Kamis, 08 Januari 2015

Perkembangan Kognitif masa Remaja




“PERKEMBANGAN KOGNITIF MASA REMAJA





BAB II
PEMBAHASAN

A.    PERKEMBANGAN KOGNITIF REMAJA
Perkembangan kognitif adalah perubahan kemampuan mental seperti belajar, memori, menalar, berpikir dan bahasa.
Masa remaja adalah suatu periode kehidupan dimana kapsitas untuk memperoleh dan menggunakan pengetahuan secara efisien mencapai puncaknya (Mussen, Conger & Kagan, 1969 dalam Desmita, 2009:194). Hal ini adalah karena selama periode ini, proses pertumbuhan otak mencapai kesempurnaan. Sistem saraf yang berfungsi memproses informasi berkembang dengan cepat. Di samping itu pada masa remaja ini juga terjadi reorganisasi lingkaran saraf Prantal Lobe (belahan otak bagian depan sampai pada belahan atau celah sentral). Prantal Lobe ini berfungsi dalam aktivitas kognitif tingkat tinggi, seperti kemampuan merumuskan perencanaan strategis atau kemampuan mengambil keputusan (Carol & David R, 1995 dalam Desmita, 2009:194).
Perkembangan prantal Lobe tersebut sangat berpengaruh terhadap kemampuan kognitif remaja sehingga mereka mengembangkan kemampuan penalaran yang memberinya suatu tingkat pertimbangan moral dan kesadaran sosial yang baru.

B.     PERKEMBANGAN KOGNITIF MENURUT TEORI PIAGET
Ditinjau dari perspektif teori kognitif Piaget, maka pemikiran masa remaja telah mencapai tahap pemikiran oprasional formal (formal Oprational Thought), yakni suatu tahap peerkembangan kognitif yang dimulai pada usia kira-kira 11 atau 12 tahun dan terus berlanjut sampai remaja mencapai masa tenang atau dewasa (Lerner & Hustlsch, 1983 dalam Desmita, 2009:195). Pada tahap ini anak sudah dapat berfikir secara abstrak dan hipotetis. Pada masa ini, anak sudah mampu memikirkan sesuatu yang akan atau mungkin terjadi, sesuatu yang abstrak.
Pada tahap ini remaja juga sudah mampu berpikir secara sistematik, mampu memikirkan semua kemungkinan secara sistematik untuk memecahkan permasalahan.
Dalam suatu eksperimen yang dilakukan Piaget dan Inhelder (1958) dalam Desmita, (2009:195), kepada anak-anak dan remaja diberikan 5 tabung yang berisi cairan tanpa warna. Empat tabung diberi label 1, 2, 3, dan 4 serta tabung ke-5 diberi label g. Kepada anak-anak diminta untuk mengkombinasikan cairan-cairan tersebut sehingga diperoleh cairan yang beerwarna kuning. Dalam melakukan tugas ini, maka anak-anak tahap pra-oprasional akan mengkombinasikan cairan yang satu ke yang lain secara tidak teratur. Anak-anak pada tahap kongkrit operasional akan mengkombinasikannya secara lebih teratur dan mencoba memecahkan persoalan ini melalui Trial and Error. Mereka mencoba menuangkan cairan dalam tabung dengan label g ke dalam masing-masing dari keempat tabung lain, dan setelah itu ia menyerah (Santrock, 1995 dalam Desmita, 2009:195).
Akan tetapi, anak tahap formal oprasional mulai mampu memecahkan masalah dengan membuat perencanaan kegiatan terlebih dahulu dan berusaha mengantisipasi berbagai macam informasi yang akan diperlukannya untuk memecahkan masalah tersebut. oleh karena itu, mereka mencoba semua kemungkinan kombinasi dan secara sistematis akan menambahkan cairan dalam tabung g ke dalam keempat tabung cairan lain. Kemudian ia akan mengambil tabung 1 dan mengkombinasikannya dengan g, kemudian dengan tabung 2, next tabung 3 dan tabung 4, serta sering mencatat tentang apa yang telah mereka coba (Zigler & Stevenson, 1993 dalam Desmita, 2009:196).
Kemudian anak remaja untuk memperoleh cairan yang berwarna kuning, ia dapat menjelaskan secara detil. Hal ini karena anak remaja sudah bisa memahamiadanya berbagai macam aspek pada suatu persoalan yang dapat diselesaikan sekaligus, tidak lagi satu persatu sebagaimana yang dilakukan anak-anak masa konkrit operasional. Di sini terlihat bahwa perkembangan kognitif pada masa formal operasional  mencapai tingkatan tertinggi pada keseimbangan dalam hubungannya dengan lingkungan. Remaja memasuki dunianya dengan segala macam kemungkinan dan kebebasan untuk memikirkan sendiri.
Berdasarkan pada teori dan eksperimen dari Piaget tersebut Keating (dalam Seifert & Hoffnung, 1994) yang dikutip dari Desmita, 2009:196, membedakan gaya pemikiran formal operasional dari gaya pemikiran konkrit operasional dalam tiga hal penting:
1.      Penekanan pada kemungkinan versus kenyataan (emphasizing the possible versus the real).
2.      Penggunaan penalaran ilmiah (Using scientific reason). Kualitas ini terlihat ketika remaja harus memcahkan beberapa masalah secara sistematis.
3.      Kecakapan dalam mengkombinasikan ide-ide (skillfully combining ideas).

C.    PERKEMBANGAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN
Pengambilan keputusan (decision making) merupakan salah satu bentuk perbuatan berpikir dan hasil dari perbuatan itu disebut keputusan. Ini berarti bahwa  dengan melihat bagaimana seorang remaja mengambil suatu keputusan, maka dapat diketahui perkembangan pemiikirannya. Remaja adalah masa di mana terjadi peningkatan pengambilan keputusan.
Dalam hal pengambilan keputusan ini, remaja yang lebih tua ternyata lebih kompeten daripada remaja yang lebih muda sekaligus lebih kompeten dibandingkan anak-anak. Meskipun demikian, keterampilan pengambilan keputusan oleh renaja yang lebih tua sering kali jauh dari sempurna, dan kemampuan untuk mengambil keputusan tidak menjamin bahwa keputusan semacam itu akan dibuat dalam kehidupan sehari-hari, dimana luasnya pengalaman seering memainkan peran yang sangat penting. Untuk itu, remaja perlu memiliki lebih banyak peluang untuk mempraktikan dan mendiskusikan pengambilan keputusan yang realistis.
Tidak jarang remaja terpaksa mengambil keputusan-keputusan yang salah karena dipengaruhi oleh orientasi ,masyarakat terhadap remaja dan kegagalannya untuk memberi remaja pilihan-pilihan yang memadai. Oleh sebab itu sebagaimana diungkapkan oleh Daniel Keating (1990) dalam Desmita, 2009:199), “kalau keputusan yang diambil remaja tidak disukai, maka kita perlu memberi mereka suatu pilihan yang lebih baik untuk mereka pilih”.



D.    PERKEMBANGAN ORIENTASI MASA DEPAN
Seperti yang dikemukakan Elizabet B. Hurlock, 1981, dalam Samsunuwiyati, 2003:199), remaja mulai memikirkan tentang masa masa depan mereka secara sungguh-sungguh. Remaja mulsi memberikan perhatian yang besar terhadap berbagai lapangan kehidupan yang akan dijalaninya sebagai manusai dewasa dimasa yang mendatang. Diantara lapangan kehidupan dimasa depan yang banyak mendapat perhatian remaja adalah lapangan pendidikan (Nurmi, 1959 dalam Samsunuwiyati, 2005:199), disamping dunia kerja dan hidup berumah tangga.
Menurut G. Trosmnisdorff, 1983 dalam Samsunuwiyati, (2005:199), orientasi masa depan merupakan fenomena motivasional yang kompleks yakni antisipasi dan evaluasi tentang dari masa depan dalam interaksinya dengan lingkungan. Menurut Nurmi orientasi masa depan berkaitan erat dengan harapan, tujuan, standar, rencana dan strategi pencapaian tujuan di masa yang akan dating.
Sebagai suatu fenomena kognitif motivasional yang kompleks, orietasi masa depan berkaitan erat dengan skema kognitif yaitu suatu organisasi perceptual dari pengalaman masa lalu beserta kaitannya dengan pengalaman masa kini dan di masa yang akan datang.
Menurut Nurmi, 1991 dalam Samsunuwiyati, 2005:200), skema kognitif tersebut berinteraksi dengan tiga tahap proses pembentukan orientasi masa depan yaitu:
1.      Tahap motivasional. Merupakan tahap awal pembentukan orientasi masa depan remaja. Tahap ini mencakup motif, minat dan tujuan yang berkaitan dengan orientasi masa depan.
2.      Tahap planning. Perencanaan merupakan tahap kedua proses pembentukan orientasi masa depan individu, yaitu bagaimana remaja membuat perencanaan tentang perwujudan minat dan tujuan mereka.
Dalam hal ini memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1)      Penentuan subtujuan.
2)      Penyusunan rencana.
3)      Melaksanakan rencana dan strategi yang telah disusun
3.      Tahap evaluation, merupakan tahap akhir dari proses pembentukan orientasi masa depan. Dalam proses evaluasi ini, konsep diri memainkan peranan yang penting, terutama dalam mengevaluasi kesempatan yang ada untuk mewujudkan tujuan dan rencana sesuai dengan kemampuan yang dimiliki individu.
Meskipun orientasi masa depan merupakan tugas perkembangan yang harus dihadapi pada masa remaja dan dewasa awal, namun tidak dapat dipungkiri bahwa pengalaman dan pengetahuan remaja tentang kehidupan di masa mendatang sangat terbatas. Untuk itu remaja sangat  membutuhkan bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak, terutama orang tua.
Penelitian Trommsdoff (1983) telah menunjukkan betapa dukungan dan interaksi sosial yang terbina dalam keluarga akan memberikan pengaruh yang sangat penting bagi pembentukan orientasi masa depan remaja,terutama dalam menumbuhkan sikap optimis dalam memandang masa depannya.

E.     PERKEMBANGAN KOGNISI SOSIAL
Menurut Dacey & Kenny (1997), yang dimaksud dengan kognisi sosial adalah kemampuan untuk berpikir secara kritis mengenai isu-isu dalam hubungan interpersonal, yang berkembang sejalan dengan usia dan pengalaman, serta berguna untuk memahami orang lain dan menentukan bagaimana melakukan interaksi dengan mereka.
Salah satu bagian penting dari perubahan perkembangan aspek kognisi sosial remaja ini adalah apa yang diistilahkan oleh psikolog David Elkind dengan egosentrisme yakni kecenderungan remaja untuk menerima dunia (dan dirinya sendiri) dari perspektifnya mereka sendiri. Dalam hal ini remaja mulai mengembangkan suatu gaya pemikiran egosentrisme, di mana mereka lebih memikirkan tentang dirinya sendiri dan seolah-olah memandang dirinya dari atas. Remaja mulai berpikir dan menginterpretasikan kepribadian dengan cara sebagaimana yang dilakukan oleh para ahli teori kepribadian berpikir dan menginterpretasikan kepribadian, dan memantau dunia sosial mereka dengan cara-cara yang unik.
Menurut David Elkind (1976 dalam John W. Santrock, 2002, hal 11), pemikiran remaja bersifat egosentris, yakin bahwa egosentrisme remaja (adolescent egocentrism) memiliki dua bagian yaitu:
1)      Penonton khayalan (imaginary audience)
Merupakan keyakinan remaja bahwa orang lain memperhatikan dirinya sebagaimana halnya dengan dirinya sendiri. Perilaku mengundang perhatian, umu terjadi pada masa remaja, mencerminkan egosentrisme dan keinginan untuk tampil diatas pentas, diperhatikan, dan terlihat. Bayangkan anak laki-laki kelas delapan yang menganggap diri sebagai seorang aktor dan semua orang lain adalah penonton ketika ia menatap kebintik kecil dicelana panjangnya. Bayangkan seorang anak perempuan kelas tujuh yang menganggap bahwa semua mata terpaku kepada corak kulitnya karena ada cacat yang kecil sekali pada wajahnya.
2)      Dongeng pribadi
Merupakan bagian dari egosentrisme remaja yang meliputi perasaan-perasaan unik seorang remaja. Rasa unik pribadi remaja membuat mereka merasa bahwa tidak seorang pun dapat mengerti bagaimana perasaan mereka sebenarnya.

F.     PERKEMBANGAN PENALARAN MORAL
Moral merupakan suatu kebutuhan penting bagi remaja, terutama sebagai pedoman menemukan identitas dirinya, mengembangkan hubungan personal yang harmonis, dan menghindari konflik-konflik peran yang selalu terjadi dalam masa transisi.
Sesuai dengan tahap-tahap perkembangan moral menurut Kohlberg, tingkat penalaran moral remaja berada pada tahap konvensional. Hal ini adalah karena dibandingkan dengan anak-anak, tingkat moralitas remaja sudah lebih matang. Mereka sudah mulai mengenal konsep-konsep moralitas seperti kejujuran,keadilan, kesopanan, kedisiplinan dan sebagainya. Walaupun anak remaja tidak selalu mengikuti prinsip-prinsip moralitas mereka sendiri, namun riset menyatakan bahwa prinsip-prinsip tersebut menggambarkan keyakinan yang sebenarnya dari pemikiran moral konvensional.

G.    PERKEMBANGAN PEMAHAMAN TENTANG AGAMA
Bagi remaja, agama juga memiliki arti yang sama pentingnya dengan moral. Bahkan, sebagaimana dijelaskan oleh Adams & Gullotta (1983 (1983, dalam Samsunuwiyati, 2003, hal 208), agama memberikan sebuah kerangka moral, sehingga membuat seseorang mampu membandingkan tingkah lakunya. Agama dapat menstabilkan tingkah laku dan bisa memberikan penjelasan mengapa dan untuk apa seseorang berada didunia ini. Agama memberikan perlindungan rasa aman, terutama bagi remaja yang tengah mencari eksistensi dirinya.
Dibandingkan dengan masa awal anak-anak misalnya, keyakinan agama remaja telah mengalami perkembangan yang cukup berarti. Kalau pada masa awal anak-anak ketika baru memiliki kemampuan berfikir simbolik tuhan dibayangkan sebagai person yang berada di awan,maka pada masa remaja mereka mungkin berusaha mencari sebuah konsep yang lebih mendalam tentang tuhan dan eksistensi. Perkembangan pemahaman remaja terhadap keyakinan agama ini sangat dipengaruhi oleh perkembangan kognitifnya.
Dalam suatu studi yang dilakukan oleh Goldman (1962) tentang perkembangan pemahaman agama anak-anak dan remaja dengan latar belakang teori perkembangan kognitif piaget, ditemukan bahwa perkembangan pemahaman agam remaja berada pada tahap 3. Yaitu formal operational religious thought, dimana remaja memperlihatkan pemahaman agama yang lebih abstrak dan hipotesis.

H.    PERUBAHAN PERKEMBANGAN KOGNITIF REMAJA
Ada 5 perubahan perkembangan kognitif anak remaja:
1.      Remaja sudah bisa melihat ke depan (future) ke hal-hal yang mungkin, termasuk mengerti keterbatasannya dalam memahami realita. atau sistem abstraksi, pendekatan dan penalaran yang sistematis (logis-idealis), sampai ke berfikir hipotetis adalah berdampak pada perilaku sosial, berperan dalam meningkatkan kemampuan membuat keputusan.
2.      Remaja mampu berfikir abstrak. Kemampuan ini berdampak dan dapat diaplikasikan dalam proses penalaran dan berfikir logis.
3.      Remaja mulai berfikir lebih sering tentang berfikir.berfikir  itu sendiri biasa dikenal dengan istilah Metacognition, yaitu monitoring tentang aktivitas kognitifnya sendiri selama proses berfikir,  menjdkannya instrospektif, terkait dengan adolescence egocentrism.
4.      Pemikirannya lebih multidimensional dibandingkan singular  karena mampu melihat dr berbagai perspektif dan lebih sensitif pada kata-kata sarkastik, sindiran “double entendres”.
5.      Remaja mengerti hal-hal yang bersifat relatif, tidak selalu absolut dan sering muncul saat remaja meragukan sesuatu dan ditandai dengan seringnya berargumentasi dengan orang tua terutama tentang nilai-nilai moral.



















BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN
Perkembangan kognitif adalah perubahan kemampuan mental seperti belajar, memori, menalar, berpikir dan bahasa. Masa remaja adalah suatu periode kehidupan dimana kapsitas untuk memperoleh dan menggunakan pengetahuan secara efisien mencapai puncaknya (Mussen, Conger & Kagan, 1969 dalam Desmita, 2009:194).
Menurut teori kognitif Piaget, maka pemikiran masa remaja telah mencapai tahap pemikiran oprasional formal (formal Oprational Thought). Pada tahap ini anak sudah dapat berfikir secara abstrak dan hipotetis. Pada masa ini, anak sudah mampu memikirkan sesuatu yang akan atau mungkin terjadi, sesuatu yang abstrak.
Berdasarkan pada teori dan eksperimen dari Piaget tersebut Keating (dalam Seifert & Hoffnung, 1994) yang dikutip dari Desmita, 2009:196, membedakan gaya pemikiran formal operasional dari gaya pemikiran konkrit operasional dalam tiga hal penting: Penekanan pada kemungkinan versus kenyataan (emphasizing the possible versus the real). Penggunaan penalaran ilmiah (Using scientific reason). Kualitas ini terlihat ketika remaja harus memcahkan beberapa masalah secara sistematis. Kecakapan dalam mengkombinasikan ide-ide (skillfully combining ideas).












DAFTAR PUSTAKA

Adams, G.R. & Gullota, T. 1983. Adolescent of Experiences. California: Wadsworth, Inc, Belmont.

Dacey, Jhon & Kenny, Mauren. 1997. Adolescent Development. New York: McGraw Hill.

Desmita. 2009. Psikologi Perkembangan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Elkind, D. 1976. Child Development and Education. New York: Oxford University Press.

Hurlock, Elizabeth B. 1991. Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. Jakarta: Erlangga.

Goleman, Daniel. 1995. Emotional Intelligence. New York: Bantam Books.

Jahja, Yudrik. 2011. Psikologi Perkembangan. Jakarta: Kencana, Prenada Media Group.

Kagan. J. 1984. “The Idea of Emotion in Human Development”. Dalam C.E. Izard, J. Kagan, & R.B. Zajonc, (ed). Emotion Cognition and Behavior. New York: Cambridge University Press.

Keating, D.P. 1990. “Adolescent Thinking”. Dalam S.S Feldman & G.R. Elliott (ed). At the Treshold: The Developing Adolescent.  Cambridge, MA: Harvard University Press.

Lerner, Richard M. 1976. Concepts and Theories of Development. Reading: Addison-Wesley Publishing Company.

Lerner, Richard M. & Hultsch, David F. 1983. Human Development: A Life-Span Perspective.

Mar’at, Samsunuwiyati. 2006. Psikologi Perkembangan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Mussen, Paul H. John J. Conger & Jeromer Kagan. 1969. Child Development and Personality. New York: Holt, Rinehart & Winston.

Myers, David G. 1996. Exploring Psychology. New York: Worth Publishers.
Nurmi, J.E. 1989. Adolescent’s Orientation to the Future Development of Interest and Plans, and Related Attributions and Affect in the Life-Span Context. Helsinki: The Finnish Society of Science and Letters.
          , 1991a. The Development of Future Orientation in a Life-Span Context. Helsinki: University of Helsinki.

          , 1991. Adolescent Development in Context. Social Science Research Council of Finland.

          , 1991b. Review: How to Adolescents See Their Future? A Review of the Development of Future Orientation and Planning. Helsinki: Academic Press Inc.

Piaget, J. (1970). Science and Educational and The Psychology of The Child. New
    York: Orion.

Santrock, Johm W. 1998. Child Development (8th ed). Boston: Massachusetts, dsb: McGraw Hill Companies.

          1995. Life-Span Development (5th ed). Medison:Wm.C.Brown dan Bencmark, Inc.

Seifert, K.L. & Hoffnung, R.J. 1994. Child and Adolescent Development. Boston: Houghton Mifflin Company.

Trommsdoff, G. 1983. Future Orientation and Socialization”, International Journal of Psychology, 18. 318-400.

Zigler, Edward F. & Stevenson. 1993. Children in a Changing World: Development and Social Issues. California: Books/ Cole Publishing Company, Pacific Grove.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar