URGENSI PENDIDIKAN KARAKTER
SEJAK USIA DINI
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pendidikan
Anak Usia Dini
a)
Pengertian
Pendidik
Menurut
UU No.20 Tahun 2003 pada 39 ayat 2 mengatakan “pendidik adalah tenaga yang profesional yang
bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil
pembelajaran, melakukan bimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan
pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi pendidik perguruan tinggi”.
Pada pasal 1 bagian BAB 1 dijelaskan mengenai “tenaga kependidikan yaitu orang yang berkualifikasi sebagai
guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaswara, tutor, instruktur,
fasilitator atau sebutan lain yang sesuai dengan kehususannya, serta
berpartisipasi dalam pendidikan.”
Sehingga
yang dikatakan sebagai tenaga pendidik tidak hanya guru melainkan semua pihak
yang terlibat dalam penyelenggaraan pendidikan. Namun untuk dapat dikatakan
sebagai pendidik haruslah mampu merencanakan, melaksanakan, menilai, melakukan
pembimbingan, dan pelatihan dalam pembelajaran. Jika merujuk pada kegiatan yang
harus dilakukan sebagai pendidik, maka yang dikatakan sebagai pendidik adalah
guru dan orang tua.
b).
Pengertian Pendidikan Anak Usia Dini
Pendidikan
anak usia dini merupakan bagian integral dalam sistem pendidikan nasional yang
saat ini mendapat perhatian besar dari pemerintah. Konsep PAUD diadopsi dari
konsep Early Child Care and Education
(ECCE) yang juga merupakan bagian dari Early
Child Develpoment (ECD), menurut J.M.Asmani (2009:44). PAUD merupakan
lembaga terdekat dengan kehidupan anak yang sangat mempengaruhi kehidupan dan
tingkah laku anak hingga dewasa. Keluarga merupakan lembaga PAUD yang paling
dekat dengan kehidupan anak. Keluarga akan mempengaruhi kehidupan bersosial
anak di sekolah baik bersama guru maupun teman sebayanya (Feeney.,et.al, 2007 :
29).
PAUD
juga dapat dikatakan sebagai proses pembinaan tumbuh kembang anak usia 0–8 tahun secara menyeluruh, mencakup
aspek fisik dan nonfisik dengan memberikan rangsangan bagi Perkembangan
mental, intelektual, emosional, moral, dan sosial (NEST, 2007). Seluruh aspek
perkembangan anak dikembangkan melalui program PAUD ini dalam aktivitas belajar
yang menyenangkan karena dilaksanakan dalam kegiatan bermain. Aspek
perkembangan sebagai potensi bawaan anak tidak akan berkembang tanpa stimulasi
dari orang tua di rumah dan pendidik anak di sekolah. PAUD merupakan peletak
dasar berbagai perkembangan anak yang akan sangat berpengaruh pada proses
kehidupan anak di masa mendatang.
Dalam
UU Sisdiknas menyatakan bahwa “Pendidikan
Anak Usia Dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak
lahir sampai dengan enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan
pendidikan untuk membantu peertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar
anak memiliki dalam memasuki pendidikan lebih lanjut.”(UU No.20 Tahun 2003
Bab 1 pasal 1 ayat 14).
Usia
dini merupakan usia yang sangat menentukan pembentukan karakter dan kepribadian
anak menurut Yuliani Nurani Sujiono (2009:7). Usia dini adalah usia dimana anak
mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang pesat dan juga disebut masa
keemasan (Golden Age), sehingga perlu
mendapat perhatian dalam hal pendidikan, perawatan, pengasuhan, dan layanan
kesehatan serta kebutuhan gizinya agar anak bisa tumbuh dan berkembang secara
optimal. Pentingnya PAUD menurut Lindsey, dalam buku Jamal.M.A (2009:23),
perkembangan jaringan otak dan periode perkembangan kritis secara signifikan
terjadi pada tahun-tahun usia dini, dan perkembangan tersebut sangat ditentukan
oleh lingkungan dan pengasuhan.
c).
Pendidik PAUD
Pendidik
PAUD, jika mengacu pada dua pengertian sebelumnya tentang pendidik dan PAUD
merupakan orang yang bertanggung jawab
merencanakan, melaksanakan, menilai, melakukan pembimbingan dan
pelatihan dalam pembelajaran pada anak usia 0-8 tahun secara menyeluruh.
Pendidik pada PAUD mempunyai tugas yang lebih kompleks daripada pendidik pada
tingkat pendidikan di atasnya. Hal ini dikarenakan PAUD merupakan tingkat
pendidikan yang paling mendasar sebagai pondasi bagi pendidikan selanjutnya.
Pondasi
yang dibangun di PAUD menuntut struktur yang kuat, baik aspek pembelajaran
dalam kegiatan main maupun pengembangan potensi anak. Konsep akan tertanam jika
pendidik mampu menciptakan program stimulasi yang menarik untuk diikuti dalam
kegiatan. Karenanya seorang pendidik PAUD dituntut mampu merancang kegiatan
yang menarik dan menantang, melaksanakan pembelajaran yang menyenangkan, dapat
mengamati dan mencatat proses tumbuh kembang anak didiknya, dan mengevaluasi
program kegiatan main atau pembelajaran yang telah dilakukannya.
d).
Satuan Pendidikan Anak Usia Dini
Satuan
pendidikan anak usia dini merupakan institusi pendidikan anak usia dini yang memberikan
layanan pendidikan bagi anak usia lahir sampai dengan 6 tahun. DiIndonesia ada
beberapa lembaga pendidikan anak usia dini yang selama ini sudah dikenal oleh
masyarakat luas, yaitu:
Ø Taman
Kanak-kanak (TK) atau Raudhatul Atfal (RA)
TK
merupakan bentuk satuan pendidikan bagi anak usia dini pada jalur pendidikanformal
yang menyelenggarakan pendidikan bagi anak usia 4 sampai 6 tahun, yang terbagi
menjadi 2 kelompok : Kelompok A untuk anak usia 4 – 5 tahun dan Kelompok B untuk
anak usia 5 – 6 tahun.
Ø Kelompok
Bermain (Play Group)
Kelompok bermain merupakan salah satu bentuk pendidikan
anak usia dini pada jalur pendidikan nonformal yang menyelenggarakan program
pendidikan sekaligus programkesejahteraan bagi anak usia 2 sampai dengan 4
tahun (Yuliani Nurani Sujiono, 2009:23)
Ø Taman
Penitipan Anak (TPA)
Taman
penitipan anak merupakan salah satu bentuk pendidikan anak usia dini padajalur
pendidikan non formal yang menyelenggarakan program pendidikan sekaligus pengasuhan
dan kesejahteraan anak sejak lahir sampai dengan usia 6 tahun. TPA adalah
wahana pendidikan dan pembainaan kesejahteraan anak yang berfungsi
sebagai pengganti
keluarga untuk jangka waktu tertentu selama orang tuanya berhalangan atau tidak
memiliki waktu yang cukup dalam mengasuh anaknya karena bekerja atau sebab lain
(Yuliani Nurani Sujiono, 2009: 24).
e). Prinsip Pendidikan Anak Usia
Dini, J.M.Asmani (2009:71-72)
Ø Berorientasi
pada kebutuhan anak
Ø Belajar
melalui bermain
Ø Lingkungan
yang kondusif
Ø Menggunakan
pembelajaran terpadu
Ø Mengembangkan
berbagai kecakapan hidup
Ø Menggunakan
berbagai media edukatif dan sumber belajar
Ø Dilaksanakan
secara bertahap dan berulang-ulang.
Tujuh prinsip PAUD ini harus
diperhatikan, karena sangat menentukan kualitas oendidikan yang
diselenggarakan. Jangan main paksa, instruksional, dan sejenisnya yang membuat
kreativitas dan dinamika akal anak tidak berkembang secara eksploratif.
B.
Pengertian
Pendidikan Karakter
Tidak
ada yang menyangkal bahwa karakter merupakan aspek yang penting untuk
kesuksesan manusia di masa depan. Karakter yang kuat akan membentuk mental yang
kuat. Sedangkan mental yang kuat akan melahirkan spirit yang kuat, pantang
menyerah, berani mengarungi proses panjang, serta menerjang arus badai yang
bergelombang dan berbahaya. (J.M. Asmani,2012:19).
Karakter
merupakan titian ilmu pengetahuan dan keterampilan. Pengetahuan tanpa landasan
kepribadian yang benar akan menyesatkan, dan keterampilan tanpa kesadaran diri
akan menghancurkan. M.Furqon Hidayatullah dalam J.M.Asmani (2012:27)
mengemukakan bahwa karakter berasal
dari bahasa latin yaitu “dipahat”. Secara harfiah, karakter artinya kualitas mental atau moral, kekuatan moral, nama
atau reputasinya.
Menurut
Doni Koesoema Albertus dalam J.M.Asmani (2012:28-29) karakter diasosiasikan
dengan temperamen yang memberinya sebuah definisi yang menekankan unsur
psikososial yang dikaitkan dengan pendidikan dan konteks lingkungan. Karakter
juga dipahami dari sudut pandang behavioral yang menekankan unsur somatopsikis
yang dimiliki oleh individu sejak lahir. Disini karakter dianggap sama dengan
kepribadian. Kepribadian dianggap sebagai ciri atau karakteristik, gaya, sifat
khas dari seseorang, yang bersumber dari lingkungan misalnya pengaruh keluarga
pada masa kecil dan bawaan seseorang sejak lahir.
Pembentukan
karakter merupakan salah satu tujuan pendidikan nasional. Menurut UU Standar
Nasional Pendidikan No.20 Tahun 2003 Bab 1 pasal 1(1) “Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara
aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara”.
Menurut
D. Yahya Khan dalam J.M.Asmani (2012:30) Pendidikan karakter mengajarkan
kebiasaan cara berpikir dan prilaku yang membantu individu untuk hidup dan
bekerja sama sebagai keluarga, masyarakat dan bangsa, serta membantu orang lain
membuat keputusan yang dapat dipertanggungjawabkan.
Hasil
penelitian di Harvard University, dalam
edukasi.kompasiana.com Amerika
Serikat, menyatakan bahwaternyata kesuksesan seseorang tidak ditentukan
semata-mata oleh pengetahuan dan kemampuan teknis (hard skill), tetapi oleh kemampuan mengelola diri dan orang lain (soft skill). Penelitian ini
mengungkapkan bahwa kesuksesan hanya ditentukan sekitr 20% oleh hard skill, dan sisanya (80%) oleh soft skill. Bahkan orang-orang tersukses
di dunia bisa berhasil dikarenakan lebih banyak didukung oleh kemampuan soft skill dari pada hard skill. Hal ini mengisyaratkan bahwa
mutu pendidikan karakter peserta didik sangat penting untuk ditingkatkan
terutama pada usia dini.
Karakter
bangsa Indonesia lebih pada pembiasaan perilaku sebagai warisan luhur nenek
moyang, salah satunya aspek moral dan nilai-nilai agama. Nilai moral dasar yang
dikembangkan pada anak ada sekitar 16 unsur sebagai dasar penanaman karakter
meliputi kepedulian dan empati, kerjasama, berani, keteguhan dan komitmen,
adil, suka menolong, kejujuran dan integritas, humor, mandiri dan percaya diri,
loyalitas, sabar, rasa bangga, banyak akal, respek, tanggungjawab serta
toleran. (Schiller & Briyant, 2002).
Perkembangan
Moral Kohlberg, Berk, (2008) secara runtut dijabarkan melalui tiga tahap, yaitu
1) Preconventional,
Banyak terjadi pada anak di bawah enam
tahun. Pada tahap ini, perilaku anak hanya dipengaruhi oleh konsekuensi fisik.
Anak belum menunjukkan internalisasi nilai-nilai moral dalam hidupnya. Sesuatu
dianggap benar dan baik jika menghasilkan hal yang menguntungkan dan
menyenangkan secara fisik pada dirinya.
Artinya, anak berperilaku bukan karena sadar pada norma dan etika
lingkungan masyarakat, tetapi lebih pada takut dimarah oleh ibu atau untuk
mendapat pujian.
2) Conventional, dimana anak berperilaku untuk memperoleh
suatu predikat, seperti anak baik, anak ganteng, anak pintar dan sebagainya.
Tetapi di tahap kedua ini anak mulai
sadar akan adanya suatu aturan dalam masyarakat. Aturan sederhana yang dipahami
anak misalnya tidak buang air kecil di depan pintu.
3) Postconventional,
dimana anak sudah dapat memilih sendiri aktivitasnya dan mampu
mempertanggungjawabkan pilihan tersebut.
Memahami
ketiga tahapan perkembangan moral di atas, dapat digunakan sebagai acuan dalam
menyusun rencana pembiasaan perilaku yang akan ditanamkan sebagai proses
membangun karakter. Proses penanaman karakter ini tidak boleh jauh dari prinsip
perkembangan yang ada pada anak usia ini.
C.
Tujuan
Pendidikan Karakter
Menurut
Said Hamid Hasan dkk, dalam Zubaedi (2012:18), tujuan pendidikan karakter
yaitu:
a) Mengembangkan
potensi kalbu/nurani/afektif peserta didik sebagai manusia dan warga negara
yang memiliki nilai-nilai karakter bangsa.
b) Mengembangkan
kebiasaan dan perilaku peserta didik yang terpuji dan sejalan dengan
nilai-nilai universal dan tradisi budaya bangsa yang religius.
c) Menanamkan
jiwa kepemimpinan dan tanggungjawab peserta didik sebagai generasi penerus
bangsa.
d) Mengembangkan
kemampuan peserta didik menjadi manusia yang mandiri, kreatif dan berwawasan
kebangsaan.
e) Mengembangkan
kehidupan sekolah sebagai lingkungan belajar yang aman, jujur, penuh
kreativitas dan persahabat, dan rasa kebangsaan yang tinggi dan penuh kekuatan
(dignity).
D.
Pilar
Pendidikan Karakter
Menurut pakar
pendidikan, prof Suyanto, Ph.D, terdapat sembilan pilar karakter yang berasal
dari nilai-nilai luhur universal manusia, yaitu:
1) Cinta
Tuhan dan segenap ciptaan-Nya
2) Kemandirian
dan tanggung jawab
3) Kejujuran/amanah
4) Hormat
dan santun
5) Dermawan,
suka tolong-menolong dan gotong royong/ kerja keras.
6) Percaya
diri dan pekerja keras
7) Kepemimpinan
dan keadilan
8) Baik
dan rendah hati
9) Toleransi,
kedamaian dan kesatuan.
E.
Pendekatan
Penanaman Karakter Anak Usia Dini
Pendidik
anak usia dini memiliki tugas yang sangat kompleks dalam menghadapi anak yang
masih muda. Tugas mendidik anak usia dini tidaklah mudah, karena anak belajar
dari apa yang dilihat, didengar dan dirasakannya. Sebelum meminta anak
brprilaku mmoral yang baik, terlebih dahulu pendidik paud memiliki perilaku
positif yang dapat dilihat dan ditiru anak. Sementara pendidikan moral selama
ini yang dilakukan disekolah lebih banyak menerapkan konsep dan teori saja.
Penerapan dalam bentuk perilaku masih kurang mendapat perhatian. Peran
pendidik, terutama pada tingkat PAUD tidak hanya mentransfer knowledge
(pengetahuan), namun juga membimbing pada pembentukan perilaku, watak hingga
karakter.
Menurut
E.Mulyasa dalam Jamal Ma’mur.A (2012:71) mengatakan bahwa, fingsi guru bersifat
multifungsi. Ia tidak hanya sebagai pendidik, tetapi juga sebagai pengajar,
pembimbing, pelatih, penasihat, pembaru, model dan teladan, pribadi, peneliti,
pendorong kreativitas, pembangkit pandangan, pembawa cerita, pemindah kemah,
aktor, emansipator, evaluator, pengawet dan kulminator.
Pengembangan
nilai moral sebagai dasar membangun karakter anak harus memperhatikan sifat
anak itu sendiri. Anak paling mudah mempelajari sesuatu jika melihat dan
melakukan sendiri. Hal ini dikarenakan anak masih belajar menggunakan organ
sensorinya, dari pada perasaan umum digunakan orang dewasa. Thomas Lickona
dalam Zubaedi (2012:77) menggambarkan pendekatan yang digunakan untuk
menanamkan nilai moral pada anak yaitu:
1. Konsep Moral (Moral Knowing)
Ø Kesadaran
Moral (Moral Awareness)
Ø Pengetahuan
nilai moral (Knowing Moral Value)
Ø Pandangan
ke depan (Perspektive Taking)
Ø Penalaran
Moral (Moral Reasoning)
Ø Pengambilan
Keputusan (Decision Making)
Ø Pengetahuan
Diri (Self-Knowledge)
2. Sikap Moral (Moral Feeling)
ü Kata
Hati (Conscience)
ü Rasa
percaya Diri (Self Esteem)
ü Empati
(Emphaty)
ü Cinta
Kebaikan (Loving The Good)
ü Pengendalian
Diri (Self Control)
ü Kerendahan
Hati (Humility)
3.
Prilaku
Moral (Moral Action)
v Kemampuan
(Competence)
v Kemauan
(Will)
v Kebiasaan
(Habit)
Dapat dijelaskan bahwa pendekatan
penanaman moral dengan memberikan konsep moral sebagai pengetahuan terlebih
dahulu pada anak. Pemberian konsep ini tidak akan bermakna jika tidak dibarengi
dengan sikap yang terwujud dalam pemikiran anak. Sikap inipun harus diwujudkan
dalam perilaku anak melaui pembiasaan yang dilakukan di rumah maupun disekolah.
Anak harus mendapat contoh yang kongkret mengenai moral itu dalam wujud konsep,
sikap dan perilaku. Ketiga unsur ini tidak dapat dipisahkan dan diajarkan
sendiri-sendiri. Setiap memberikan konsep, pendidik juga menunjukan sikap dan
perilaku sesuai dengan konsep yang diajarkannya.
Pemberian konsep moral sebagai bagian
karakter pada anak usia dini lebih banyak dilakukan melalui kegiatan-kegiatan
bercerita, karyawisata, bernyanyi, dan sajak. Melalui cerita, pendidik dapat
mengembangkan nilai-nilai budaya, sosial, agama, etos kerja, dan berbagai
konsep moral lainnya agar menjadi sikap yang dapat diwujudkan dalam perilaku
anak. Karyawisata merupakan kegiatan untuk memperlihatkan dunia sebenarnya agar
anak memperoleh wujud dari konsep moral yang didapatnya. Bernyanyi dan sajak
atau syair merupakan dua hal yang banyak terdapat kehidupan anak. Di dalam
syair sajak dan lagu dapat diberikan konsep-konsep moral yang akan ditanamkan.
F.
Peran
Pendidik PAUD dalam Menanamkan Karakter Anak
Pendidik
PAUD tidak hanya tidak hanya berperan pada aspek akademik saja. Pendidik
berperan dalam hal pembelajaran (dari proses perencanaan, pelaksanaan, hingga
evaluasi), berperan dalam administrasi kelas, dan berperan dalam psikologis
anak (pencegahan, penanganan hingga rehabilitas).
Penanaman karakter di sekolah
membutuhkan pendidik PAUD yang dapat dijadikan tokoh sekaligus perancang dalam
proses pembentukan ini. Beberapa peran pendidik PAUD dalam menanamkan karakter menurut
Muh.Nuh Wangid dalam Zubaedi (2012) sebagai berikut:
1)
Pendidik PAUD sebagai Pendidik
Pendidik PAUD bukan sekedar orang yang mentransfer
ilmu kepada anak-anak, namun lebih dari itu, merupakan orang yang berperan
memberikan konsep ilmu bahkan pembentukan perilaku. Pendidik pada tingkat PAUD
secara langsung membuat rancangan pengembangan perilaku pada anak,
melaksanakan, dan mengembangkan sehingga menjadi cara hidup anak. Pendidik
perlu memahami karakteristik anak sesuai usia, budaya, dan lingkungan.
2)
Pendidik sebagai Manajer Kegiatan
Pendidikan Karakter
Berperan
dalam mengelola kegiatan yang telah diprogramkan melalui keterlibatan berbagai
pihak (siswa, guru, orang tua, kepsek) untuk pelaksanaan pendidikan karakter.
Mulai dari program pelayanan dasar yang berupa rancangan kurikulum bimbingan
yang berisi tentang pendidikan karakter.
3)
Pendidik Sebagai Panutan
Pendidik
merupakan salah satu yang paling dekat dengan anak, karenanya setiap sikap dari
pendidik akan dicontoh oleh anak. Anak belum mampu memilih perilaku mana yang
boleh ditiru dan yang tidak. Setiap perilaku yang teramati oleh anak dianggapnya
sebagai perilaku yang boleh ditiru. Cara peling mudah menanamkan karakter
adalah melaui pembiasaan. Keberhailan pembiasaan akanmenentukan keberhasilan
pembentukan karakter anak yang berpengaruh pada pembentukan karakter bangsa.
4)
Pendidik Sebagai Perancang Kegiatan
Semua program rancangan pembentukan karakter perlu
dirancang dengan baik oleh pendidik agar jelas tujuan dan dapat menggunakan
cara yang tepat. Rancangan ini dipadukan dengan program kegiatan sehari-hari
anak di sekolah dan di rumah. Materi pembiasaan yang perlu untuk dirancang
meliputi kepedulian dan empati, kerjasama, berani, suka menolong, kejujuran dan
integritas, mandiri dan percaya diri, sabar, rasa bangga, banyak akal, sikap
respek, tanggung jawab, serta toleran. Semua kegiatan ini dapat dirancang dalam
kegiatan yang bersifat individu maupun kelompok.
5)
Pendidik sebagai Konsultan dan
Mediator
Pendidik PAUD, terutama guru, merupakan orang yang
paling benar di mata anak-anak sehingga dijadikan tempat untuk mengadukan
segala kesulitan yang dialaminya.
Pendidik dijadikan tempat berbagi paling aman bagi anak. Karenanya
pendidik perlu memiliki kemampuan menyelesaikan permasalahan anak ketika mereka
mengadu. Jika ada konflik diantara sesama anak, guru perlu mencari tahu sebab
konflik tersebut sebelum menyelesaikannya. Disini akan tertanam sikap jujur,
berani, dan bertanggung jawab.
Menurut J.M.Asmani (2012:74) Peran utama
guru dalam pendidikan karakter yaitu (1)Memberikan keteladanan, keteladanan
merupakan faktor yang harus dimiliki seorang guru. (2)Menjadi Inspirator, mampu
membangkitkan semangat untuk maju dengan menggerakan segala potensi yang
dimiliki untuk meraih prestasi spektakuler bagi diri dan masyarakat. (3)Motivator,
mampu membangkitkan spirit, etos kerja, dan potensi yang luar biasa dalam diri
peserta didik. (4)Dinamisator, seorang guru tidak hanya membangkitkan semangat,
tetapi juga lokomotif yang benar-benar mendorong gerbongnya ke arah tujuan
dengan kecepatan, kecerdasan, dan kearifan yang tinggi. (5)Evaluator, guru harus
selalu mengevaluasi metode pembelajaran yang selama ini dipakai oleh pendidikan
karakter. Selain itu mengevaluasi sikap perilaku yang ditampilkan, dan
perjuangan yang digariskan dan agenda yang direncanakan.
Guru memang diharapkam mampu memegang
peran sentral dalam pendidikan karakter agar anak didik bisa cepat menemukan
bakat terbesarnya, kemudian mengasahnya secara tekun, kreatif, inovatif, dan
produktif sehingga tampak dipermukaan dan membawa manfaat bagi banyak orang.
Dengan demikian pendidikan menjadi jembatan yang melejitkan potensi individu
dan media yang memberikan karya terbaik kepada publik tercinta.
Kesimpulan
Usia
dini merupakan masa keemasan (Golden Age)
sangat penting bagi perkembangan intelektual, emosi, dan sosial anak di masa
dengan memperhatikan dan menghargai keunikan setiap anak. Anak mempunyai lebih
kurang 100 milyar sel otak sejak lahir. Sel-sel otak tersebut membutuhkan
stimulasi yang tepat agar dapat saling terhubung menjadi jalinan yang padat
sebagai tanda seorang anak cerdas. Stimulasi pendidikan yang diberikan dan pola
asuh orang tua serta pendidik merupakan salah satu penentu bagi pengoptimalan
penggunaan otak ini.
Oleh
karena itu penting dalam menanamkan pendidikan karakter sejak usia dini dan
merupakan aspek yang penting untuk menentukan kesuksesan di masa depan serta
bisa menjadi generasi penerus bangsa. Karakter yang kuat akan membentuk mental
yang kuat. Sedangkan mental yang kuat akan melahirkan spirit yang kuat, pantang
menyerah, berani mengarungi proses panjang, serta menerjang arus badai yang
bergelombang dan berbahaya. (J.M. Asmani,2012:19).
Dimana pendidikan
tidak hanya menjadikan peserta didik menjadi cerdas, akan tetapi harus
mempunyai budi pekerti dan sopan santun sehingga keberadaannya sebagai anggota
masyarakat menjadi bermakna bagi dirinya.
Saran
Bagi calon pendidik tingkatkanlah kaulitas dan kuantitas
dalam mengajar. Internalisasikan pendidikan karakter di setiap pelajaran,
sehingga akan menjadi kebiasaan yang kuat pada anak. Bagi pemerintah,
sediakanlah sarana dan prasana yang menunjang untuk mewujudkan tujuan dari pendidikan
anak usia dini agar bisa mencapai perkembangan aspek kognitif, afektif, dan
psikomotik anak secara optimal dan holistik. Bagi masyarakat sekitar, adanya
konstribusi positif terhadap pendidikan anak usia dini. Masyarakat dapat
mendukung secara positif tentang betapa pentingnya pendidikan karakter sejak
usia dini.
DAFTAR
PUSTAKA
Albertus, Doni.Koesoema. 2010. Pendidikan Karakter; Strategi Mendidik Anak
di Zaman
Global. Jakarta:Grasindo.
Asmani,J.M. 2009. Manajemen Strategis Pendidikan Anak Usia Dini. Jogjakarta: DIVA
Press.
.2012.
Buku panduan Internalisasi Pendidikan
Karakter di Sekolah.
Jogjakarta: DIVA
Press.
Feeny, Stephanie et al.
2006. Who I Am In The Lives of Children?.
Seven Editon. USA:
Merril Prentice –Hal inc.
Hasan,Maimunah. 2011. Pendidikan Anak Usia Dini. Jogjakarta:
DIVA Press.
Hasan,Said.Hamid.dkk. 2010. Bahan Pelatihan Penguatan Metodologi
Pembelajaran
Berdasarkan Nilai-nilai Budaya untuk
Membentuk Daya Saing dan Karakter
Bangsa. Jakarta:
Puskur Balitbang kemendiknas.
Hidayatullah, M.Furqan. 2010. Pendidikan Karakter, Membangun Peradaban
Bangsa.
Surakarta: Yuma
Pustaka.
Khan,Yahya. 2010. Pendidikan Karakter berbasis Potensi Diri;Mendongkrak Kualitas
Pendidikan. Yogyakarta:
Pelangi Publishing.
Lickona,Thomas.1989. Education For Character. USA: Bantam
Books.
Dan
E.Scaps dan Lewis. 2003. CEP’s Eleven
Principles of Effective
Character Education. Washintong
DC: Character Education Partnership.
Mulyasa,E. 2005. Menjadi Guru Profesional;Menciptakan Pembelajaran Kreatif dan
Menyenangkan.
Bandung:Rosda.
NEST TEAM. 2007. Modul Perkembangan Anak untuk PPAUD. Jakarta:
Dir.PAUD
Kemendiknas
Risnawati, Vivit. 2012. Optimalisasi Pendidikan Karakter Anak Usia
Dini melalui Sentra
Main Peran di Taman Kanak-kanak Padang. (Journal
Pesona PAUD,Vol.1/No.1. September 2012).
Schiller,Pam &
Tamera Bryant. 2002. 16 Moral Dasar Bagi
Anak. PT Elex Media
Kamputindo.
Sujiono,Yuliani.N. 2009. Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta:Indeks.
Zubaedi.2012. Desain Pendidikan Karakter:Konsepsi dan Aplikasinya dalam Lembaga
Pendidikan. Jakarta:
Kencana Prenada Media Group.
UU No.20 Tahun 2003
Edukasi.kompasiana.com, diakses pada 5
juni 2011