Jumat, 04 Juli 2014

bab Haal ilmu nahwu

BAB II
PEMBAHASAN

A.    PENGERTIAN HAAL ( TARIF حال )
الْهَيْئَاتِ مِنَ لِمَاانْبَحَمَ الْمُفَسِّرُ الْمَنْصُوْبُ هُوَالْإِسْمُ
تَعَالٰي وَقَوْلِهِ كِبً رَا يْدٌ نَحْوُجَاءَزَا  عِلِ الْفَا إِمَّامِنَ
  . .مِنْحَاخَٰا فَخَرَجَ
Haal adalah isim Manshub yang menjelaskan keterangan keadaan yang samar. Adakalanya menjelaskan keadaan fa’il. Seperti dalam contoh :
جَاءَزَيْدٌرَاكِبًا = Zaid telah datang seraya berkendaraan
Lafazdh رَاكِبًا berkedudukan sebagai haal dari lafazdh seperti yang terdapat di dalam firman Allah Swt, berikut :
خَٰائِضًا مِنْحَا فَخَرَجَ = “ Maka keluarlah Musa dari kota itu ( Mesir ) dengan rasa takut”. ( Al-Qashash:21).
Lafazd خَٰائِضًا berkedudukan sebagai haal dari fa’il lafazdh خَرَجَ yang menjelaskan keadaan Musa waktu keluarnya.
    وَاَرْسَلْنٰكَ تَعَالٰي مُسَرَّجًاوَقَوْلِهِ الْفَرْسَ نَحْوُرَكِبْتُ  الْمَفْعُوْلِ أَوْمِنَ
.رَاكِبًا عَبْدَاللّٰهِ نَحْوُلَقَيْتُ رَسُوْلًااَوْمِنْحُمَا لِلنَّاسِ                  
Atau menjelaskan keadaan maf’ul, seperti dalam contoh :
مُسَرَّجًا الْفَرْسَ رَكِبْتُ = Aku telah menunggang kuda seraya berpelana.
Lafazh مُسَرَّجًا Berkedudukan sebagai haal dari maf’ul yang menjelaskan keadaan kuda waktu digunakan angkutan di atasnya. Dan seperti yang terdapat dalam firman Allah Swt. Berikut :
رَسُوْلًا لِلنَّاسِ وَاَرْسَلْنٰكَ
Kami mengutusmu menjadi rasul kepada segenap manusia.”(An-Nisa:79)
Lafazh رَسُوْلًا menjadi haal dari maf’ul huruf kaf yang terdapat pada lafazh وَاَرْسَلْنٰكَ. Atau menjelaskan kedua-duanya ( fa’il dan maf’ul ), Seperti dalam contoh :
رَاكِبًا عَبْدَاللّٰهِ لَقَيْتُ = Aku telah bertemu Abdullah seraya berkendaraan.
Yang dimaksud seraya berkendaraan itu ialah bisa aku atau Abdullah, atau kedua-duanya.
B.     SYARAT- SYARAT HAAL DAN CONTOHNYA
 بِنَكِرَةٍ  أُوِّلَ الْمَعْرِفَةِ بِلَفْظِ  وَقَعَ  ةًفَإِنْ إِلَّانَكِرَ الْحَالُ وَلَايَكُوْنُ
.مُنْفَرِدً أَيْ هُ نَحْوُجَاءَزَيْدٌوَحْدَ
1.      Tidaklah terbentuk haal itu kecuali nakirah. Apabila ada haal dengan lafazh ma’rifat, maka harus di-takwil-kan dengan lafazh nakirah, seperti contoh :
جَاءَزَيْدٌوَحْدَهُ =Zaid telah datang sendirian.
Taqdirnya adalah :
جَاءَزَيْدٌمُنْفَرِدًا = Zaid telah datang sendirian

Keterangan :
Lafazh وَحْدَهُ Berkedudukan sebagai haal. Sekalipun lafazhnya menunjukan bentuk ma’rifat, tetapi maknanya di takwil-kan nakirah. Bentuk lengkapnya adalah :
جَاءَزَيْدٌمُنْفَرِدًا = Zaid telah datang sendirian.
نَحْوُبَدَتِ بِمُشْتَقٍّ جَامِدًامُؤَوَّلًا وَقَدْيَقَعُ مُشْتَقًّا كَوْنُهُ وَالْغَالِبُ
 بِضَيْنِ مُتَقَا يَدًابِيَدٍأَيْ وَبِعْتُهُ مُضِيْئَةً، قَمْرًاأَيْ الْجَارِيَةُ
.مُتَرَتَّبَيْنِ وَادْخُلُوْارَجُلًارَجُلًاأَيْ
Kebanyakan haal itu dalam bentuk musytaq, berakar dari mashdar, Misalnya : Lafazh رَاكِبًا Berakar dari lafazh رُكُوْبٌ (mashdar ) dan lafazh خَائِفًا berakar dari lafazh خَوْفٌ . Terkadang haal ada  juga yang berbentuk jamid ( tidak musytaq ), tetapi mengandung makna musytaq, seperti dalam contoh-contoh berikut :
قَمْرًا الْجَارِيَةُ بَدَتِ = Anak perempuan itu tampak bagaikan bulan.
Yang dimaksud dengan bulan ialah bercahaya.
يَدًابِيَدٍ بَعْتُهُ = Aku telah menjual barang itu secara timbang terima.
Yang dimaksud dengan istilah timbang terima ialah jual beli secara kontan.
وَادْخُلُوْارَجُلًارَجُلًا = Masuklah kalian seorang-seorang.
Yang dimaksud dengan seorang –seorang ialah berurutan.
لَيْسَ أَنَّهُ بِمَعْنٰي تَامَّةٍ بَعْدَجُمْلَةٍ أَيْ الْكَلَامِ إِلَّابَعْدَتَمَامِ وَلَايَكُوْنُ
مُسْتَغْنِيًا الْكَلَامُ يَكُوْنَ الْمُرَادُأَنْ اِلجُمْلَةِوَلَيْسَ جُزْأَيْ أَحَدَ
.مَرَحًا الَارْضِ فِيْ وَلَاتَمْشِ : تَعَلَي قَوْلِهِ عَنْحَابِدَلِيْلِ
2.      Tidaklah terbentuk haal itu kecuali harus sesudah sempurna kalam-nya, yakni sesudah jumlah (kalimat) yang sempurna, dengan makna bahwa lafazh haal itu tidak termasuk salah satu dari kedua bagian lafazh jumlah, tetapi tidak juga yang dimaksud bahwa keadaan kalam itu cukup dari haal ( tidak membutuhkan haal ) dengan berlandaskan firman Allah Swt :
مَرَحًا الَارْضِ فِيْ وَلَاتَمْشِ
Dan janganlah kamu berjalan di muka bumi ini dengan sombong”. (Al-Isra`:37)
 الأَمْثِلَةِ فِيْ كَمَاتَقَدَّمَ إِلَّامَعْرِفَةً الْحَالِ صَاحِبُ يَكُوْنُ وَلَا
تَعَليٰ وَقَوْلِهِ الدَّارِجَالِسًارَجُلٌ نَحْوُفِي بِمُسَوِّغٍ أَوْنَكِرَةً
يَةٍ قَرْ وَماَٰاَهْلَكْنَامِنْ تَعَلَي وَقَوْلِهِ اءً`سَوَ اَرْبَعَةِاَيَّامٍ ` فِيْ
. اِلَّالَهَامُنذِرُوْنَ
3.      Tidak ada shaibul haal ( Pelaku haal ) kecuali harus dalam bentuk ma’rifat, sebagaimana yang telah dikemukakan pada contoh-contoh tadi atau dalam bentuk nakirah bila ada haal yang membolehkannya, yaitu : Hendaknya haal mendahului nakirah. Hendaknya nakirah di-takhshish oleh idhafah dan hendaknya shahibul haal nakirah terletak sesudah nafi. Contoh haal yang mendahului nakirah seperti :
الدَّارِجَالِسًارَجُلٌ فِي = Didalam rumah itu terdapat seorang laki-laki sedang duduk.
Lafazh جَالِسًا berkedudukan sebagai haal dari lafazh رَجُلٌ . Contoh shahibul haal yang di-takhshish oleh idhafah seperti yang terdapat di dalam firman Allah Swt. Berikut :

سَوَٰاءً اَيَّامٍ  اَرْبَعَةِ فِيْٰ
Dalam empat hari yang genap”. ( Fushshilat:10)
Lafazh سَوَٰاءً berkedudukan sebagai haal dari lafazh اَرْبَعَةِ . Contoh lainnya ialah firman Allah Swt :
اِلَّالَهَامُنذِرُوْنَ قَرْيَةٍ وَمَٰااَهْلَكْنَامِنْ
Dan kami tidak membinasakan sesuatu negeri pun, melainkan sesudah ada baginya orang-orang yang memberi peringatan”, (Asy-Syu’ra:208)
Lafazh  لَهَامُنْذِرُوْنَ adalah jumlah ismiyyah yang berkedudukan sebagai haal dari lafazh قَرْيَةٍ . Keberadaannya sebagai haal dari shahibul haal yang nakirah dianggap sah karena ada huruf nafi yang mendahuluinya.
مُصَدِّقًابِالنَّصْبِ عِنْدِاللّٰهِ مِّنْ كِتٰبٌ وَلَمَّاجَٰاءَهُمْ بَعْضِحِمْ وَقِرَاءَةُ
Dan qiraat (bacaan) sebagian mereka (ulama) lafazh مُصَدِّقًا pada ayat berikut bacaanya dengan nashab, yaitu :
مُصَدِّقًا عِنْدِاللّٰهِ مِّنْ كِتٰبٌ وَلَمَّاجَٰاءَهُمْ
“Dan setelah datang kepada mereka Al-Quran dari Allah yang membenarkan”. (Al-Baqarah:89)
Lafazh مُصَدِّقًا berkedudukan sebagai haal dari lafazh كِتَابٌ yang nakirah karena di-takhshish oleh zharaf, yaitu : عِنْدِاللّٰهِ مِنْ.
وَجَارًّا ، بِ السَّحَا بَيْنَ نَحْوُرَأَيْتُالْهِلَالَ ظَرْفًا الْحَالُ وَيَقَعُ
 وَيَتَعَلَّقَانِ ، زِيْنَتِهِ فِيْ قَوْمِهِ عَلٰي وَمَجْرُوْرًانَحْوُفَخَرَجَ
.وُجُوْبًا مَحْذُوْفَيْنِ بِمُسْتَقِرٍّأَوِاسْتَقَرَّ
Haal itu ada yang berbentuk zharaf, seperti dalam contoh :
السَّحَابِ بَيْنَ الْهِلَالَ رَأَيْتُ = Aku telah melihat bulan di antara awan.
Lafazh بَيْنَ adalah zharaf makanan yang berkedudukan sebagai haal dari lafazh الْهِلَالَ .Ada juga yang berbentuk jar dan majrur, seperti yang terdapat di dalam firman Allah Swt . sebagai berikut :
.زِيْنَتِهِ فِيْ قَوْمِهِ عَلٰي فَخَرَجَ
“Maka keluarlah karun kepada kaumnya dalam kemegahannya”.(Al-Qashash:79)
Lafazh زِيْنَتِهِ فِيْ berkedudukan sebagai haal dari dhamir yang terkandung di dalam lafazh خَرَجَ . Keduanya yang berbentuk zharaf dan yang berbentuk jar-majrur berkaitan dengan laafazh مُسْتَقِرٌّ (isim fa’il) atau اِسْتَقَرَّ (fi’il madhi), kedua-duanya tersimpan secara wajib. Bentuk lengkap ayat tersebut adalah :
زِيْنَتِهِ مُسْتَقِرًّافِيْ قَوْمِهِ عَلٰي فَخَرَجَ
نَحْوُخَرَجُوْامِنْ بِالْوَاوِوَالضَّمِيْرِ مُرْتَبِطَةً  خَبَرِيَةً جُمْلَةً وَيُقَعُ
  نَحْوُاِهْبِطُوْابَعْضُكُمْ أَوْبِالضَّمِيْرِفَقَطْ . اُلُوْفٌ وَهُمْ دِيَارِهِمْ
.عُصْبَةٌ وَنَحْنُ الذِّئْبُ اَكَلَهُ أَوْبِالْوَاوِنَحْوُلَئِنْ ، عَدُوٌّ لِبَعْضٍ
Ada pula yang berbentuk jumlah khabariyyah (kalimat berita) yang berkaitan dengan wawu dan dhamir (sekaligus). Contohnya seperti yang terdapat di dalam firman Allah Swt. Berikut ini :
اُلُوْفٌ وَهُمْ  دِيٰرَهِمْ  خَرَجُوْامِنْ
“ Mereka itu keluar dari kampung halaman mereka, sedang mereka beribu-ribu (jumlahnya)”. (Al-Baqarah:243)
Jumlah atau kalimat اُلُوْفٌ وَهُمْ berkedudukan sebagai haal dari fa’il lafazh خَرَجُوْا yang berkaitan dengan dhamir saja, seperti yang terdapat di dalam firman Allah Swt berikut :
عَدُوٌّ لِبَعْضٍ اِهْبِطُوْابَعْضُكُمْ
“Turunlah kamu! Sebahagiaan kalian menjadi musuh bagi yang lain”. (Al-Baqarah:36)
Lafazh بَعْضُكُمْ berkedudukan menjadi mubtada dan lafazh عَدُوٌّ menjadi khabar-nya, sedangkan lafazh لِبَعْضٍ berkaitan dengan khabar dan jumlah mubtada dan khabar menjadi haal dari fa’il lafazh اِهْبِطُوْا , yaitu lafazh أَنْتُمْ yang tersimpan. Atau berkaitan dengan wawu (saja), seperti yang terdapat di dalam firman Allah Swt berikut :
عُصْبَةٌ وَنَحْنُ الذِّئْبُ اَكَلَهُ لَئِنْ
“Jika ia benar-benar dimakan serigala, sedang kami golongan (yang kuat)”. (Yusuf:14)
Jumlah atau kalimat عُصْبَةٌ وَنَحْنُ berkedudukan sebagai haal dari lafazh الذِّئْبُ yang berkaitan dengan wawu saja.
Kata Nazhim :
الْهَيْئَاتِ مُفَسِّرٌلِمُبْحَمِ  اٰتِيْ ذُوانْتِصَابٍ وَصْفٌ اَلْحَالُ
Haal adalah washf (sifat) yang di nashob-kan yang berfungsi menjelaskan keadaan yang samar.
مُؤَخَّرً بِهِ وَغَالِبًايُؤْتٰي  مُنَكَّرً بِهِ يُؤْتٰي وَاِنَّمَا
Sesungguhnya keberadaan haal itu dinakirahkan dan pada ghaib-nya ( Umumnya ) diakhirkan (letaknya).
C.     PEMBAGIAN HAAL DAN CONTOHNYA
Haal ada 3 yaitu :
1.      Haal Mufrad ( مُفْرَد  حَلْ ) المشتق  الإسم
Contoh :
مَسْرُوْرًا اَهْلِهِ اِلَي وَيَنْقَلِبُ
Artinya : Dan dia kembali kepada kaumnya dengan gembira ( Q.S. Al-Istyqaq : 9 )
مَاشِيًا  الْمَسْجِدِ  إِلَي عَلِيٌّ ذَهَبَ : الفاعلي إِسم . ~
Ali pergi ke masjid dengan jalan kaki
مَسْرُوْرَاتْ الفَائِزَاتُ قَامَتْ : مفعول إسم . ~
Para pemenang wanita berdiri dengan senang
طِمَةَ فَا زُرْتُ : الفاعل بَاسم المشبّهات الصفة . ~
فَرِحَةً
Saya mendatangi Fatimah dalam keadaan riang gembira
مكْسَالاً الْكِتَابَ قَرَأَالْجَاهِلُ : المبالغة صيغة . ~
Orang bodoh itu membaca buku dalam keadaan sangat malas

مِنِّي اَسْرَعَ عَلِيٌّ هَرَبَ : تفضيل سم إِ. ~
2.      Haal Jumlah
Contoh :
أُالدَّرْسَ يَبْدَ اْلأُسْتَاذَ رَأَيْتُ
Saya melihat bapak guru memulai pelajaran.
Syarat haal jumlah adalah mengandung rabith (penghubung) yang menghubungkan hal dengan shahibul hal. Rabith ini berupa dhamir dan wawu.
Ø  Dhamir
  يَمْشُوْنَ الطَّالِبُوْنَ حَضُرَ
Para pelajar datang dengan berjalan kaki.
Ø  Wawu
سُكَارٰيُ  وَأَنْتُمْ الصَّلَاةَ لَاتَقْرَبُوْ
Janganlah kamu semua mendekati shalat padahal kamu semua dalam keadaan mabuk. (Q.S. An-Nisa : 43 )
3.      Haal Shahibul jumlah
Contoh :
حَوْلَهُ الْمِصْبَاحُ يُضِيْئُ
Lampu menerangi sekitarnya

( الجامد الإسم )مفرد حال *
رَجُلًارَجُلًا القَوْمُ جَاءَ
Kaum itu datang seorang – seorang

الجملة حال *
السَّيَّارَةَ يَرْكَبُ  اَحْمَدُ ذَهَبَ
Ahmad pergi naik mobil
فَرِحَةٌ هِيَ وَ فَاطِمَةَ زُرْتُ
Saya mendatangi Fatimah, sedangkan dia dalam keadaan riang gembira


























PENUTUP
KESIMPULAN
Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa haal adalah isim Manshub yang menjelaskan keterangan keadaan yang samar. Adakalanya menjelaskan keadaan fa’il. Hal terbagi jadi dua yaitu : Hal Muakkidah, sebagai pengokohan yaitu tidak ada makna lain selain sebagai taukid. Hal Mubayyinah, sebagai penjelasan yakni sifat Fadhalah/Sambilan yang dinashobkan untuk menerangkan tingkah atau gaya shohibul-haal ketika terjadinya pekerjaan utama. Dimana syarat-syarat haal terbagi tiga yaitu : Tidaklah terbentuk haal itu kecuali nakirah. Apabila ada haal dengan lafazh ma’rifat, maka harus di-takwil-kan dengan lafazh nakirah. Tidaklah terbentuk haal itu kecuali harus sesudah sempurna kalam-nya. Tidak ada shaibul haal ( Pelaku haal ) kecuali harus dalam bentuk ma’rifat. Sehingga penting bagi kita untuk mempelajari Bab haal lebih lanjut.
Demikianlah makalah yang saya sampaikan, semoga dapat bermanfaat bagi penulis pada khususnya dan pembaca pada umumnya, terutama lebih menambah pengetahuan kita tentang kaidah-kaidah ilmu nahwu. Saya menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, maka saran dan kritik yang konstruktif sangat saya harapkan demi perbaikan dikemudian hari.









DAFTAR PUSTAKA

Anwar,Moch.2012. Ilmu Nahwu Terjemahan Matan Al-Ajurumiyyah dan
           ‘Imirthy Berikut Penjelasannya. Sinar Baru Algensindo:Bandung.
Munawari,Akhmad. 2003. Belajar Cepat Tata Bahasa Arab. Nurma Media
           Idea:Yogyakarta.
Sukamto,Imaduddin,Akhmad Munawari. 2000. Tata Bahasa Arab
           Sistematis. Nuansa Aksara Group:Yogyakarta.
Tsaqib. “Bab Haal”. 2011. Diakses dari : http://tsaqibpermata.blogspot.
          com /2011/09/bab-haal.html.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar