Jumat, 04 Juli 2014

keragaman dan kesetaraan manusia

MANUSIA, KERAGAMAN DAN KESETARAAN
Manusia pada hakikatnya merupakan makhluk individu atau pribadi yang memiliki perbedaan satu sama lain. Adanya perbedaan itulah yang melahirkan keragaman. Selain sebagai makhluk individu , manusia juga makhluk sosial. Dengan demikian, keragaman terjadi tidak hanya pada tingkat individu, tetapi juga pada tingkat sosial atau kelompok. Misalnya suku, ras, golongan, afilasi politik, umur, wilayah, jemis kelamin dan lain-lain.
Keragaman bukan berarti tidak setara atau sederajat. Keragaman tetaplah menyimpan makna perlunya kesetaraan atau kesedarajatan antara manusia  atau kelompok yang beragama tersebut. Pandangan bahwa manusia diciptakan sederajat dengan manusia yang lain. Kesetaraan dan kesedarajatan ini berimplikasi pada pengakuan dan jaminan yang sama dari manusia atau kelompok dalam memenuhi hak dan kebutuhan hidupnya. Demikian pula adanya kewajiban dan tuntutan –tuntutan yang sama untuk mengikuti norma dan tertib sosial maupun hukum yang berlaku.
A.    HAKIKAT KERAGAMAN DAN KESETARAAN MANUSIA
1.      Makna Keragaman Manusia
Keragaman berasal dari kata ragam. Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), ragam berarti(1) sikap, tingkah laku, cara, (2)macam, jenis, (3) musik lagu, langgam, (4) warna, corak (5) laras (tata bahasa). Dari pengertian di atas keragaman lebih menunjukan kepada Jenis/ macam.
Keragaman manusia bukan berarti manusia sama dengan hewan atau tumbuhan. Manusia sebagai makhluk Tuhan tetaplah berjenis satu. Keragaman manusia dimaksudkan bahwa setiap manusia memiliki perbedaan. Perbedaan itu ada karena manusia adalah makhluk individu yang setiap individu memiliki ciri-ciri khas tersendiri. Perbedaan itu terutama ditinjau fari sifat-sifat pribadi misalnya sikap, watak, hasrat., kelakuan , temperamen.
Selain makhlluk individu juga sebagai makhluk sosial yang membentuk kelompok persekutuan hidup. Tiap kelompok persekutuan hidup manusia juga beragam. Masyarakat juga memiliki perbedaan misalnya hal ras, suku , agama, budaya dan lain-lain. Hal-hal demikian kita sebut unsur-unsur yang membentuk keragaman alam masyarakat.
Keragaman manusia baik individu maupun tingkat masyarakat merupakan realitas atau kenyataan yang mesti kita hadapi dan alami. Hal ini merupakan implikasi dari kedudukan manusia, baik sebagai makhluk individu maupun makhluk sosial.
2.      Makna Kesetaraan Manusia
Kesetaraan berasal dari kata setara atau sederajat. Jadi, kesetaraan juga dapat disebut kesederajatan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), sederajat artinya sama tingkatan (kedudukan, pangkat). Dengan demikian, kesetaraan atau kesederajatan menunjukan adanya tingkatan yang sama, kedudukan yang sama, tidak lebih tinggi atau lebih rendah antara satu sama lain.
Kesetaraan manusia bermakna bahwa manusia sebagai makhluk Tuhan memiliki tingkat atau kedudukan yang sama. Tingkatan atau kedudukan yang sama itu bersumber dari pandangan bahwa semua manusia tanpa dibedakan adalah diciptakan dengan kedudukan yang sama, yaitu sebagai makhluk mulia dan tinggi derajatnya dibanding makhluk lain. Dihadapan Tuhan, semua manusia adalah sama derajat, kedudukan, atau tingkatan. Yang membedakan nantinya adalah tingkat ketakwaan manusia tersebut terhadap Tuhan.
Persamaan kedudukan atau tingkaan manusia ini berimplikasi pada adanya pengakuan akan kesetaraan atau kesederajatan manusia. Jadi, kesetaraan atau kesederajatan tidak sekedar bermakna adanya persamaan kedudukan manusia. Kesederajatan adalah suatu sikap mengakui adanya, persamaan derajat, persamaan hak, dan persamaan kewajiban sebagai sesama manusia. Implikasi selanjutnya adanya jaminan akan hak-hak agar setiap manusia bisa merealisasikannya.
B.     KEMAJEMUKAN DALAM DINAMIKA SOSIAL BUDAYA
Keragaman yang terdapat dalam kehidupan sosial manusia melahirkan masyarakat majemuk. Majemuk berarti banyak ragam, beraneka, berjenis-jenis. Konsep masyarakat majemuk (Plural society) peratam kali diperkenalkan oleh Furnivall tahun 1948 yang mengatakn bahwa ciri utama masyarakanya adalah berkehidupan secara berkelompok yang berdampingan secara fisik, tetapi terpisah oleh kehidupan sosial dan tergabung dalam satuan politik. Konsep ini merujuk pada masyaarakat Indonesia masa kolonial.
Usman Pelly (1989) mengategorikan mayarakat majemuk di suatu kota berdasarkan dua hal, yaitu pembelahan horizontal dan pembelahan vertikal.
Secara Horizontal, dikelompokan berdasarkan:
a)      Etnik dan ras atau asal usul keturunan
b)       Bahasa darerah
c)      Adat istiadat atau perilaku
d)      Agama
e)      Pakaian, makanan dan budaya material lainnya.
Secara Vertikal , berdasarkan pada:
1)      Penghasila atau ekonomi
2)      Pendidikan
3)       Pemukiman
4)      Pekerjaan
5)      Kedudukan sosial politik
Keragaman atau kemajemukan masyarakat terjadi karena unsur- unsur sepert ras, etnik, agama, pekerjaan, penghasilan dan sebagainya. Disini akan diulas tentang kemajemukan masyarakat Indonesia karena unsur ras dan etnik.



§  RAS
Kata ras berasal dari bahasa Prancis dan Italia, yaitu razza. Pertama diperkenalkan oleh Franqois Bernier, antropolog Prancis, untuk mengemukakan gagasan tentang pembedaan manusia berdasarkan kategori atau karakteristik warna kulit dan bentuk wajah. Setelah itu, orang lalu menetapkan hierarki manusia berdasarkan karakteristik fisik biologis.
Ras adalah perbadaan manusia menurut atau berdasarkan ciri fisik biologis. Ciri utama pembeda antara ras yaitu ciri alamiah rambut pada badan, warna alami rambut, kulit dan iris mata, bentuk lipatan penutup mata, bentuk hidung serta bibir, bentuk kepala dan muka, ukuran tinggi badan.
Misalnya ras Melayu secara umum bercirikan kulit sawo matang, rambut ikal, bola mata hitam, dan brperawakan sedang. Ras Negro bercirikan kulit hitam dan brambut keriting.  Yang menjadi ciri dari ras bersifat objektif atau somatik.
Secara biologis, konsep ras selau dikaitkan dengan pemberian karakteristik seseorang atau sekelompok orang ke dalam suatu kelompok tertentu yang secara genetik memiliki kesamaan fisik, seperti warna kult, mata, hidung, atau potongan wajah. Pembedaan seperti itu hanya mewakili faktor tampilan luar.
Pada abad ke-19 para ahli boplogi membuat klasifikasi ras atas tiga kelompok yaitu : Kaukasoid, Negroid dan Mongoloid. Sedangkan Koentjaraningrat (1990) membagi ras dunia ini dalam 10 kelompok, yaitu: Kaukasoid, Mongoloid, Negroid, Australoid, Polynesia. Melanesia, Micronesia, Ainu, Dravida, dan Bushmen. Orang-orang yang tersebar di wilayah Indonesia termasuk dalam rumpun berbagai ras. Orang-orang Indonesia bagian barat termasuk dalam ras Mongoloid Melayu, sedangkan orang-orang yang tinggal di Papua termasuk ras Melanesia.
§  ETNIK ATAU SUKU BANGSA
Koentjaraningrat (1990) menayatakan suku bangsa sebagai kelompok sosial atau kesatuan hidup manusia yang memiliki sistem interaksi yang ada karena kontinuitas dan ras identitas yang mempersatukan semua anggotanya serta memiliki sistem kepemimpinan sendiri.
F.Baart (1988) menyatakan etnik adalah suatu kelompok masyarakat yang sebagian besar secara bologis mampu berkembang biak dan bertahan, mempunyai nilai budaya sama dan sadar akan kebersamaan dalam suatu bentuk budaya, membentuk jaringan komunikasi dan interaksi sendiri, dan menentukan sendiri ciri kelompok yang diterima kelompok lain dan dapat dibedakan dari kelompok populasi lain.
Merujuk pada pendapat F. Baart di atas, identitas kesukubangsaan antara lan dapat dilihat dari unsur-unsur suku bangsa bawaan (etnictraits). Ciri-ciri tersebut meliputi natalitas (kelahiran) atau hubungan darah, kesamaan bahasa, kesamaan adat istiadat, kesamaan kepercayaan (religi), kesamaan mitologi, dan kesamaan totiemisme.
Secara etnik, bangsa Indonesia adalah bangsa yang majemuk dengan jumlah etnik yang besar. Berapa persis jumlah etnik di Indonesia sukar untuk ditentukan. Sebuah buku pintar Rangkuman Pengetahuan Sosial Lengkap menuliskan jumlah etnik atau suku bangsa Indonesia ada 400 buah (Sugeng HR, 2006). Klasifikasi dari suku bangsa Indonesia biasanya didasarkan sistem lingkaran hukum adat. Van Vollenhoven mengemukakan adanya 19 lingkaran hukum adat di Indonesia (Koentjaraningrat, (1990). Keanekaragaman kelompok etnik ini dengan sendirinya memunculkan keanekaragaman kebudayaan di Indonesia. Jadi berdasarkan klasifikasi etnik secara nasional, bangsa Indonesia adalah Heterogen.

DAFTAR PUSTAKA
Setiadi, EM, dkk. 2006. Ilmu Sosial dan Budaya Dasar. Bandung : Kencana Prenada Media Grup.
Sujarwa. 2010. Ilmu Sosial dan Budaya Dasar. Jogjakarta : Pustaka Pelajar.


Penulis : Nunung Nurhayati
twitter@nhuyzhi_raksadirana

Tidak ada komentar:

Posting Komentar