PRINSIP PEMBELAJARAN
A.
Pengertian
Prinsip Pembelajaran
Kata prinsip berasal dari bahasa latin “Asas (Kebenaran yang menjadi pokok dasar berpikir,
bertindak, dan sebagainya) Dasar”. Dalam
bahasa Inggris, Prinsip disebut Principle yang berarti a truth or
believe that is accepted as a base for reasoning or action.
Prinsip merupakan sebuah kebenaran atau kepercayaan yang diterima sebagai dasar
dalam berfikir atau bertindak.
Prinsip adalah sesuatu yang dipegang sebagai panutan yang utama Menurut
Badudu dan Zein (2001). Menurut Syah Djanilus (1993), prinsip adalah sesuatu
yang menjadi dasar dari pokok berpikir, berpijak dan sebagainya. Suatu
kebenaran yang kebenarannya sudah terbukti dengan sendirinya menurut Dardiri
(1996). Jadi prinsip dapat diartikan sebagai sesuatu yang menjadi dasar
dari pokok berpikir, berpijak atau bertindak.
Menurut Skinner dalam Dimyati dan Mudjiono (2009:9), belajar merupakan
suatu perilaku. Pada saat orang belajar, maka responnya menjadi lebih baik.
Sebaliknya, bila ia tidak belajar maka responnya menurun. Menurut Gagne dalam
Dimyati dan Mudjiono (2009:10), belajar merupakan kegiatan yang kompleks. Hasil
belajar berupa kapabilitas. Setelah belajar orang memiliki keterampilan,
pengetahuan, sikap, dan nilai. Menurut Wingkel (1987), belajar adalah suatu
aktifitas mental dan psikis dalam berinteraksi dengan lingkungan yang
menghasilkan perubahan perilaku pada diri sendiri.
Pembelajaran adalah suatu aktivitas atau proses
mengajar dan belajar. Aktivitas ini merupakan proses dua arah, antara pihak guru
dan peserta didik. Dalam UU No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
menyatakan “Pembelajaran adalah proses
interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu
lingkungan belajar”.
Jadi prinsip pembelajaran adalah landasan berpikir, landasan berpijak dengan harapan tujuan pembelajaran
tercapai dan tumbuhnya proses pembelajaran yang dinamis dan terarah.
B. Prinsip-Prinsip Pembelajaran
Menurut Syaiful Sagala prinsip-prinsip pembelajaran yaitu prinsip
perkembangan, perbedaan individu, minat, kebutuhan, aktivitas dan motivasi. Sementara Ahmad Rohani berpendapat bahwa prinsip
pembelajaran adalah termasuk aktivitas, motivasi, individualitas, lingkungan,
konsentrasi, kebebasan, peragaan, kerjasama dan persaingan, apersepsi,
korelasi, efisiensi dan efektivitas, globalitas, permainan dan hiburan. Wina Sanjaya mengatakan bahwa yang termasuk prinsip
pembelajaran adalah tujuan, aktivitas, individualitas, integritas, interaktif,
inspiratif, menyenangkan, menantang dan motivasi.
Dari berbagai prinsip belajar tersebut terdapat beberapa prinsip yang
relatif berlaku umum. Dalam Damyati dan Mudjiono (2012:42), Prinsip-prinsip itu
berkaitan dengan perhatian dan motivasi, keaktifan, keterlibatan
langsung/pengalaman, pengulangan tantangan, balikan dan penguatan, serta
perbedaan individu.
Adapun penjelasan tentang prinsip-prinsip pembelajaran diuraikan sebagai
berikut:
1.
Perhatian dan Motivasi
Perhatian mempunyai peranan penting dalam kegiatan belajar. Menurut Gage
dan Berliner dalam Dimyati dan Mudjiono (2009:42), dari kajian teori belajar
pengolahan informasi terungkap bahwa tanpa adanya perhatian tak mungkin terjadi
belajar. Perhatian terhadap pelajaran akan timbul pada siswa apabila bahan
pelajaran sesuai dengan kebutuhannya.
Disamping perhatian, motivasi mempunyai peranan penting dalam kegiatan
belajar. Motivasi adalah tenaga yang menggerakkan dan mengarahkan aktivitas
seseorang. Motivasi dapat dibandingkan dengan mesin dan kemudi pada mobil
menurut Gage dan Berliner dalam Dimyati dan Mudjiono (2009:42). Menurut
Herbert.L. Petri dalam Dimyati dan Mudjiono (2009:43), “Motivation is the concept we use when we describe the force action on
or within an organism to initiate and direct behavior”. Motivasi dapat merupakan
tujuan dan alat dalam pembelajaran.
Motivasi dapat bersifat internal, artinya datang dari dirinya sendiri,
dapat juga bersifat eksternal yakni dari orang lain, guru, teman, orang tua dan
sebagainya. Motivasi dibedakan atas motif intrinsik dan motif ekstrinsik. Motif Intrinsik adalah tenaga pendorong
yang sesuai dengan perbuatan yang dilakukan. Contoh, seorang siswa yang dengan
sungguh-sungguh mempelajari mata pelajaran di sekolah karena ingin memiliki
pengetahuan yang dipelajarinya. Sedangkan Motif
Ekstrinsik adalah tenaga pendorong yang ada di luar perbuatan yang
dilakukannya tetapi menjadi penyertanya. Contoh, siswa belajar
bersungguh-sungguh bukan disebabkan ingin memiliki pengetahuan yang
dipelajarinya melainkan didorong oleh keinginan naik kelas atau mendapat
ijazah.
2.
Keaktifan
Belajar tidak bisa dipaksakan orang lain dan juga tidak bisa dilimpahkan
kepada orang lain. Belajar hanya mungkin tejadi apabila anak aktif mengalaminya
sendiri. Menurut Jhon Dewey dalam Davies (1937:31), mengemukakan bahwa, belajar
adalah menyangkut apa yang harus dikerjakan siswa untuk dirinya sendiri, maka
inisiatif harus datang dari siswa sendiri. Guru sekedar pembimbing dan
pengarah.
Menurut Thomas M. Risk dalam
Zakiah Daradjat, “teaching is theguidance of learning experiences.” Mengajar
adalah proses membimbing pengalaman belajar. Pengalaman
tersebut diperoleh apabila peserta didik mempunyai keaktifan untuk bereaksi
terhadap lingkungannya. Apabila seorang anak ingin memecahkan suatu persoalan
dia harus dapat berpikir sistematis atau menurut langkah-langkah tertentu,
termasuk ketika dia menginginkan suatu keterampilan tentunya harus pula dapat
menggerakkan otot-ototnya untuk mencapainya.
Menurut Thorndike dalam Dimyati dan Mudjiono (2009:45) mengemukakan
keaktifan siswa dalam belajar dengan hukum “Law
of Exercise”-nya yang menyatakan bahwa belajar memerlukan adanya
latihan-latihan. Mc Keachie berkenan dengan prinsip keaktifan mengemukakan
bahwa individu merupakan “Manusia belajar yang aktif selalu ingin
tahu, sosial”. (Mc Keachie, 1976:230 dari Gredler MEB terjemahan Munandir,
1991:105).
Prinsip aktivitas di atas menurut
pandangan psikologis bahwa segala pengetahuan harus diperoleh melalui
pengamatan dan pengalaman sendiri. Jiwa memiliki energi sendiri dan dapat
menjadi aktif karena didorong oleh kebutuhan-kebutuhan. Jadi,
dalam pembelajaran yang mengolah dan mencerna adalah peserta didik sesuai
dengan kemauan, kemampuan, bakat dan latar belakang masing-masing, guru hanya
merangsang keaktifan peserta didik dengan menyajikan bahan pelajaran.
3.
Keterlibatan Langsung/Pengalaman
Prinsip keterlibatan langsung
merupakan hal yang penting dalam pembelajaran. Pembelajaran sebagai aktivitas
mengajar dan belajar, maka guru harus terlibat langsung begitu juga peserta
didik. Prinsip keterlibatan langsung ini mencakup keterlibatan langsung secara
fisik maupun non fisik. Prinsip ini diarahkan agar peserta didik merasa dirinya
penting dan berharga dalam kelas sehingga dia bisa menikmati jalannya
pembelajaran.
Menurut Edgar Dale dalam Dimyati
(2009:45), “Belajar yang baik adalah
belajar dari pengalaman langsung”. Dalam belajar melalui pengalaman
langsung siswa tidak sekedar mengamati secara langsung tetapi ia harus
menghayati, terlibat langsung dalam perbuatan, dan bertanggung jawab terhadap
hasilnya.
Pentingnya keterlibatan langsung dalam
belajar dikemukakan oleh Jhon Dewey dengan “Learning
by Doing”. . Walaupun demikian perlu dijelaskan
bahwa keterlibatan itu bukan dalam bentuk fisik semata, bahkan lebih dari itu
keterlibatan secara emosional dengan kegiatan kognitif dalam perolehan pengetahuan,
penghayatan dalam pembentukan afektif dan pada saat latihan dalam pembentukan
nilai psikomotor.
4.
Pengulangan
Prinsip pembelajaran yang menekankan
pentingnya pengulangan yang barangkali paling tua seperti yang dikemukakan oleh
teori psikologi daya. Menurut teori ini bahwa belajar adalah melatih daya-daya
yang ada pada manusia yang terdiri dari daya mengamat, menangkap, mengingat,
menghayal, merasakan, berpikir dan sebagainya. Dengan mengadakan pengulangan
maka daya-daya tersebut akan berkembang.
Teori lain yang menekankan prinsip pengulangan adalah teorinkoneksionisme. Tokohnya
yang terkenal adalah Thorndike dengan teorinya yang terkenal pula yaitu “law
of exercise” bahwa belajar ialah pembentukan hubungan antara stimulus dan
respon, dan pengulangan terhadap pengalaman-pengalaman itu memperbesar
timbulnya respon benar . Selanjutnya teori dari phychology psikologi conditioning
respons sebagai perkembangan lebih lanjut dari teori koneksionisme yang
dimotori oleh Pavlov yang mengemukakan bahwa perilaku individu dapat
dikondisikan dan belajar merupakan upaya untuk mengkondisikan suatu perilaku
atau respons terhadap sesuatu. Begitu pula mengajar membentuk kebiasaan,
mengulang-ulang sesuatu perbuatan sehingga menjadi suatu kebiasaan dan
pembiasaan tidak perlu selalu oleh stimulus yang sesungguhnya, tetapi dapat
juga oleh stimulus penyerta.
Ketiga teori di atas menekankan pentingnya prinsip pengulangan dalam
pembelajaran walaupun dengan tujuan yang berbeda. Teori
yang pertama menekankan pengulangan untuk melatih daya-daya jiwa, sedangkan
teori yang kedua dan ketiga menekankan pengulangan untuk membentuk respons yang
benar dan membentuk kebiasaan.
Hubungan stimulus dan respons akan
bertambah erat kalau sering dipakai dan akan berkurang bahkan hilang sama sekali
jika jarang atau tidak pernah digunakan. Oleh karena itu, perlu banyak latihan,
pengulangan, dan pembiasaan.
5.
Tantangan
Kuantzu dalam Azhar Arsyad mengatakan: “if you give a man fish, he
will have a single meal. If you teach him how to fish he will eat all his
life”. Pernyataan Kuantzu ini senada dengan prinsip
pembelajaran yang berupa tantangan, karena peserta didik tidak merasa
tertantang bila hanya sekedar disuapi sehingga dirinya tinggal menelan apa yang
diberikan oleh guru. Sebab, tanpa tantangan peserta didik merasa masa bodoh dan
kurang kreatif sehingga tidak berkesan materi yang diterimanya.
Agar pada diri peserta didik timbul motif yang kuat untuk mengatasi
hambatan dengan baik, maka materi pembelajaran juga harus menantang sehingga
peserta didik bergairah untuk mengatasinya.
Hal ini sejalan dengan prinsip pembelajaran dengan salah satu prinsip
konsep contextual teaching and learning yaitu inkuiri.
Di mana dijelaskan bahwa inkuiri merupakan proses pembelajaran yang berdasarkan
pada pencarian dan penemuan melalui proses berpikir secara sistematis. Jadi,
peserta didik akan bersungguh-sungguh dalam menemukan masalahnya terlebih
dahulu kemudian menemukan sendiri jalan keluarnya.
6.
Balikan dan Penguatan
Prinsip pembelajaran yang berkaitan
dengan balikan dan penguatan, ditekankan oleh teori operant
conditioning, yaitu law of effect. Bahwa peserta didik akan belajar
bersemangat apabila mengetahui dan mendapatkan hasil yang baik. Hasil yang baik
akan merupakan balikan yang menyenangkan dan berpengaruh baik bagi hasil usaha
belajar selanjutnya. Namun dorongan belajar tidak saja oleh penguatan yang
menyenangkan atau penguatan positif, penguatan negatif pun dapat berpengaruh
pada hasil belajar selanjutnya.
Apabila peserta didik memperoleh
nilai yang baik dalam ulangan tentu dia akan belajar bersungguh-sungguh untuk
memperoleh nilai yang lebih baik untuk selanjutnya. Karena nilai yang baik itu
merupakan penguatan positif. Sebaliknya, bila peserta didik memperoleh nilai
yang kurang baik tentu dia merasa takut tidak naik kelas, karena takut tidak
naik kelas, dia terdorong pula untuk belajar lebih giat. Inilah yang disebut
penguatan negatif yang berarti bahwa peserta didik mencoba menghindar dari
peristiwa yang tidak menyenangkan.
Format sajian berupa tanya jawab, eksprimen,
diskusi, metode penemuan dan sebagainya merupakan cara pembelajaran yang
memungkinkan terjadinya balikan dan penguatan. Balikan yang diperoleh peserta
didik setelah belajar dengan menggunakan metode-metode yang menarik akan
membuat peserta didik terdorong untuk belajar lebih bersemangat.
7.
Perbedaan Individu
Siswa merupakan individual yang unik artinya orang satu dengan yang lain
berbeda. Perbedaan itu terdapat pada karakteristik psikis, kepribadian, dan
sifat lainnya. Untuk dapat memberikan bantuan agar peserta didik dapat
mengikuti pembelajaran yang disajikan oleh guru, maka guru harus benar-benar
dapat memahami ciri-ciri para peserta didik tersebut. Begitu
pula guru harus mampu mengatur kegiatan pembelajaran, mulai dari perencanaan,
proses pelaksanaan sampai pada tahap terakhir yaitu penilaian atau evaluasi,
sehingga peserta didik secara total dapat mengikuti proses pembelajaran dengan
baik tanpa perbedaan yang berarti walaupun dari latar belakang dan kemampuan
yang berbeda-beda.
C. Implikasi Prinsip-Prinsip Pembelajaran Bagi
Peserta didik
Peserta didik sebagai motor utama “primus motor” dalam kegiatan
pembelajaran sehingga akan berhasil jika menyadari implikasi prinsip-prinsip
pembelajaran terhadap dirinya.
- Perhatian dan Motivasi
Dalam rangka pencapaian tujuan pembelajaran peserta didik dituntut
untuk memberikan perhatian terhadap semua rangsangan. Adanya tuntutan
tersebut seyogyanya mendorong peserta didik memiliki perhatian terhadap segala
pesan yang terimanya. Pesan-pesan yang diterima dalam pembelajaran adalah yang
dapat merangsang indranya.
Dengan demikian, peserta didik diharapkan selalu melatih indranya untuk
memperhatikan rangsangan yang muncul dalam proses pembelajaran. Karena
peningkatan minat merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi motivasi. Sebagai contoh dalam proses pembelajaran peserta didik
harus betul-betul dapat berkonsentrasi dalam mendengarkan ceramah guru,
membandingkan konsep-konsep yang diterimanya, mengamati secara cermat gerakan
yang dilakukan oleh guru dan sebagainya. Itu semua untuk membangkitkan motivasi
belajarnya, karena tanpa perhatian seperti itu peserta didik tidak dapat
menerima pelajaran secara maksimal.
Sedangkan implikasi prinsip motivasi bagi peserta didik adalah disadarinya
oleh peserta didik bahwa motivasi belajar yang ada pada dirinya harus
dibangkitkan dan dikembangkan secara terus-menerus. Hal ini dapat dicapai
dengan mengetahui tujuan belajar yang hendak dicapai, termasuk menanggapi
secara positif pujian atau dorongan dari orang lain, harus mempunyai rencana
tentang tujuan dia belajar dan kapan harus menyelesaikan jenjang pendidikan
yang sedang dijalaninya dan lain sebagainya.
- Keaktifan
Peserta didik sebagai sentral dalam pembelajaran, maka sebagai
konsekuensinya aktivitas peserta didik merupakan syarat berlangsungnya proses
pembelajaran. Aktivitas peserta didik dalam hal ini baik secara fisik maupun
intelektual dan emosional harus aktif. Jadi, tidak ada gunanya guru melakukan
pembelajaran jika peserta didiknya pasif saja. Sebab para peserta didiklah yang
belajar, maka merekalah yang harus melakukannya.
Sebagai implikasi prinsip keaktifan bagi peserta didik terbentuk
perilaku-perilaku untuk mencari sumber informasi yang dibutuhkan, menganalisis
hasil percobaan, ingin mengetahui segala percobaan yang dilakukan di
laboratorium, membuat tugas-tugas yang diberikan oleh guru dan sebagainya.
Proses selanjutnya terjalin keterlibatan langsung peserta didik dalam
pembelajaran.
- Keterlibatan Langsung/pengalaman
Tempat seorang peserta didik dalam kelas tidak dapat tergantikan oleh orang
lain. Oleh karena itu, keterlibatan langsung peserta didik dalam proses
pembelajaran mutlak adanya.
Sebagai implikasinya peserta didik dituntut untuk mengerjakan sendiri tugas
belajar yang diberikan oleh gurunya. Dengan keterlibatan ini mereka akan
mendapat pengalaman. Bentuk-bentuk perilaku yang merupakan implikasi prinsip
keterlibatan langsung adalah segala kegiatan yang dilakukan di sekolah apakah
itu berbentuk intrakurikuler ataukah ekstrakurikuler. Meskipun kegiatan
tersebut tidak menjamin terwujudnya prinsip keaktifan pada diri peserta didik,
namun dengan keterlibatan ini diharapkan dapat mewujudkan keaktifan peserta
didik dalam proses pembelajaran.
- Pengulangan
Menurut Davies dalam Dimyati (2009:52), penguasaan yang penuh dari setiap
langkah memungkinkan belajar secara keseluruhan lebih berarti. Implikasi adanya
prinsip pengulangan bagi siswa adalah kesadaran siswa untuk bersedia
mengerjakan latihan-latihan yang berulang untuk satu macam permasalahan. Dengan
kesadaran ini diharapkan siswa tidak merasa bosan dalam melakukan pengulangan.
Misalnya menghafal unsur-unsur kimia, mengerjakan soal latihan dan sebagainya.
- Tantangan
Prinsip belajar ini bersesuaian dengan pernyataan bahwa apabila siswa
diberikan tanggung jawab untuk mempelajari sendiri, maka ia lebih termotivasi
untuk belajar, ia akan belajar dan mengingat secara lebih baik (Davies dalam
Dimyati, 2009:53).
Implikasi prinsip tantangan bagi siswa adalah tuntutan dimilikinya
kesadaran pada diri siswa akan adanya kebutuhan untuk selalu memperoleh,
memproses dan mengolah pesan. Selain itu, siswa juga harus memiliki
keingintahuan yang besar terhadap segala permasalahan yang dihadapinya.
Misalnya melakukan eksperimen, melaksanakan tugas terbimbing maupun mandiri
atau mencari tahu pemecahan suatu masalah.
- Balikan dan Penguataan
Siswa selalu membutuhkan kepastian
dari kegiatan yang dilakukan. Dengan demikian siswa selalu memiliki
pengetahuan tentang hasil (Knowledge of
Result), yang sekaligus penguat (Reinforcement)
Menurut Davies dalam Dimyati (2009:53).
Hal ini timbul karena kesadaran adanya kebutuhan untuk memperoleh balikan
dan sekaligus penguatan bagi setiap kegiatan yang dilakukannya. Misalnya dengan
segera mencocokan jawaban dengan kunci jawaban, menerima kenyataan terhadap
skor yang dicapai, atau menerima teguran dari guru/orang tua karena hasil
beajarnya jelek.
- Perbedaan Individu
Setiap peserta didik mempunyai karakteristik yang berbeda-beda. Adanya
perbedaan ini seharusnya membuat setiap peserta didik menyadari bahwa dirinya
berbeda dengan temannya, hal ini akan membantu diri peserta didik dalam
menentukan cara belajarnya sendiri. Sebagai implikasi dari prinsip perbedaan
individual bagi peserta didik adalah menentukan tempat duduk di kelas, menyusun
jadwal belajar dan sebagainya.
D.
Implikasi Prinsip-Prinsip
Pembelajaran Bagi Guru
Guru seperti halnya peserta didik tidak terlepas dari implikasi
prinsip-prinsip pembelajaran, karena guru yang merencanakan selanjutnya
melaksanakan pembelajaran tersebut.
Implikasi prinsip-prinsip pembelajaran bagi guru terwujud dalam perilaku
fisik dan psikis mereka. Jadi dengan adanya kesadaran guru pada prinsip-prinsip
tersebut diharapkan adanya peningkatan kualitas pembelajaran yang
diselenggarakan.
1. Perhatian dan Motivasi
Dalam merencanakan kegiatan pembelajarannya, guru sudah memikirkan
perilakunya terhadap peserta didik sehingga dia dapat menarik perhatian dan
motivasi peserta didik dan tidak berhenti pada rencana pembelajaranya tetapi
sampai selesai menyajikan materinya.
Sebagai implikasi prinsip perhatian bagi guru tampak pada perilaku-perilaku
berikut: hendaknya guru membuat setiap bahan pelajaran agar mengandung suatu
masalah yang menarik perhatian peserta didik dan merangsang untuk berusaha
menyelidiki serta memecahkan, guru menghubungkan bahan pelajaran dengan masalah
dan tugas kongkret yang dapat dikerjakan peserta didik secara kelompok, dan
guru menghubungkan bahan pelajaran dengan bidang kegiatan tertentu dalam
kehidupan sehari-hari.
Selain guru itu juga dapat menggunakan metode yang bervariasi, menggunakan
media sesuai dengan tujuan belajar dan materi, guru dapat menggunakan gaya
bahasa yang tidak monoton serta dapat mengemukakan pertanyaan-pertanyaan yang
membimbing. Bila diperhatikan secara seksama implikasi
prinsip perhatian bagi guru ini, ini sesuai dengan prinsip
pembelajaran contextual teaching and learning, seperti inkuiri dan
masyarakat belajar.
1.
Memilih bahan ajar sesuai dengan minat peserta didik.
2.
Menggunakan metode dan teknik mengajar yang disukai
peserta didik.
3.
Mengoreksi sesegera mungkin pekerjaan peserta didik
dan sesegera mungkin memberitahukan hasilnya kepada peserta didik.
4.
Memberikan pujian verbal atau non-verbal terhadap
peserta didik yang memberi respon terhadap pertanyaan yang diberikan.
5.
Memberitahukan nilai guna dari pelajaran yang sedang
dipelajari peserta didik.
6.
Perilaku yang merupakan implikasi prinsip perhatian
dan motivasi bagi guru dapat dilihat lebih dari satu perilaku dari suatu kegiatan
pembelajaran.
2. Keaktifan
Guru memberikan kesempatan belajar kepada peserta didik, memberikan peluang
dilaksanakannya implikasi prinsip keaktifan bagi guru secara optimal. Peran
guru mengorganisasikan kesempatan belajar bagi masing-masing peserta didik
berarti mengubah peran guru, yaitu menjamin bahwa setiap peserta didik
memperoleh pengetahuan dan keterampilan di dalam kondisi yang ada. Hal ini
berarti pula bahwa kesempatan yang diberikan oleh guru akan menuntut peserta
didik selalu aktif mencari, memperoleh dan mengolah bahan belajarnya.
Untuk dapat menimbulkan keaktifan belajar pada diri peserta didik maka guru
dapat melaksanakan perilaku-perilaku berikut:
1.
Menggunakan multimetode dan multimedia.
2.
Memberikan tugas secara individual dan kelompok.
3.
Memberikan kesempatan kepada peserta didik
melaksanakan eksprimen dalam kelompok kecil (beranggota tidak lebih dari 3
orang).
4.
Memberikan tugas untuk membaca bahan belajar, mencatat
hal-hal yang kurang jelas, serta
5.
Mengadakan tanya jawab dan diskusi.
Sebenarnya terdapat berbagai macam metode atau cara yang dapat dipergunakan
oleh guru untuk mengaktifkan peserta didik dalam pembelajaran. Terutama dengan
memberikan tugas kelompok, diskusi, pemodelan serta demonstrasi.
3. Keterlibatan Langsung
Sudah dijelaskan di awal bahwa
keterlibatan langsung peserta didik bukan hanya secara fisik karena itu tidak
menjamin keaktifan belajar. Guru harus pandai-pandai merancang pembelajaran
sedemikian rupa sehingga peserta didik dapat terlibat langsung bukan saja
secara fisik tetapi juga mental emosional serta intelektual peserta didik.
Merancang kegiatan pembelajaran yang lebih banyak pada pembelajaran
individual dan kelompok kecil.
1.
Mementingkan eksprimen langsung oleh
peserta didik dibandingkan dengan demonstrasi.
2.
Menggunakan media yang langsung
digunakan oleh peserta didik.
3.
Memberikan tugas kepada peserta
didik untuk mempraktikkan gerakan psikomotorik yang dicontohkan.
4.
Melibatkan peserta didik mencari
informasi/pesan dari sumber informasi di luar kelas atau sekolah.
5.
Melibatkan peserta didik dalam
merangkum atau menyimpulkan informasi pesan pembelajaran.
Selain itu, implikasi dari adanya
prinsip ini bagi guru adalah kemampuan guru untuk bertindak bukan saja sebagai
fasilitator, tetapi juga sebagai manajer/pengelola kegiatan yang mampu
mengarahkan, membimbing dan memotivasi peserta didik ke arah tujuan
pembelajaran yang telah ditetapkan.
4. Pengulangan
Jika guru mampu memilihkan bahan
yang membutuhkan pengulangan dan yang tidak membutuhkan pengulangan maka guru
telah melakukan implikasi dari prinsip pengulangan. Karena tidak semua bahan
pembelajaran itu membutuhkan pengulangan. Pengulangan terutama dibutuhkan oleh
bahan-bahan pembelajaran yang harus dihafalkan tanpa ada kesalahan sedikit pun,
termasuk bahan yang membutuhkan latihan-latihan.
1.
Merancang pelaksanaan pengulangan.
2.
Mengembangkan / merumuskan soal-soal
latihan.
3.
Mengembangkan petunjuk kegiatan
psikomotorik yang harus diulang.
4.
Mengembangkan alat evaluasi kegiatan
pengulangan.
5.
Membuat kegiatan pengulangan yang
bervariasi.
5. Tantangan
Tantangan sebagai salah satu prinsip pembelajaran yang dapat mengantar
peserta didik mencapai tujuannya. Sehingga guru harus merancang kegiatan
pembelajaran dalam bentuk kegiatan, bahan dan media yang dapat memberi
tantangan kepada peserta didik untuk lebih bersemangat dengan tantangan itu.
1.
Merancang dan mengelola kegiatan eksperimen yang
memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk melakukannya secara individual
atau dalam kelompok kecil (3-4 orang).
2.
Memberikan tugas kepada peserta didik memecahkan
masalah yang membutuhkan informasi dari orang lain di luar sekolah sebagai
sumber informasi.
3.
Menugaskan kepada peserta didik untuk menyimpulkan isi
pelajaran yang selesai disajikan.
4.
Mengembangkan bahan pembelajaran (teks, hand
out, modul, dan lain-lain) yang memperhatikan kebutuhan peserta didik untuk
mendapatkan tantangan di dalamnya, sehingga tidak harus semua pesan
pembelajaran disajikan secara detail tanpa memberikan kesempatan peserta didik
mencari dari sumber lain.
5.
Membimbing peserta didik untuk menemukan fakta, konsep,
prinsip, dan generalisasi sendiri.
6.
Guru merancang dan mengelola kegiatan diskusi untuk
menyelenggarakan masalah-masalah yang disajikan dalam topik diskusi.
6. Balikan dan Penguatan
Pemberian balikan dan penguatan dapat dengan lisan dan tulisan. Guru harus
dapat menentukan momen dan cara yang tepat keduanya dapat diberikan dengan
tepat sasaran.
1.
Memberitahukan jawaban yang benar setiap kali
mengajukan pertanyaan yang telah dijawab peserta didik secara benar ataupun
salah.
2.
Mengoreksi pembahasan pekerjaan rumah yang diberikan
kepada peserta didik pada waktu yang telah ditentukan.
3.
Memberikan catatan-catatan pada hasil kerja peserta
didik (berupa makalah, laporan, klipping pekerjaan rumah), berdasarkan hasil
koreksi guru terhadap hasil kerja pembelajaran.
4.
Memberikan lembar jawaban tes pelajaran yang telah
dikoreksi oleh guru, disertai skor dan catatan-catatan bagi peserta didik.
5.
Mengumumkan dan mengonfirmasikan peringkat yang diraih
setiap peserta didik berdasarkan skor yang dicapai dalam tes.
6.
Memberikan anggukan atau acungan jempol atau isyarat
lain kepada peserta didik yang menjawab dengan benar pertanyaan yang disajikan
oleh guru.
7.
Memberikan hadiah/ganjaran kepada peserta didik yang
berhasil menyelesaikan tugas.
7. Perbedaan Individu
Guru menghadapi peserta didik secara klasikal dalam kelas tentunya harus
mempertimbangkan latar belakang atau karakteristik masing-masing peserta didik.
Jadi, guru harus dapat melayani peserta didiknya sesuai karakteristik mereka
orang per orang.
1.
Menentukan penggunaan berbagai metode yang diharapkan
dapat melayani kebutuhan peserta didik sesuai karakteristiknya.
2.
Merancang pemanfaatan berbagai media dalam menyajikan
pesan pembelajaran.
3.
Mengenali karakteristik setiap peserta didik sehingga
dapat menentukan perlakuan pembelajaran yang tepat bagi peserta didik yang
bersangkutan.
4.
Memberikan remediasi ataupun pertanyaan kepada peserta
didik yang membutuhkan.
DAFTAR
PUSTAKA
Arsyad,
Azhar. 1987. Your Basic Vocabulary. Cet. I; Ujung Pandang: AMA
Press.
Daradjat,
Zakiah. et al. 2001. Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam. Edisi
II,
Cet.
II; Jakarta: PT. Bumi Aksara.
Davies, Ivor K. (Penerjemah:Sudarsono S., dkk.). 1987.
Pengelolaan Belajar.
Jakarta:
C.V. Rajawali dan PAU-UT.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1988. Kamus
Besar Bahasa Indonesia.
Cet. I;
Jakarta: Balai Pustaka.
Dimyati dan Mudjiono. 2009. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta :
Rineka Cipta.
Gage, N.L., dan David C. Berliner. 1984. Educational Psychology. Chicago:
Rand Mc
Nally Collage Publishing Company.
Gredler, Margaret E. Bell. (Penerjemah Munandir).
1991. Belajar dan
Membelajarkan.
Jakarta:
C.V. Rajawali dan PAU-UT.
Sagala, Syaiful. 2009. Konsep dan Makna
Pembelajaran; Untuk Membantu
Memecahkan
Problematika Belajar dan Mengajar. Cet. VII; Bandung: Alfabeta.
Sanjaya,
Wina. 2008. Kurikulum dan Pembelajaran; Teori dan Praktik
Pengembangan
Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP). Jakarta: Kencana.
Petri, Herbert L. 1986. Motivation:
Theory and Research. Belmong,California:
Wadsworth Publishing Company.
Materinya sangat baik dan sangat cocok untuk materi kuliah belajar dan pembelajaran untuk porgran pendidikan ke SD an
BalasHapusThanks
BalasHapusBaik sekali sangat membantu
BalasHapustks materinya sangat bermanfaat dan membantu...
BalasHapus