan berkembang tanpa stimulasi dari orang tua di rumah dan pendidik anak di sekolah. PAUD merupakan peletak dasar berbagai perkembangan anak yang akan sangat berpengaruh pada proses kehidupan anak di masa mendatang.
Dalam UU Sisdiknas menyatakan bahwa “Pendidikan Anak Usia Dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu peertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki dalam memasuki pendidikan lebih lanjut.”(UU No.20 Tahun 2003 Bab 1 pasal 1 ayat 14).
Usia dini merupakan usia yang sangat menentukan pembentukan karakter dan kepribadian anak menurut Yuliani Nurani Sujiono (2009:7). Usia dini adalah usia dimana anak mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang pesat dan juga disebut masa keemasan (Golden Age), sehingga perlu mendapat perhatian dalam hal pendidikan, perawatan, pengasuhan, dan layanan kesehatan serta kebutuhan gizinya agar anak bisa tumbuh dan berkembang secara optimal. Pentingnya PAUD menurut Lindsey, dalam buku Jamal.M.A (2009:23), perkembangan jaringan otak dan periode perkembangan kritis secara signifikan terjadi pada tahun-tahun usia dini, dan perkembangan tersebut sangat ditentukan oleh lingkungan dan pengasuhan.
c). Pendidik PAUD
Pendidik PAUD, jika mengacu pada dua pengertian sebelumnya tentang pendidik dan PAUD merupakan orang yang bertanggung jawab  merencanakan, melaksanakan, menilai, melakukan pembimbingan dan pelatihan dalam pembelajaran pada anak usia 0-8 tahun secara menyeluruh. Pendidik pada PAUD mempunyai tugas yang lebih kompleks daripada pendidik pada tingkat pendidikan di atasnya. Hal ini dikarenakan PAUD merupakan tingkat pendidikan yang paling mendasar sebagai pondasi bagi pendidikan selanjutnya.
Pondasi yang dibangun di PAUD menuntut struktur yang kuat, baik aspek pembelajaran dalam kegiatan main maupun pengembangan potensi anak. Konsep akan tertanam jika pendidik mampu menciptakan program stimulasi yang menarik untuk diikuti dalam kegiatan. Karenanya seorang pendidik PAUD dituntut mampu merancang kegiatan yang menarik dan menantang, melaksanakan pembelajaran yang menyenangkan, dapat mengamati dan mencatat proses tumbuh kembang anak didiknya, dan mengevaluasi program kegiatan main atau pembelajaran yang telah dilakukannya.
d). Satuan Pendidikan Anak Usia Dini
Satuan pendidikan anak usia dini merupakan institusi pendidikan anak usia dini yang memberikan layanan pendidikan bagi anak usia lahir sampai dengan 6 tahun. DiIndonesia ada beberapa lembaga pendidikan anak usia dini yang selama ini sudah dikenal oleh masyarakat luas, yaitu:
Ø  Taman Kanak-kanak (TK) atau Raudhatul Atfal (RA)
TK merupakan bentuk satuan pendidikan bagi anak usia dini pada jalur pendidikanformal yang menyelenggarakan pendidikan bagi anak usia 4 sampai 6 tahun, yang terbagi menjadi 2 kelompok : Kelompok A untuk anak usia 4 – 5 tahun dan Kelompok B untuk anak usia 5 – 6 tahun.
Ø  Kelompok Bermain (Play Group)
Kelompok bermain merupakan salah satu bentuk pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan nonformal yang menyelenggarakan program pendidikan sekaligus programkesejahteraan bagi anak usia 2 sampai dengan 4 tahun (Yuliani Nurani Sujiono, 2009:23)
Ø  Taman Penitipan Anak (TPA)
Taman penitipan anak merupakan salah satu bentuk pendidikan anak usia dini padajalur pendidikan non formal yang menyelenggarakan program pendidikan sekaligus pengasuhan dan kesejahteraan anak sejak lahir sampai dengan usia 6 tahun. TPA adalah wahana pendidikan dan pembainaan kesejahteraan anak yang berfungsi
sebagai pengganti keluarga untuk jangka waktu tertentu selama orang tuanya berhalangan atau tidak memiliki waktu yang cukup dalam mengasuh anaknya karena bekerja atau sebab lain (Yuliani Nurani Sujiono, 2009: 24).
e). Prinsip Pendidikan Anak Usia Dini, J.M.Asmani (2009:71-72)
Ø  Berorientasi pada kebutuhan anak
Ø  Belajar melalui bermain
Ø  Lingkungan yang kondusif
Ø  Menggunakan pembelajaran terpadu
Ø  Mengembangkan berbagai kecakapan hidup
Ø  Menggunakan berbagai media edukatif dan sumber belajar
Ø  Dilaksanakan secara bertahap dan berulang-ulang.
Tujuh prinsip PAUD ini harus diperhatikan, karena sangat menentukan kualitas oendidikan yang diselenggarakan. Jangan main paksa, instruksional, dan sejenisnya yang membuat kreativitas dan dinamika akal anak tidak berkembang secara eksploratif.
B.     Pengertian Pendidikan Karakter
Tidak ada yang menyangkal bahwa karakter merupakan aspek yang penting untuk kesuksesan manusia di masa depan. Karakter yang kuat akan membentuk mental yang kuat. Sedangkan mental yang kuat akan melahirkan spirit yang kuat, pantang menyerah, berani mengarungi proses panjang, serta menerjang arus badai yang bergelombang dan berbahaya. (J.M. Asmani,2012:19).
Karakter merupakan titian ilmu pengetahuan dan keterampilan. Pengetahuan tanpa landasan kepribadian yang benar akan menyesatkan, dan keterampilan tanpa kesadaran diri akan menghancurkan. M.Furqon Hidayatullah dalam J.M.Asmani (2012:27) mengemukakan bahwa karakter berasal dari bahasa latin yaitu “dipahat”. Secara harfiah, karakter artinya kualitas mental atau moral, kekuatan moral, nama atau reputasinya.
Menurut Doni Koesoema Albertus dalam J.M.Asmani (2012:28-29) karakter diasosiasikan dengan temperamen yang memberinya sebuah definisi yang menekankan unsur psikososial yang dikaitkan dengan pendidikan dan konteks lingkungan. Karakter juga dipahami dari sudut pandang behavioral yang menekankan unsur somatopsikis yang dimiliki oleh individu sejak lahir. Disini karakter dianggap sama dengan kepribadian. Kepribadian dianggap sebagai ciri atau karakteristik, gaya, sifat khas dari seseorang, yang bersumber dari lingkungan misalnya pengaruh keluarga pada masa kecil dan bawaan seseorang sejak lahir.
Pembentukan karakter merupakan salah satu tujuan pendidikan nasional. Menurut UU Standar Nasional Pendidikan No.20 Tahun 2003 Bab 1 pasal 1(1) Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara”.
Menurut D. Yahya Khan dalam J.M.Asmani (2012:30) Pendidikan karakter mengajarkan kebiasaan cara berpikir dan prilaku yang membantu individu untuk hidup dan bekerja sama sebagai keluarga, masyarakat dan bangsa, serta membantu orang lain membuat keputusan yang dapat dipertanggungjawabkan.
Hasil penelitian di Harvard University, dalam edukasi.kompasiana.com Amerika Serikat, menyatakan bahwaternyata kesuksesan seseorang tidak ditentukan semata-mata oleh pengetahuan dan kemampuan teknis (hard skill), tetapi oleh kemampuan mengelola diri dan orang lain (soft skill). Penelitian ini mengungkapkan bahwa kesuksesan hanya ditentukan sekitr 20% oleh hard skill, dan sisanya (80%) oleh soft skill. Bahkan orang-orang tersukses di dunia bisa berhasil dikarenakan lebih banyak didukung oleh kemampuan soft skill dari pada hard skill. Hal ini mengisyaratkan bahwa mutu pendidikan karakter peserta didik sangat penting untuk ditingkatkan terutama pada usia dini.
Karakter bangsa Indonesia lebih pada pembiasaan perilaku sebagai warisan luhur nenek moyang, salah satunya aspek moral dan nilai-nilai agama. Nilai moral dasar yang dikembangkan pada anak ada sekitar 16 unsur sebagai dasar penanaman karakter meliputi kepedulian dan empati, kerjasama, berani, keteguhan dan komitmen, adil, suka menolong, kejujuran dan integritas, humor, mandiri dan percaya diri, loyalitas, sabar, rasa bangga, banyak akal, respek, tanggungjawab serta toleran. (Schiller & Briyant, 2002).
Perkembangan Moral Kohlberg, Berk, (2008) secara runtut dijabarkan melalui tiga tahap, yaitu
1)      Preconventional, Banyak terjadi pada anak di bawah  enam tahun. Pada tahap ini, perilaku anak hanya dipengaruhi oleh konsekuensi fisik. Anak belum menunjukkan internalisasi nilai-nilai moral dalam hidupnya. Sesuatu dianggap benar dan baik jika menghasilkan hal yang menguntungkan dan menyenangkan secara fisik pada dirinya.  Artinya, anak berperilaku bukan karena sadar pada norma dan etika lingkungan masyarakat, tetapi lebih pada takut dimarah oleh ibu atau untuk mendapat pujian. 
2)      Conventional,  dimana anak berperilaku untuk memperoleh suatu predikat, seperti anak baik, anak ganteng, anak pintar dan sebagainya. Tetapi di  tahap kedua ini anak mulai sadar akan adanya suatu aturan dalam masyarakat. Aturan sederhana yang dipahami anak misalnya tidak buang air kecil di depan pintu.
3)      Postconventional, dimana anak sudah dapat memilih sendiri aktivitasnya dan mampu mempertanggungjawabkan pilihan tersebut.
Memahami ketiga tahapan perkembangan moral di atas, dapat digunakan sebagai acuan dalam menyusun rencana pembiasaan perilaku yang akan ditanamkan sebagai proses membangun karakter. Proses penanaman karakter ini tidak boleh jauh dari prinsip perkembangan yang ada pada anak usia ini. 

C.    Tujuan Pendidikan Karakter
Menurut Said Hamid Hasan dkk, dalam Zubaedi (2012:18), tujuan pendidikan karakter yaitu:
a)      Mengembangkan potensi kalbu/nurani/afektif peserta didik sebagai manusia dan warga negara yang memiliki nilai-nilai karakter bangsa.
b)      Mengembangkan kebiasaan dan perilaku peserta didik yang terpuji dan sejalan dengan nilai-nilai universal dan tradisi budaya bangsa yang religius.
c)      Menanamkan jiwa kepemimpinan dan tanggungjawab peserta didik sebagai generasi penerus bangsa.
d)     Mengembangkan kemampuan peserta didik menjadi manusia yang mandiri, kreatif dan berwawasan kebangsaan.
e)      Mengembangkan kehidupan sekolah sebagai lingkungan belajar yang aman, jujur, penuh kreativitas dan persahabat, dan rasa kebangsaan yang tinggi dan penuh kekuatan (dignity).

D.    Pilar Pendidikan Karakter
Menurut pakar pendidikan, prof Suyanto, Ph.D, terdapat sembilan pilar karakter yang berasal dari nilai-nilai luhur universal manusia, yaitu:
1)      Cinta Tuhan dan segenap ciptaan-Nya
2)      Kemandirian dan tanggung jawab
3)      Kejujuran/amanah
4)      Hormat dan santun
5)      Dermawan, suka tolong-menolong dan gotong royong/ kerja keras.
6)      Percaya diri dan pekerja keras
7)      Kepemimpinan dan keadilan
8)      Baik dan rendah hati
9)      Toleransi, kedamaian dan kesatuan.

E.     Pendekatan Penanaman Karakter Anak Usia Dini
Pendidik anak usia dini memiliki tugas yang sangat kompleks dalam menghadapi anak yang masih muda. Tugas mendidik anak usia dini tidaklah mudah, karena anak belajar dari apa yang dilihat, didengar dan dirasakannya. Sebelum meminta anak brprilaku mmoral yang baik, terlebih dahulu pendidik paud memiliki perilaku positif yang dapat dilihat dan ditiru anak. Sementara pendidikan moral selama ini yang dilakukan disekolah lebih banyak menerapkan konsep dan teori saja. Penerapan dalam bentuk perilaku masih kurang mendapat perhatian. Peran pendidik, terutama pada tingkat PAUD tidak hanya mentransfer knowledge (pengetahuan), namun juga membimbing pada pembentukan perilaku, watak hingga karakter.
Menurut E.Mulyasa dalam Jamal Ma’mur.A (2012:71) mengatakan bahwa, fingsi guru bersifat multifungsi. Ia tidak hanya sebagai pendidik, tetapi juga sebagai pengajar, pembimbing, pelatih, penasihat, pembaru, model dan teladan, pribadi, peneliti, pendorong kreativitas, pembangkit pandangan, pembawa cerita, pemindah kemah, aktor, emansipator, evaluator, pengawet dan kulminator.
Pengembangan nilai moral sebagai dasar membangun karakter anak harus memperhatikan sifat anak itu sendiri. Anak paling mudah mempelajari sesuatu jika melihat dan melakukan sendiri. Hal ini dikarenakan anak masih belajar menggunakan organ sensorinya, dari pada perasaan umum digunakan orang dewasa. Thomas Lickona dalam Zubaedi (2012:77) menggambarkan pendekatan yang digunakan untuk menanamkan nilai moral pada anak yaitu:
1.      Konsep Moral (Moral Knowing)
Ø  Kesadaran Moral (Moral Awareness)
Ø  Pengetahuan nilai moral (Knowing Moral Value)
Ø  Pandangan ke depan (Perspektive Taking)
Ø  Penalaran Moral (Moral Reasoning)
Ø  Pengambilan Keputusan (Decision Making)
Ø  Pengetahuan Diri (Self-Knowledge)
2.      Sikap Moral (Moral Feeling)
ü  Kata Hati (Conscience)
ü  Rasa percaya Diri (Self Esteem)
ü  Empati (Emphaty)
ü  Cinta Kebaikan (Loving The Good)
ü  Pengendalian Diri (Self Control)
ü  Kerendahan Hati (Humility)
3.      Prilaku Moral (Moral Action)
v  Kemampuan (Competence)
v  Kemauan (Will)
v  Kebiasaan (Habit)
Dapat dijelaskan bahwa pendekatan penanaman moral dengan memberikan konsep moral sebagai pengetahuan terlebih dahulu pada anak. Pemberian konsep ini tidak akan bermakna jika tidak dibarengi dengan sikap yang terwujud dalam pemikiran anak. Sikap inipun harus diwujudkan dalam perilaku anak melaui pembiasaan yang dilakukan di rumah maupun disekolah. Anak harus mendapat contoh yang kongkret mengenai moral itu dalam wujud konsep, sikap dan perilaku. Ketiga unsur ini tidak dapat dipisahkan dan diajarkan sendiri-sendiri. Setiap memberikan konsep, pendidik juga menunjukan sikap dan perilaku sesuai dengan konsep yang diajarkannya.
Pemberian konsep moral sebagai bagian karakter pada anak usia dini lebih banyak dilakukan melalui kegiatan-kegiatan bercerita, karyawisata, bernyanyi, dan sajak. Melalui cerita, pendidik dapat mengembangkan nilai-nilai budaya, sosial, agama, etos kerja, dan berbagai konsep moral lainnya agar menjadi sikap yang dapat diwujudkan dalam perilaku anak. Karyawisata merupakan kegiatan untuk memperlihatkan dunia sebenarnya agar anak memperoleh wujud dari konsep moral yang didapatnya. Bernyanyi dan sajak atau syair merupakan dua hal yang banyak terdapat kehidupan anak. Di dalam syair sajak dan lagu dapat diberikan konsep-konsep moral yang akan ditanamkan.
F.     Peran Pendidik PAUD dalam Menanamkan Karakter Anak
Pendidik PAUD tidak hanya tidak hanya berperan pada aspek akademik saja. Pendidik berperan dalam hal pembelajaran (dari proses perencanaan, pelaksanaan, hingga evaluasi), berperan dalam administrasi kelas, dan berperan dalam psikologis anak (pencegahan, penanganan hingga rehabilitas).
Penanaman karakter di sekolah membutuhkan pendidik PAUD yang dapat dijadikan tokoh sekaligus perancang dalam proses pembentukan ini. Beberapa peran pendidik PAUD dalam menanamkan karakter menurut Muh.Nuh Wangid dalam Zubaedi (2012) sebagai berikut:
1)      Pendidik PAUD sebagai Pendidik
Pendidik PAUD bukan sekedar orang yang mentransfer ilmu kepada anak-anak, namun lebih dari itu, merupakan orang yang berperan memberikan konsep ilmu bahkan pembentukan perilaku. Pendidik pada tingkat PAUD secara langsung membuat rancangan pengembangan perilaku pada anak, melaksanakan, dan mengembangkan sehingga menjadi cara hidup anak. Pendidik perlu memahami karakteristik anak sesuai usia, budaya, dan lingkungan.
2)      Pendidik sebagai Manajer Kegiatan Pendidikan Karakter
Berperan dalam mengelola kegiatan yang telah diprogramkan melalui keterlibatan berbagai pihak (siswa, guru, orang tua, kepsek) untuk pelaksanaan pendidikan karakter. Mulai dari program pelayanan dasar yang berupa rancangan kurikulum bimbingan yang berisi tentang pendidikan karakter.
3)      Pendidik Sebagai Panutan
Pendidik merupakan salah satu yang paling dekat dengan anak, karenanya setiap sikap dari pendidik akan dicontoh oleh anak. Anak belum mampu memilih perilaku mana yang boleh ditiru dan yang tidak. Setiap perilaku yang teramati oleh anak dianggapnya sebagai perilaku yang boleh ditiru. Cara peling mudah menanamkan karakter adalah melaui pembiasaan. Keberhailan pembiasaan akanmenentukan keberhasilan pembentukan karakter anak yang berpengaruh pada pembentukan karakter bangsa.
4)      Pendidik Sebagai Perancang Kegiatan
Semua program rancangan pembentukan karakter perlu dirancang dengan baik oleh pendidik agar jelas tujuan dan dapat menggunakan cara yang tepat. Rancangan ini dipadukan dengan program kegiatan sehari-hari anak di sekolah dan di rumah. Materi pembiasaan yang perlu untuk dirancang meliputi kepedulian dan empati, kerjasama, berani, suka menolong, kejujuran dan integritas, mandiri dan percaya diri, sabar, rasa bangga, banyak akal, sikap respek, tanggung jawab, serta toleran. Semua kegiatan ini dapat dirancang dalam kegiatan yang bersifat individu maupun kelompok.
5)      Pendidik sebagai Konsultan dan Mediator
Pendidik PAUD, terutama guru, merupakan orang yang paling benar di mata anak-anak sehingga dijadikan tempat untuk mengadukan segala kesulitan yang dialaminya.  Pendidik dijadikan tempat berbagi paling aman bagi anak. Karenanya pendidik perlu memiliki kemampuan menyelesaikan permasalahan anak ketika mereka mengadu. Jika ada konflik diantara sesama anak, guru perlu mencari tahu sebab konflik tersebut sebelum menyelesaikannya. Disini akan tertanam sikap jujur, berani, dan bertanggung jawab.
Menurut J.M.Asmani (2012:74) Peran utama guru dalam pendidikan karakter yaitu (1)Memberikan keteladanan, keteladanan merupakan faktor yang harus dimiliki seorang guru. (2)Menjadi Inspirator, mampu membangkitkan semangat untuk maju dengan menggerakan segala potensi yang dimiliki untuk meraih prestasi spektakuler bagi diri dan masyarakat. (3)Motivator, mampu membangkitkan spirit, etos kerja, dan potensi yang luar biasa dalam diri peserta didik. (4)Dinamisator, seorang guru tidak hanya membangkitkan semangat, tetapi juga lokomotif yang benar-benar mendorong gerbongnya ke arah tujuan dengan kecepatan, kecerdasan, dan kearifan yang tinggi. (5)Evaluator, guru harus selalu mengevaluasi metode pembelajaran yang selama ini dipakai oleh pendidikan karakter. Selain itu mengevaluasi sikap perilaku yang ditampilkan, dan perjuangan yang digariskan dan agenda yang direncanakan.
Guru memang diharapkam mampu memegang peran sentral dalam pendidikan karakter agar anak didik bisa cepat menemukan bakat terbesarnya, kemudian mengasahnya secara tekun, kreatif, inovatif, dan produktif sehingga tampak dipermukaan dan membawa manfaat bagi banyak orang. Dengan demikian pendidikan menjadi jembatan yang melejitkan potensi individu dan media yang memberikan karya terbaik kepada publik tercinta.



Kesimpulan
Usia dini merupakan masa keemasan (Golden Age) sangat penting bagi perkembangan intelektual, emosi, dan sosial anak di masa dengan memperhatikan dan menghargai keunikan setiap anak. Anak mempunyai lebih kurang 100 milyar sel otak sejak lahir. Sel-sel otak tersebut membutuhkan stimulasi yang tepat agar dapat saling terhubung menjadi jalinan yang padat sebagai tanda seorang anak cerdas. Stimulasi pendidikan yang diberikan dan pola asuh orang tua serta pendidik merupakan salah satu penentu bagi pengoptimalan penggunaan otak ini. 
Oleh karena itu penting dalam menanamkan pendidikan karakter sejak usia dini dan merupakan aspek yang penting untuk menentukan kesuksesan di masa depan serta bisa menjadi generasi penerus bangsa. Karakter yang kuat akan membentuk mental yang kuat. Sedangkan mental yang kuat akan melahirkan spirit yang kuat, pantang menyerah, berani mengarungi proses panjang, serta menerjang arus badai yang bergelombang dan berbahaya. (J.M. Asmani,2012:19).
Dimana pendidikan tidak hanya menjadikan peserta didik menjadi cerdas, akan tetapi harus mempunyai budi pekerti dan sopan santun sehingga keberadaannya sebagai anggota masyarakat menjadi bermakna bagi dirinya.
Saran
Bagi calon pendidik tingkatkanlah kaulitas dan kuantitas dalam mengajar. Internalisasikan pendidikan karakter di setiap pelajaran, sehingga akan menjadi kebiasaan yang kuat pada anak. Bagi pemerintah, sediakanlah sarana dan prasana yang menunjang untuk mewujudkan tujuan dari pendidikan anak usia dini agar bisa mencapai perkembangan aspek kognitif, afektif, dan psikomotik anak secara optimal dan holistik. Bagi masyarakat sekitar, adanya konstribusi positif terhadap pendidikan anak usia dini. Masyarakat dapat mendukung secara positif tentang betapa pentingnya pendidikan karakter sejak usia dini.



DAFTAR PUSTAKA
Albertus, Doni.Koesoema. 2010. Pendidikan Karakter; Strategi Mendidik Anak di Zaman
            Global. Jakarta:Grasindo.
Asmani,J.M. 2009. Manajemen Strategis Pendidikan Anak Usia Dini. Jogjakarta: DIVA
            Press.
                    .2012. Buku panduan Internalisasi Pendidikan Karakter di Sekolah.
            Jogjakarta: DIVA Press.
Feeny, Stephanie et al. 2006. Who I Am In The Lives of Children?. Seven Editon. USA:
            Merril Prentice –Hal inc.
Hasan,Maimunah. 2011. Pendidikan Anak Usia Dini. Jogjakarta: DIVA Press.
Hasan,Said.Hamid.dkk. 2010. Bahan Pelatihan Penguatan Metodologi Pembelajaran
            Berdasarkan Nilai-nilai Budaya untuk Membentuk Daya Saing dan Karakter
            Bangsa. Jakarta: Puskur Balitbang kemendiknas.
Hidayatullah, M.Furqan. 2010. Pendidikan Karakter, Membangun Peradaban Bangsa.
            Surakarta: Yuma Pustaka.
Khan,Yahya. 2010. Pendidikan Karakter berbasis Potensi Diri;Mendongkrak Kualitas
            Pendidikan. Yogyakarta: Pelangi Publishing.
Lickona,Thomas.1989. Education For Character. USA: Bantam Books.
                           Dan E.Scaps dan Lewis. 2003. CEP’s Eleven Principles of Effective
              Character Education. Washintong DC: Character Education Partnership.
Mulyasa,E. 2005. Menjadi Guru Profesional;Menciptakan Pembelajaran Kreatif dan
            Menyenangkan. Bandung:Rosda.
NEST TEAM. 2007. Modul Perkembangan Anak untuk PPAUD. Jakarta: Dir.PAUD
            Kemendiknas
Risnawati, Vivit. 2012. Optimalisasi Pendidikan Karakter Anak Usia Dini melalui Sentra
Main Peran di Taman Kanak-kanak Padang. (Journal Pesona PAUD,Vol.1/No.1. September 2012).
Schiller,Pam & Tamera Bryant. 2002. 16 Moral Dasar Bagi Anak. PT Elex Media
            Kamputindo.
Sujiono,Yuliani.N. 2009. Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta:Indeks.
Zubaedi.2012. Desain Pendidikan Karakter:Konsepsi dan Aplikasinya dalam Lembaga
            Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
UU No.20 Tahun 2003
Edukasi.kompasiana.com, diakses pada 5 juni 2011
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar