ABSTRACT
Disusun Oleh
Nunung Nurhayati
Sebuah
karya sastra atau karangan dapat dikatakan bernilai sastra bila karangan
tersebut ditulis dengan menggunakan bahasa yang indah atau bernilai estetik dan
memuat kandungan moral yang positif. Sastra anak-anak adalah suatu karya sastra
yang bahasa dan isinya sesuai perkembangan usia dan kehidupan anak, baik yang
ditulis oleh pengarang yang sudah dewasa, remaja atau anak itu sendiri. Karya
sastra yang dimaksud bukan hanya yang berbentuk puisi dan prosa melainkan juga
drama. Karya sastra anak memiliki perbedaan dengan karya sastra orang dewasa
yaitu tingkat keterbacaan dan tingkat kesesuaian. Usaha mengapresiasi karya
sastra bisa dengan memahami teks-teks kesastraan dan sebagainya.
Key Word: Sastra anak, Genre dan Apresiasi.
Pendahuluan
Pembelajaran sastra
(Indonesia) di sekolah tidak beridiri sendiri sebagai sebuah mata pelajaran
yang mandiri, melainkan “hanya” menjadi bagian mata pelajaran bahasa dan sastra
Indonesia. Penggabungan pembelajaran sastra ke dalam pembelajaran bahasa
(Indonesia) dapat dimengerti karena bahasa merupakan sarana yang penting
sebagai manifestasi teks-teks kesastraan. Sastra merupakan karya seni yang
bermediakan bahasa yang unsur-unsur keindahannya menonjol. Akan tetapi, sebagai
sebuah karya seni, sastra tidak hanya berurusan dengan unsur bahasa saja,
melainkan dengan unsur-unsur sastra yang lainnya. Perpaduan yang harmonis
antara berbagai unsur sastra yang secara sederhana dapat dibedakan ke dalam
unsur bentuk dan isi akan menghasilkan karya sastra yang bernilai tinggi.
Untuk memahami
teks-teks kesastraan yang merupakan salah satu cara atau langkah dalam usaha
mengapresiasi karya sastra, penguasaan terhadap bahasa yang bersangkutan
merupakan suatu hal yang tidak dapat ditawar. Walau demikian, penguasaan bahasa
(konvensi bahasa, kode bahasa) saja belum menjamin seseorang untuk dapat
memahami sastra dengan baik. Pengajaran sastra di sekolah dasar diarahkan
terutama pada proses pemberian pengalaman bersastra. Siswa diajak untuk
mengenal bentuk dan isi sebuah karya sastra melalui kegiatan mengenal cipta
sastra sehingga tumbuh pemahaman dan sikap menghargai cipta sastra sebagai
suatu karya sastra yang indah dan bermakna, menurut Burhan Nurgiyantoro, (2012:449-450).
Istilah apresiasi dan
sastra anak tentu bukan merupakam hal yang baru bagi kita. Istilah tersebut
pasti selalu kita dengar, baca, bahkan menggunakan bahsa lisan maupun tulisan.
Bukan hanya itu hampir setiap saat dalam kehidupan sehari-hari, kita menggunakan
apresiasi dan sastra anak. Begitu seringnya kita menggunakan itu hingga kita
lupa untuk memahami apa sesungguhnya hakikat apresiasi dan sastra anak.
Sastra
Anak
Menurut KBBI dalam Yusi Rosdiana (2009:5.3), sastra
didefinisikan sebagai bahasa (kata-kata, gaya bahasa) yang dipakai dalam
kitab-kitab (bukan bahasa sehari-hari). Karena merujuk pada penggunaan bahasa
dalam kitab-kitab yang tidak merujuk pada bahasa sehari-hari, pengertian sastra
ini identik dengan penggunaan bahasa yang indah. Dalam pengertian lain Jakob
Sumardja dan Saini, K.M. dalam Yusi Rosdiana (2009:5.3) menjabarkan bahwa
sastra adalah ungkapan pribadi manusia yang berupa pengalaman, pemikiran,
perasaan, ide, semangat, dan keyakinan dalam bentuk gambaran konkret yang
membangkitkan pesona dengan alat bahasa.
Menurut asal-usul
bahasanya, Teeuw dalam Yusi Rosdiana (2009:5.3) menjelaskan bahwa istilah
sastra disebut literature (bahasa
Inggris), Literatur (bahasa Jerman),
dan Litterature (bahasa Prancis),
yang ketiganya sama-sama berasal dari bahasa latin Litteratura. Kata Literatura sebetulnya
diciptakan sebagai terjemahan dari kata Yunani grammatika. Litteratura dan grammatika,
keduanya berasal dari kata littera dan
gramma yang berarti “huruf” (tulisan,
letter).
Menurut Djago Targian (2003:10.3), untuk memahami pengertian tentang
sastra adalah dengan cara menelusuri melalui makna kata. Sastra berasal dari
bahasa sansekerta, sas yang artinya mengajarkan,
mengarahkan atau memberi petunjuk. Kata tra yang berarti alat atau sarana. Sehingga sastra adalah alat atau
sarana untuk memberi petunjuk. Secara harfiah kata sastra berarti huruf, tulisan, atau karangan.
Segala tulisan atau karangan biasanya berbentuk buku, maka kata sastra juga
dapat diartikan buku. Dalam perkembangan selanjutnya kata sastra ditambah
imbuhan su- yang berarti baik atau
indah. Jadi susastra diartikan
sebagai buku yang baik dan indah. Baik tentang isinya maupun bahasannya. Dari
pengertian diatas dapat diartikan bahwa sebuah karya sastra atau karangan dapat
dikatakan bernilai sastra bila karangan tersebut ditulis dengan menggunakan
bahasa yang indah atau bernilai estetik dan memuat kandungan moral yang
positif, walaupun dalam karya sastra orang dewasa positif dan negatifnya
kandungan moral tersebut bergantung pada penilaian pembacanya (apresiator).
Menurut Djago Tarigan (2003:10.4), selain keindahan bahasa dan pesan yang
mengandung pendidikan moral yang menjadi ciri khas karya sastra, terdapat ciri
lain yang dapat diamati dalam sebuah karya sastra, terutama dalam penggunaan
bahasa yaitu: yang pertama, ragam
bahasa yang digunakan dalam karya sastra tidak sepenuhnya bahasa baku. Hal ini
disebabkan sastra sangat mementingkan pesan/ide dan keindahan. Kedua, ragam bahasa atau pilihan katanya
seringkali bermakna konotatif atau ambiguitas (memiliki banyak makna). Yang ketiga, kosakata yang digunakan dalam
karya sastra disesuaikan dengan bahasa latar atau lingkungan dalam cerita yang
berupa dialek/sosiolek suatu kelompok masyarakat. Yang keempat, dalam karya sastra tergambar pengalaman hidup
pengarangnya.
Sastra anak merupakan
karya yang dari segi bahasa memiliki nilai estetis dan dari segi isi mengandung
nilai-nilai yang dapat memperkaya rohani bagi kalangan anak-anak. Menurut
Solchan, dkk (1994:225) membagi pengertian sastra anak-anak menjadi dua bagian
yaitu: “pertama sastra anak-anak yang
ditulis oleh pengarang yang usianya remaja atau dewasa yang isi dan bahasannya
mencerminkan corak kehidupan dan kepribadian anak. Kedua sastra
anak-anak adalah sastra yang ditulis oleh pengarang yang usianya masih
tergolong anak-anak yang isi bahasanya mencerminkan corak kehidupan dan
kepribadian anak.
Menurut Santosa
(2003:8.3) sastra anak merupakan
karya seni yang imajinatif dengan unsur estetisnya dominan yang berdiumkan
bahasa, baik lisan maupun tertulis, yang secara khusus dapat dipahami oleh
anak-anak dan berisi tentang dunia yang akrab dengan anak-anak. Sementara
menurut Sarumpaet (dalam Santosa, 2003:8.3), sastra anak didefinisikan sebagai
karya sastra yang dikonsumsi anak-anak dan diurus serta dikerjakan oleh orang
tua. Sehingga karya sastra merupakan sastra yang ditulis orang tua kepada
anak-anak, sedangkan proses produksinya dilakukan oleh orang tua, termasuk
dalam memberikan arahan dan bimbingan dalam menentukan buku yang cocok untuk
anak.
Menurut Yusi Rosdiana, dkk
(2009:5.4), sastra anak adalah sastra yang disampaikan dalam bentuk lisan
maupun tulisan, baik berupa prosa, puisi, maupun drama, dan berisi pelajaran
moral untuk anak-anak, serta ditulis oleh orang tua. Sastra anak tentu harus
memiliki usnsur imajinasi yang dominan, bahasanya sederhana dengan pola kalimat
yang pendek dan mudah dicerna. Untuk memperjelas pemahaman, bacalah dengan
seksama kutipan cerita anak berikut !
Dua
Buah Nangka
Sore itu aku sedang berjalan-jalan dengan Paimin.
Hari baru saja hujan. Air yang menetes dari daun-daunan mengenai baju, terasa
dingin di badan. Sambil menunjuk ke atas, Paimin berkata, “Hei, ada nangka yang
besar. Mungkin sudah masak, baunya menusuk hidung!”
“Siapa yang punya?”tanyaku.
“Tidak pduli siapa yang punya. Pokonya kita sikat
saja.”
“Jangan! Itu namanya kan mencuri.”
Tanpa menghiraukan kata-kataku, Paimin memanjat
pohon itu. Buum! Paimin menjatuhkan nangka masak itu.
Tiba-tiba terdengar teriakan, “Hei, siapa yang
mengambil nangka?”
Aku
merasa ketakutan dan mundur ke balik pohon. Lalu terdengar lagi suara buum!
Terlihat bapak yang punya kebun mendekat. Badanku gemetaran.
“Ha ... berani betul kalian! Sampai dua buah nagka
kalian jatuhkan.”
Terdengar suara dari semak-semak, “Bukan dua, pak.
Hanya satu, yang satu lagi adalah bunyi badanku yang terjatuh.” Ternyata suara
Paimin.
Untung bapak itu tidak marah. Dia hanya berkata, “Itulah
balasan bagi anak yang nakal.”
Menurut Yusi Rosdiana, dkk (diambil dari Buku Bahasa Indonesia Program
Spesialisasi Semester V dan VI untuk
SPG, Depdikbud, 1982:49).
Dengan demikian sastra
anak-anak dapat dikatakan bahwa bahwa suatu karya sastra yang bahasa dan isinya
sesuai perkembangan usia dan kehidupan anak, baik yang ditulis oleh pengarang
yang sudah dewasa, remaja atau anak itu sendiri. Karya sastra yang dimaksud
bukan hanya yang berbentuk puisi dan prosa melainkan juga drama.
Ciri
Sastra Anak
Ada tiga ciri sastra
anak yang membedakan dengan sastra orang dewasa menurut Sarumpaet (dalam Yusi
Rosdiana, dkk, 2009:5.5-5.6), yaitu adanya unsur pantangan, sajian yang
dilakukan dengan gaya secara langsung, dan adanya fungsi terapan. Dimana unsur
pantangan adalah bahwa dalam menentukan tema dan amanat sastra anak ada
hal-hal yang harus dihindari, diantaranya permasalahan teks, cinta yang erotis,
dendam yang menimbulkan kebencian, kekejaman, prasangka buruk, dan kematian. Maksud
penyajian dengan gaya secara langsung
ialah dalam sajiannya, cerita dideskripsikan secara singkat dan langsung menuju
pada sasaran. Artinya kalaupun ada pemaparan, sifatnya tetap dinamis dan dalam
ruang lingkup permasalahan yang tetap satu jalinan, dengan demikian deskripsi
watak tokoh pun menjadi mudah untuk diidentifikasi. Dan fungsi terapan adalah bahwa dalam sastra anak sajian
cerita ditampilkan harus bersifat informatif dan mengandung unsur-unsur yang
bermanfaat, baik sebagai pengetahuan umum, maupun keterampilan khusus. Dengan
kata lain dalam sastra anak ini akan ditunjukan oleh unsur-unsur intrinsik yang
terdapat dalam teks karya sastra anak itu sendiri.
Menurut Djago Tarigan
(2003:10.8-10.10), Karya sastra anak-anak memiliki perbedaan dengan karya
sastra orang dewasa. Di samping isi, masih terdapat aspek-aspek lain yaitu,
tingkat keterbacaan dan tingkat kesesuaian. Hal inilah yang perlu diperhatikan
dalam pemilihan bahan pengajaran apresiasi sastra. Kriteria pemilihan bahan, digolongkan sebagai kriteria keterbacaan
dan kesesuaian.
Keterbacaan adalah mudah
tidaknya suatu bacaan untuk dicerna, dikhayati, dipahami dan dinikmati oleh
pembaca. Maka karya sastra anak hendaknya memenuhi persayaratan yaitu: Kejelasan bahasa, menggunakan bahasa
yang sederhana. Kejelasan tema, tema hendaknya
terbuka, artinya taema itu bisa langsung ditemukan oleh pembaca (anak-anak). Kesederhanaan plot, memiliki plot (jalan
cerita) maju seperti pd prosa dan drama. Kejelasan
perwatakan, digambaarkan secara sederhana. Kesederhanaan latar, latar tidak jauh berbeda dengan lingkungan
tempat tinggal anak. Kejelasan pusat
pengisahan, memiliki pusat pengisahaan yang jelas, artinya cerita tidak
terlalu sering berganti fokus.
Kesesuaian dari
segi isi, karya sastra anak memperhatikan kesesuaian dengan perkembangan
psikologi, atau jiwa dan moral anak-anak. Sesuain dengan tingkat perkembangan
tersebut, maka terdapat bermacam-macam tema harus disesuaikan dengan tingkat
usia siswa. Contoh: Usia 6-9 th, anak menyukai cerita sederhana dan kehidupan
sehari-hari (dongeng hewan, cerita lucu). Usia 9-12 th, anak mulai menyukai
cerita kehidupan kekeluargaan yang dilukiskan secara realistis (cerita
fantastis, cerita petualang).
Genre
dan Fungsi Sastra
Genre
sastra adalah istilah yang sama untuk merujuk pada pengertian
jenis sastra. Menurut Djago Tarigan (2003:10.7), sastra dikelompokan menjadi
dua besar, yaitu sastra imajinatif dan sastra nonimajinatif. Imajinasi berasal dari kata imagination yang berarti angan-angan atau khayal.
Jadi karya sastra imajinatif
merupakan karya sastra yang ditulis dengan menggunakan sifat khayali pengarang,
sehingga cerita dalam karya sastra imajinatif bukanlah suatu kejadian
sebenarnya. Sedangkan karya sastra
nonimajinatif merupakan kebalikan karya sastra imajinatif, sebagian para
ahli sependapat bahwa sastra nonimajinatif bukanlah karya sastra. Karya sastra imajinatif terdiri
atas tiga jenis yaitu pertama prosa,
karya sastra yang ditulis dengan menggunakan kalimat-kalimat yang disusun
susul-menyusul, kalimat yang disusun membentuk kesatuan pikiran menjadi
paragraf, paragraf membentuk bab atau bagian-bagian dan seterusnya. Yang kedua puisi, karya sastra yang ditulis dalam
bentuk larik-larik dan bait-bait. Ketiga drama,
karya sastra yang ditulis dengan bahasa dalam bentuk dialog. Perbedaan dengan
(prosa dan puisi) terletak pada tujuan penulisan naskah.
Menurut Yusi Rosdiana, dkk
(2009:5.7), istilah prosa sama artinya dengan novel, meski alam kemunculannya
berbeda. Namun, dalam prosa yang sering ditemukan untuk anak adalah berbentuk
cerpen, sedangkan novel hampir tidak ada, kecuali novel terjemahan seperti
Harry Potter yang juga cocok untuk anak usia menjelang dewasa, bahkan tebukti
pembacanya banyak yang dewasa maupun novel yang sebenarnya diangkat dari film
kartun atau komik. Sementara itu, jenis drama juga amat jarang ditulis,
sedangkan jenis puisi sering kita jumpai. Hal yang menarik adalah walaupun
drama sangat jarang ditemukan, tetapi drama yang sudah di audiovisualkan dalam
bentuk yang lebih kompleks lagi, seperti film kartun dan animasi sangat banyak
dan terbukti meskipun penelitiannya belum penulis baca paling banyak beredar
dan efektif. Dari Indonesia dahulu kita mengenal film boneka si Unyil, tokohnya
jelas. Dari mancanegara kita tentu mudah menyebut Lala, Dypsi, Tinki-Winky dan
Poh dalam Teletubies, tokohnya menggunakan sarana binatang yang aneh.
Menurut Yusi Rosdiana dalam
Santosa, (2003:8.7), dengan kata lain, genre sastra anak yang sekarang beredar
terdapat di masyarakat terdiri atas cerpen dan puisi. Kedua buah genre sastra
anak ini, berdasarkan kehadiran tokohnya dapat dikelompokan menjadi tiga jenis,
yakni genre sastra anak yang
mengetengahkan tokoh utama yang berasal dari: alam benda mati, misalnya batu,
sungai, air dsb. Alam benda hidup yang bukan manusia, misalnya nama binatang
dan tumbuhan. Alam manusia sendiri, misalnya Bawang Merah Putih, Cinderella,
dan Cindelaras.
Untuk lebih memudahkan pemahaman,
bacalah puisi berikut!
MENYESAL
Karya
: Ali Hasjmy
Pagiku hilang sudah melayang.
Hari mudaku sudah pergi.
Sekarang petang membayang.
Batang usiaku sudah tinggi.
Aku lalai dihari pagi.
Beta lengah di masa muda.
Kini hidup beracun hati.
Miskin ilmu, miskin harta.
Ach, apa guna kusesalkan.
Menyesal tua tiada berguna.
Hanya menambah luka sukma.
Kepada yang muda kuharapkan.
Atur barisan di hari pagi.
Menuju ke arah padang bakti.
Dikutip oleh Ajip Rosidi dalam Djago Tarigan (2003:10.17-10.18).
Selain tentang genre
sastra, menurut Yusi Rosdiana,dkk (2009:5.8), ditinjau dari segi fungsi
pragmatiknya memiliki fungsi sebagai pendidikan dan hiburan. Dalam fungsi
pendidikan, seperti halnya puisi berjudul “Menyesal”,
fungsi unsur pendidikan yang disampaikan sangat jelas bahwa selagi muda
hendaknya kita dapat mengisinya dengan kegiatan yang bermanfaat belajar yang
rajin, patuh pada orang tua, hormat pada guru, dan lain-lain yang berguna
karena jika usia sudah tua tentu akan
menyesal. Fungsi pendidikan ini memberi banyak informasi yang pada akhirnya
dapat memberikan pendidikan moral pada anak. Sementara itu, fungsi hiburan
tentu saja dapat dinikmati ketika guru atau salah seorang teman dapat
membacakan puisi tersebut dengan penuh penghayatan sehingga akan muncul
kenikmatan, kepuasan, dan kesenangan pada anak.
Fungsi yang lainnya
yaitu, sastra juga dapat membentuk kepribadian anak dan menuntun kecerdasan
emosi anak. Setelah menikmati karya sastra yang dibacanya diharapkan anak-anak
dapat terbentuk kepribadiannya, menjadi penyeimbang emosi yang wajar, menambah
konsep harga diri, menemukan kemampuan yang realistis, membekali pengetahuan
anak untuk memahami kekurangan dan kelebihan diri, serta membentuk sifat-sifat
kemanusiaan pada si anak, menurut Yusi Rosdiana, dkk (2009:5.9).
Apresiasi
Karya Sastra
Menurut Yusi Rosdiana, dkk
(2009:5.9), apresiasi karya sastra ini merujuk pada pengertian membaca
sekaligus menikmati karya sastra anak yang berbentuk cerpen atau puisi. Menurut
Djago Tarigan (2003:10.28-10.29), apresiasi
berasal dari bahasa latin aprociate yang berarti memindahkan dan menghargai. Dalam bahasa Inggris apreciation berarti penghargaan. Sedangkan menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia dalam Djago Tarigan (2003:10,28), ada
beberapa arti dari apresiasi yakni kesadaran terhadap nilai-nilai seni dan
budaya, penilaian (penghargaan terhadap sesuatu), kenaikan nilai barang karena
harga pasarnya naik atau permintaan akan barang itu bertambah. Sehingga
apresiasi adalah kesadaran terhadap nilai-nilai seni dan budaya yang disertai
dengan penghargaan dan penilaian kepada seni itu sendiri.
Menurut S.Effendi dalam
Djago Tarigan (2003:10.28) menyatakan bahwa: “Apresiasi sastra adalah kegiatan menggauli cipta sastra dengan
sungguh-sungguh sehingga tumbuh pengertian, penghargaan, kepekaan pikiran
kritis, dan kepekaan perasaan yang baik terhadap cipta sastra”. Menurut
Panuti dalam Djago Tarigan (2003:10.29), menyebutkan bahwa: “Apresiasi sastra ialah penghargaan
(terhadap karya sastra) yang didasarkan pada pemahaman”. Menurut Yus
Rusyana dalam Djago Tarigan (2003:10.29) mengatakan bahwa: “Apresiasi sastra dapat diterangkan sebagai pengenalan dan pemahaman
yang tepat terhadap nilai sastra, dan kegairahan kepadanya, serta kenikmatan
yang timbul sebagai akibat semua itu. Dalam mengapresiasi sastra, seseorang
mengalami (dari hasil sastra itu) pengalaman yang telah disusun oleh
pengarangnya”. Dapat disimpulkan bahwa apresiasi
karya sastra merupakan kegiatan
menikmati karya sastra dengan tujuan untuk mengenal, memahami,
menghargai, yang pada akhirnya dapat menilai dengan tepat karya sastra
tersebut.
Secara lebih spesifik
Menurut Santosa dalam Yusi Rosdiana (2009:5.9), memberikan tiga rumusan sastra
anak yaitu: Apresiasi sastra anak adalah penghargaan (terhadap karya sastra
anak) yang didasarkan pada pemahaman. Apresiasi sastra anak adalah penghargaan
atas karya sastra anak sebagai hasil pengenalan, pemahaman, penafsiran,
penghayatan, dan penikmatan yang didukung oleh kepekaan batin terhadap
nilai-nilai yang terkandung dalam karya sastra anak. Apresiasi anak adalah
kegiatan menggali cipta sastra anak dengan sungguh-sungguh hingga tumbuh
pengertian, penghargaan, serta kepekaan pikiran kritis dan kepekaan perasaan
yang baik terhadap cipta sastra anak.
Menurut Yusi Rosdiana, dkk
(2009:5.10-5.11), mengemukakan bahwa kegiatan mengapresiasi karya sastra anak
dapat dilakukan melalui kegiatan apresiasi langsung, apresiasi tidak langsung,
pendokumentasian, dan kreatif. Pertama Kegiatan Apresiasi Langsung, merupakan
kegiatan yang dilakukan secara sadar untuk memperoleh nilai kenikmatan dapat
memberi sesuatu yang menyenangkan, menghibur dan memberi kepuasan. Nilai
kehikmatan dapat memberi pelajaran, amanat, dan nasib tentang kehidupan.
Kegiatan apresiasi ini mencakup tiga kegiatan yaitu: membaca sastra anak, mendengarkan
ketika dibacakan/dideklamasikan, dan menonton pertunjukan sastra anak
ketika karya sastra anak dipentaskan. Kemudian Kegiatan Apresiasi Tidak Langsung,
merupakan kegiatan apresiasi yang menunjang pemahaman terhadap karya sastra.
Kegiatannya meliputi tiga hal yakni: mempelajari teori sastra, mempelajari esai dan kritik sastra,
serta mempelajari sejarah sastra.
Selanjutnya Kegiatan Pendokumentasian, sebagai salah satu kegiatan
apresiasi sastra merupakan bentuk apresiasi yang secara nyata ikut melestarikan
keberadaan karya sastra. Bagi anak-anak upaya ini dapat dilakukan dengan
meminta siswa membuat kliping tentang karya sastra anak yang dimuat dalam
majalah atau koran. Pembuatan kliping ini di maksudkan agar para siswa belajar
mendokumentasikan karya sastra anak secara baik, kliping ini dapat disusun
berdasarkan klasifikasi tertentu, misalnya khusus tentang puisi atau lainnya.
Serta Kegiatan Kreatif, maksudnya dalam apresiasi sastra anak adalah segala
bentuk kegiatan yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kecintaan, dan
penghargaan terhadap karya sastra anak. Kegiatan dapat dilakukan dengan
berbagai cara, seperti mengaktifkan majalah dinding yang menampilkan karya
sastra anak secara berkala, melaksanakan kegiatan yang berhubungan dengan
ekstrakurikuler sastra, misalnya membaca puisi dan bermain drama, mengirimkan
hasil karya sastra ke majalah anak, koran atau majalah sastra.
Menurut Djago Targian
(2003:10.34), strategi mengapresiasi karya sastra anak-anak terdapat beberapa
teknik yaitu dengan cara mendengarkan, membaca, menceritakan kembali,
mengikhtisarkan cerita, menanggapi cerita, bertukar pengalaman, dan
menganalisis cerita.
KESIMPULAN
Secara harfiah sastra
berarti huruf, tulisan, atau karangan. Sejalan dengan perkembangan “sastra” – “susastra” – atau “karya
sastra” berarti karangan/buku yang baik dan indah. Jenis-jenis karya sastra
disebut genre. Genre sastra terdiri atas tiga jenis yaitu: prosa, puisi, dan
drama. Ada karya sastra yang ditulis untuk orang dewasa dan ada yang ditulis
untuk anak-anak. Perbedaan karya sastra anak-anak dengan karya sastra orang
dewasa pertama kali dapat diketahui dari penggunaan bahasanya, baru kemudian
isinya. Apresiasi karya sastra adalah suatu kegiatan yang dilakukan dengan
tujuan untuk mengetahui dan memahami suatu karya sastra agar memperoleh
kenikmatan dan manfaat daripadanya, serta dapat digunakan dalam menghadapi
kehidupan ini menjadi lebih baik. Dalam mengapresiasi karya sastra dapat
menggunakan teknik-teknik mendengarkan cerita, membaca cerita, menceritakan
kembali, menanggapi cerita, bertukar pengalaman, dan menganalisis cerita.
DAFTAR
PUSTAKA
Depdiknas. 1998. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta:
Balai Pustaka.
Effendi, S. 1982. Bimbingan Apresiasi Puisi. Jakarta:
Tangga Mustika Alam.
Nurgiyantoro, Burhan. 2012.
Penilaian Pembelajaran Bahasa Berbasis
Kompetensi. Yogyakarta:
Anggota IKAPI.
Rosdiana,Yusi. 2009. Bahasa dan Sastra Indonesia di SD.Jakarta:
Pusat Penerbitan
Universitas Terbuka.
Rosidi, Ajip. 1977. Laut Biru Langit Biru. Jakarta: Dunia
Pustaka Jaya.
Rusyana, Yus. 1979. Meningkatkan Kegiatan Apresiasi Sastra di Sekolah Lanjutan.
Bandung: Gunung Larangan.
Santosa, Puji,dkk. 2003. Materi dan Pembelajaran Bahasa Indonesia di
Sekolah
Dasar (BMP SI PGSD). Jakarta:
Pusat Penerbitan Universitas Terbuka.
Sarumpaet, Riris K. Toha. 1976. Bacaan Anak-anak .Jakarta: Pustaka Jaya.
Sudjiman, Panuti. 1990.
Kamus Istilah Sastra.Jakarta: UI
Press.
Sumardjo, Jakob dan
Saini KM. (1991). Pengantar Apresiasi
Kesusastraan.
Jakarta:
Gramedia.
Supriyadi,dkk. 1982. Bahasa Indonesia Program Spesialisasi
Semester V dan VI
untuk SPG. Jakarta:
Depdikbud.
Tarigan, Djago. 2003. Materi Pokok Pendidikan Keterampilan
Berbahasa. Jakarta:
Universitas Terbuka.
Teeuw, A. 1989. Sastra dan Ilmu Sastra. Jakarta: Pustaka
Jaya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar