BAB
II
PEMBAHASAN
A.
PENGERTIAN
HAAL ( TARIF حال )
الْهَيْئَاتِ مِنَ لِمَاانْبَحَمَ الْمُفَسِّرُ الْمَنْصُوْبُ
هُوَالْإِسْمُ
تَعَالٰي وَقَوْلِهِ كِبً رَا يْدٌ نَحْوُجَاءَزَا عِلِ الْفَا إِمَّامِنَ
. .مِنْحَاخَٰا
فَخَرَجَ
Haal
adalah isim Manshub yang menjelaskan keterangan keadaan yang samar.
Adakalanya menjelaskan keadaan fa’il. Seperti dalam contoh :
جَاءَزَيْدٌرَاكِبًا
=
Zaid telah datang seraya berkendaraan
Lafazdh
رَاكِبًا
berkedudukan sebagai haal dari lafazdh seperti yang terdapat di dalam firman
Allah Swt, berikut :
خَٰائِضًا
مِنْحَا فَخَرَجَ = “ Maka keluarlah Musa dari kota itu ( Mesir )
dengan rasa takut”. ( Al-Qashash:21).
Lafazd
خَٰائِضًا
berkedudukan
sebagai haal dari fa’il lafazdh خَرَجَ yang
menjelaskan keadaan Musa waktu keluarnya.
وَاَرْسَلْنٰكَ
تَعَالٰي مُسَرَّجًاوَقَوْلِهِ الْفَرْسَ نَحْوُرَكِبْتُ الْمَفْعُوْلِ أَوْمِنَ
.رَاكِبًا عَبْدَاللّٰهِ نَحْوُلَقَيْتُ رَسُوْلًااَوْمِنْحُمَا
لِلنَّاسِ
Atau
menjelaskan keadaan maf’ul, seperti dalam contoh :
مُسَرَّجًا
الْفَرْسَ رَكِبْتُ =
Aku telah menunggang kuda seraya berpelana.
Lafazh
مُسَرَّجًا
Berkedudukan
sebagai haal dari maf’ul yang menjelaskan keadaan kuda waktu digunakan angkutan
di atasnya. Dan seperti yang terdapat dalam firman Allah Swt. Berikut :
رَسُوْلًا لِلنَّاسِ وَاَرْسَلْنٰكَ
“ Kami mengutusmu menjadi rasul kepada segenap
manusia.”(An-Nisa:79)
Lafazh
رَسُوْلًا
menjadi
haal dari maf’ul huruf kaf yang terdapat pada lafazh وَاَرْسَلْنٰكَ.
Atau
menjelaskan kedua-duanya ( fa’il dan maf’ul ), Seperti dalam contoh :
رَاكِبًا
عَبْدَاللّٰهِ لَقَيْتُ = Aku telah bertemu Abdullah seraya
berkendaraan.
Yang
dimaksud seraya berkendaraan itu ialah bisa aku atau Abdullah, atau
kedua-duanya.
B. SYARAT- SYARAT HAAL DAN CONTOHNYA
بِنَكِرَةٍ
أُوِّلَ الْمَعْرِفَةِ بِلَفْظِ وَقَعَ ةًفَإِنْ
إِلَّانَكِرَ الْحَالُ وَلَايَكُوْنُ
.مُنْفَرِدً أَيْ هُ نَحْوُجَاءَزَيْدٌوَحْدَ
1. Tidaklah
terbentuk haal itu kecuali nakirah. Apabila ada haal dengan lafazh ma’rifat,
maka harus di-takwil-kan dengan lafazh
nakirah, seperti contoh :
جَاءَزَيْدٌوَحْدَهُ =Zaid telah datang sendirian.
Taqdirnya adalah :
جَاءَزَيْدٌمُنْفَرِدًا =
Zaid telah datang sendirian
Keterangan
:
Lafazh وَحْدَهُ Berkedudukan
sebagai haal. Sekalipun lafazhnya menunjukan bentuk ma’rifat, tetapi maknanya
di takwil-kan nakirah. Bentuk
lengkapnya adalah :
جَاءَزَيْدٌمُنْفَرِدًا =
Zaid telah datang sendirian.
نَحْوُبَدَتِ بِمُشْتَقٍّ
جَامِدًامُؤَوَّلًا وَقَدْيَقَعُ مُشْتَقًّا كَوْنُهُ وَالْغَالِبُ
بِضَيْنِ مُتَقَا يَدًابِيَدٍأَيْ وَبِعْتُهُ مُضِيْئَةً،
قَمْرًاأَيْ الْجَارِيَةُ
.مُتَرَتَّبَيْنِ وَادْخُلُوْارَجُلًارَجُلًاأَيْ
Kebanyakan haal itu dalam bentuk
musytaq, berakar dari mashdar, Misalnya : Lafazh رَاكِبًا Berakar
dari lafazh رُكُوْبٌ (mashdar ) dan lafazh خَائِفًا
berakar
dari lafazh خَوْفٌ . Terkadang haal ada
juga yang berbentuk jamid ( tidak musytaq
), tetapi mengandung makna musytaq, seperti dalam contoh-contoh
berikut :
قَمْرًا الْجَارِيَةُ بَدَتِ =
Anak perempuan itu tampak bagaikan bulan.
Yang dimaksud dengan bulan ialah
bercahaya.
يَدًابِيَدٍ بَعْتُهُ =
Aku telah menjual barang itu secara
timbang terima.
Yang dimaksud dengan istilah timbang
terima ialah jual beli secara kontan.
وَادْخُلُوْارَجُلًارَجُلًا =
Masuklah kalian seorang-seorang.
Yang dimaksud dengan seorang –seorang
ialah berurutan.
لَيْسَ أَنَّهُ بِمَعْنٰي
تَامَّةٍ بَعْدَجُمْلَةٍ أَيْ الْكَلَامِ إِلَّابَعْدَتَمَامِ وَلَايَكُوْنُ
مُسْتَغْنِيًا الْكَلَامُ
يَكُوْنَ الْمُرَادُأَنْ اِلجُمْلَةِوَلَيْسَ جُزْأَيْ أَحَدَ
.مَرَحًا الَارْضِ فِيْ وَلَاتَمْشِ
:
تَعَلَي قَوْلِهِ عَنْحَابِدَلِيْلِ
2. Tidaklah terbentuk haal itu kecuali harus sesudah sempurna kalam-nya, yakni
sesudah jumlah (kalimat) yang
sempurna, dengan makna bahwa lafazh haal itu
tidak termasuk salah satu dari kedua bagian lafazh jumlah, tetapi tidak juga yang dimaksud bahwa keadaan kalam itu cukup dari haal ( tidak membutuhkan haal ) dengan
berlandaskan firman Allah Swt :
مَرَحًا الَارْضِ فِيْ وَلَاتَمْشِ
“Dan
janganlah kamu berjalan di muka bumi ini dengan sombong”. (Al-Isra`:37)
الأَمْثِلَةِ فِيْ كَمَاتَقَدَّمَ إِلَّامَعْرِفَةً
الْحَالِ صَاحِبُ يَكُوْنُ وَلَا
تَعَليٰ وَقَوْلِهِ الدَّارِجَالِسًارَجُلٌ
نَحْوُفِي بِمُسَوِّغٍ أَوْنَكِرَةً
يَةٍ قَرْ وَماَٰاَهْلَكْنَامِنْ
تَعَلَي وَقَوْلِهِ اءً`سَوَ اَرْبَعَةِاَيَّامٍ ` فِيْ
. اِلَّالَهَامُنذِرُوْنَ
3. Tidak
ada shaibul haal ( Pelaku
haal ) kecuali harus dalam bentuk
ma’rifat,
sebagaimana yang telah dikemukakan pada contoh-contoh tadi atau dalam bentuk nakirah
bila ada haal yang membolehkannya, yaitu : Hendaknya haal mendahului nakirah. Hendaknya nakirah di-takhshish oleh idhafah dan hendaknya shahibul haal nakirah terletak
sesudah nafi. Contoh haal yang mendahului nakirah seperti :
الدَّارِجَالِسًارَجُلٌ فِي
=
Didalam rumah itu terdapat seorang
laki-laki sedang duduk.
Lafazh
جَالِسًا
berkedudukan
sebagai haal dari lafazh رَجُلٌ .
Contoh shahibul haal yang di-takhshish oleh idhafah seperti yang
terdapat di dalam firman Allah Swt. Berikut :
سَوَٰاءً اَيَّامٍ اَرْبَعَةِ فِيْٰ
“Dalam empat hari yang genap”. ( Fushshilat:10)
Lafazh سَوَٰاءً berkedudukan
sebagai haal dari lafazh اَرْبَعَةِ .
Contoh lainnya ialah firman Allah Swt :
اِلَّالَهَامُنذِرُوْنَ قَرْيَةٍ
وَمَٰااَهْلَكْنَامِنْ
“Dan kami tidak membinasakan sesuatu negeri
pun, melainkan sesudah ada baginya orang-orang yang memberi peringatan”,
(Asy-Syu’ra:208)
Lafazh لَهَامُنْذِرُوْنَ adalah
jumlah
ismiyyah yang berkedudukan sebagai
haal dari lafazh قَرْيَةٍ . Keberadaannya
sebagai haal dari shahibul haal yang nakirah dianggap sah karena ada
huruf nafi yang mendahuluinya.
مُصَدِّقًابِالنَّصْبِ عِنْدِاللّٰهِ
مِّنْ كِتٰبٌ وَلَمَّاجَٰاءَهُمْ بَعْضِحِمْ وَقِرَاءَةُ
Dan
qiraat
(bacaan) sebagian mereka (ulama) lafazh مُصَدِّقًا pada
ayat berikut bacaanya dengan nashab, yaitu :
مُصَدِّقًا عِنْدِاللّٰهِ
مِّنْ كِتٰبٌ وَلَمَّاجَٰاءَهُمْ
“Dan setelah datang kepada mereka
Al-Quran dari Allah yang membenarkan”. (Al-Baqarah:89)
Lafazh مُصَدِّقًا berkedudukan
sebagai haal dari lafazh كِتَابٌ yang
nakirah
karena di-takhshish oleh zharaf, yaitu :
عِنْدِاللّٰهِ مِنْ.
وَجَارًّا ، بِ السَّحَا
بَيْنَ نَحْوُرَأَيْتُالْهِلَالَ ظَرْفًا الْحَالُ وَيَقَعُ
وَيَتَعَلَّقَانِ ، زِيْنَتِهِ فِيْ قَوْمِهِ عَلٰي
وَمَجْرُوْرًانَحْوُفَخَرَجَ
.وُجُوْبًا مَحْذُوْفَيْنِ
بِمُسْتَقِرٍّأَوِاسْتَقَرَّ
Haal itu ada yang berbentuk zharaf,
seperti dalam contoh :
السَّحَابِ بَيْنَ الْهِلَالَ
رَأَيْتُ = Aku telah
melihat bulan di antara awan.
Lafazh بَيْنَ adalah
zharaf
makanan yang berkedudukan sebagai haal dari lafazh الْهِلَالَ
.Ada
juga yang berbentuk jar dan majrur, seperti yang terdapat di
dalam firman Allah Swt . sebagai berikut :
.زِيْنَتِهِ فِيْ قَوْمِهِ
عَلٰي فَخَرَجَ
“Maka keluarlah karun kepada
kaumnya dalam kemegahannya”.(Al-Qashash:79)
Lafazh زِيْنَتِهِ فِيْ berkedudukan
sebagai haal dari dhamir yang terkandung di dalam
lafazh خَرَجَ
.
Keduanya yang berbentuk zharaf dan yang berbentuk jar-majrur
berkaitan dengan laafazh مُسْتَقِرٌّ (isim
fa’il) atau اِسْتَقَرَّ (fi’il
madhi), kedua-duanya tersimpan secara wajib. Bentuk lengkap ayat
tersebut adalah :
زِيْنَتِهِ مُسْتَقِرًّافِيْ
قَوْمِهِ عَلٰي فَخَرَجَ
نَحْوُخَرَجُوْامِنْ بِالْوَاوِوَالضَّمِيْرِ
مُرْتَبِطَةً خَبَرِيَةً جُمْلَةً وَيُقَعُ
نَحْوُاِهْبِطُوْابَعْضُكُمْ أَوْبِالضَّمِيْرِفَقَطْ
. اُلُوْفٌ وَهُمْ دِيَارِهِمْ
.عُصْبَةٌ وَنَحْنُ الذِّئْبُ
اَكَلَهُ أَوْبِالْوَاوِنَحْوُلَئِنْ ، عَدُوٌّ لِبَعْضٍ
Ada pula yang berbentuk jumlah khabariyyah
(kalimat berita) yang berkaitan dengan wawu
dan dhamir (sekaligus). Contohnya
seperti yang terdapat di dalam firman Allah Swt. Berikut ini :
اُلُوْفٌ وَهُمْ دِيٰرَهِمْ خَرَجُوْامِنْ
“ Mereka itu keluar dari kampung
halaman mereka, sedang mereka beribu-ribu (jumlahnya)”. (Al-Baqarah:243)
Jumlah atau kalimat اُلُوْفٌ
وَهُمْ
berkedudukan
sebagai haal dari fa’il lafazh
خَرَجُوْا yang berkaitan dengan dhamir saja, seperti yang
terdapat di dalam firman Allah Swt berikut :
عَدُوٌّ لِبَعْضٍ اِهْبِطُوْابَعْضُكُمْ
“Turunlah kamu! Sebahagiaan kalian
menjadi musuh bagi yang lain”.
(Al-Baqarah:36)
Lafazh بَعْضُكُمْ berkedudukan
menjadi mubtada dan lafazh عَدُوٌّ menjadi
khabar-nya, sedangkan lafazh لِبَعْضٍ berkaitan
dengan khabar dan jumlah mubtada dan
khabar menjadi haal dari fa’il lafazh
اِهْبِطُوْا , yaitu lafazh أَنْتُمْ yang
tersimpan. Atau berkaitan dengan wawu (saja), seperti yang terdapat di dalam
firman Allah Swt berikut :
عُصْبَةٌ وَنَحْنُ الذِّئْبُ
اَكَلَهُ لَئِنْ
“Jika ia benar-benar dimakan
serigala, sedang kami golongan (yang kuat)”. (Yusuf:14)
Jumlah atau kalimat عُصْبَةٌ
وَنَحْنُ berkedudukan sebagai haal dari lafazh الذِّئْبُ yang
berkaitan dengan wawu saja.
Kata Nazhim :
الْهَيْئَاتِ مُفَسِّرٌلِمُبْحَمِ
اٰتِيْ
ذُوانْتِصَابٍ وَصْفٌ اَلْحَالُ
Haal
adalah washf (sifat) yang di nashob-kan yang berfungsi menjelaskan
keadaan yang samar.
مُؤَخَّرً بِهِ وَغَالِبًايُؤْتٰي
مُنَكَّرً
بِهِ يُؤْتٰي وَاِنَّمَا
Sesungguhnya
keberadaan haal itu dinakirahkan dan pada ghaib-nya ( Umumnya ) diakhirkan
(letaknya).
C.
PEMBAGIAN HAAL DAN CONTOHNYA
Haal
ada 3 yaitu :
1.
Haal Mufrad (
مُفْرَد حَلْ ) المشتق الإسم
Contoh
:
مَسْرُوْرًا
اَهْلِهِ اِلَي وَيَنْقَلِبُ
Artinya : Dan dia kembali kepada
kaumnya dengan gembira ( Q.S. Al-Istyqaq : 9 )
مَاشِيًا
الْمَسْجِدِ إِلَي عَلِيٌّ ذَهَبَ : الفاعلي إِسم . ~
Ali pergi ke masjid dengan jalan kaki
مَسْرُوْرَاتْ
الفَائِزَاتُ قَامَتْ : مفعول إسم . ~
Para pemenang wanita berdiri dengan
senang
طِمَةَ فَا زُرْتُ : الفاعل بَاسم المشبّهات
الصفة . ~
فَرِحَةً
Saya mendatangi Fatimah dalam keadaan
riang gembira
مكْسَالاً
الْكِتَابَ قَرَأَالْجَاهِلُ : المبالغة صيغة . ~
Orang bodoh itu membaca buku dalam
keadaan sangat malas
مِنِّي اَسْرَعَ عَلِيٌّ هَرَبَ : تفضيل سم
إِ. ~
2.
Haal Jumlah
Contoh
:
أُالدَّرْسَ
يَبْدَ اْلأُسْتَاذَ رَأَيْتُ
Saya
melihat bapak guru memulai pelajaran.
Syarat
haal jumlah adalah mengandung rabith (penghubung) yang menghubungkan hal dengan
shahibul hal. Rabith ini berupa dhamir dan wawu.
Ø Dhamir
يَمْشُوْنَ الطَّالِبُوْنَ حَضُرَ
Para pelajar datang
dengan berjalan kaki.
Ø Wawu
سُكَارٰيُ وَأَنْتُمْ الصَّلَاةَ لَاتَقْرَبُوْ
Janganlah
kamu semua mendekati shalat padahal kamu semua dalam keadaan mabuk. (Q.S.
An-Nisa : 43 )
3.
Haal Shahibul jumlah
Contoh
:
حَوْلَهُ
الْمِصْبَاحُ يُضِيْئُ
Lampu
menerangi sekitarnya
(
الجامد الإسم )مفرد حال *
رَجُلًارَجُلًا
القَوْمُ جَاءَ
Kaum
itu datang seorang – seorang
الجملة
حال *
السَّيَّارَةَ
يَرْكَبُ اَحْمَدُ ذَهَبَ
Ahmad
pergi naik mobil
فَرِحَةٌ
هِيَ
وَ فَاطِمَةَ زُرْتُ
Saya
mendatangi Fatimah, sedangkan dia dalam keadaan riang gembira
PENUTUP
KESIMPULAN
Dari pembahasan di atas dapat
disimpulkan bahwa haal adalah isim
Manshub yang menjelaskan keterangan keadaan yang samar. Adakalanya
menjelaskan keadaan fa’il. Hal terbagi jadi dua yaitu : Hal Muakkidah, sebagai
pengokohan yaitu tidak ada makna lain selain sebagai taukid. Hal Mubayyinah,
sebagai penjelasan yakni sifat Fadhalah/Sambilan yang dinashobkan untuk
menerangkan tingkah atau gaya shohibul-haal ketika terjadinya pekerjaan utama.
Dimana syarat-syarat haal terbagi tiga yaitu : Tidaklah terbentuk haal itu
kecuali nakirah. Apabila ada haal dengan lafazh ma’rifat, maka harus
di-takwil-kan dengan lafazh nakirah. Tidaklah terbentuk haal itu kecuali harus sesudah sempurna kalam-nya. Tidak ada shaibul haal ( Pelaku haal ) kecuali
harus dalam bentuk ma’rifat. Sehingga
penting bagi kita untuk mempelajari Bab haal lebih lanjut.
Demikianlah makalah yang saya sampaikan,
semoga dapat bermanfaat bagi penulis pada khususnya dan pembaca pada umumnya,
terutama lebih menambah pengetahuan kita tentang kaidah-kaidah ilmu nahwu. Saya
menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, maka saran dan kritik
yang konstruktif sangat saya harapkan demi perbaikan dikemudian hari.
DAFTAR PUSTAKA
Anwar,Moch.2012.
Ilmu Nahwu Terjemahan Matan Al-Ajurumiyyah dan
‘Imirthy Berikut Penjelasannya.
Sinar Baru Algensindo:Bandung.
Munawari,Akhmad.
2003. Belajar Cepat Tata Bahasa Arab.
Nurma Media
Idea:Yogyakarta.
Sukamto,Imaduddin,Akhmad
Munawari. 2000. Tata Bahasa Arab
Sistematis. Nuansa
Aksara Group:Yogyakarta.
com /2011/09/bab-haal.html.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar