MANUSIA,
KERAGAMAN DAN KESETARAAN
Manusia
pada hakikatnya merupakan makhluk individu atau pribadi yang memiliki perbedaan
satu sama lain. Adanya perbedaan itulah yang melahirkan keragaman. Selain
sebagai makhluk individu , manusia juga makhluk sosial. Dengan demikian,
keragaman terjadi tidak hanya pada tingkat individu, tetapi juga pada tingkat
sosial atau kelompok. Misalnya suku, ras, golongan, afilasi politik, umur,
wilayah, jemis kelamin dan lain-lain.
Keragaman
bukan berarti tidak setara atau sederajat. Keragaman tetaplah menyimpan makna
perlunya kesetaraan atau kesedarajatan antara manusia atau kelompok yang beragama tersebut.
Pandangan bahwa manusia diciptakan sederajat dengan manusia yang lain.
Kesetaraan dan kesedarajatan ini berimplikasi pada pengakuan dan jaminan yang
sama dari manusia atau kelompok dalam memenuhi hak dan kebutuhan hidupnya.
Demikian pula adanya kewajiban dan tuntutan –tuntutan yang sama untuk mengikuti
norma dan tertib sosial maupun hukum yang berlaku.
A.
HAKIKAT
KERAGAMAN DAN KESETARAAN MANUSIA
1.
Makna
Keragaman Manusia
Keragaman
berasal dari kata ragam. Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), ragam
berarti(1) sikap, tingkah laku, cara, (2)macam, jenis, (3) musik lagu, langgam,
(4) warna, corak (5) laras (tata bahasa). Dari pengertian di atas keragaman
lebih menunjukan kepada Jenis/ macam.
Keragaman
manusia bukan berarti manusia sama dengan hewan atau tumbuhan. Manusia sebagai
makhluk Tuhan tetaplah berjenis satu. Keragaman manusia dimaksudkan bahwa
setiap manusia memiliki perbedaan. Perbedaan itu ada karena manusia adalah
makhluk individu yang setiap individu memiliki ciri-ciri khas tersendiri.
Perbedaan itu terutama ditinjau fari sifat-sifat pribadi misalnya sikap, watak,
hasrat., kelakuan , temperamen.
Selain
makhlluk individu juga sebagai makhluk sosial yang membentuk kelompok
persekutuan hidup. Tiap kelompok persekutuan hidup manusia juga beragam.
Masyarakat juga memiliki perbedaan misalnya hal ras, suku , agama, budaya dan
lain-lain. Hal-hal demikian kita sebut unsur-unsur yang membentuk keragaman
alam masyarakat.
Keragaman
manusia baik individu maupun tingkat masyarakat merupakan realitas atau
kenyataan yang mesti kita hadapi dan alami. Hal ini merupakan implikasi dari
kedudukan manusia, baik sebagai makhluk individu maupun makhluk sosial.
2.
Makna
Kesetaraan Manusia
Kesetaraan
berasal dari kata setara atau sederajat. Jadi, kesetaraan juga dapat disebut
kesederajatan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), sederajat artinya
sama tingkatan (kedudukan, pangkat). Dengan demikian, kesetaraan atau
kesederajatan menunjukan adanya tingkatan yang sama, kedudukan yang sama, tidak
lebih tinggi atau lebih rendah antara satu sama lain.
Kesetaraan
manusia bermakna bahwa manusia sebagai makhluk Tuhan memiliki tingkat atau kedudukan
yang sama. Tingkatan atau kedudukan yang sama itu bersumber dari pandangan
bahwa semua manusia tanpa dibedakan adalah diciptakan dengan kedudukan yang
sama, yaitu sebagai makhluk mulia dan tinggi derajatnya dibanding makhluk lain.
Dihadapan Tuhan, semua manusia adalah sama derajat, kedudukan, atau tingkatan.
Yang membedakan nantinya adalah tingkat ketakwaan manusia tersebut terhadap
Tuhan.
Persamaan
kedudukan atau tingkaan manusia ini berimplikasi pada adanya pengakuan akan
kesetaraan atau kesederajatan manusia. Jadi, kesetaraan atau kesederajatan
tidak sekedar bermakna adanya persamaan kedudukan manusia. Kesederajatan adalah
suatu sikap mengakui adanya, persamaan derajat, persamaan hak, dan persamaan
kewajiban sebagai sesama manusia. Implikasi selanjutnya adanya jaminan akan
hak-hak agar setiap manusia bisa merealisasikannya.
B.
KEMAJEMUKAN
DALAM DINAMIKA SOSIAL BUDAYA
Keragaman
yang terdapat dalam kehidupan sosial manusia melahirkan masyarakat majemuk.
Majemuk berarti banyak ragam, beraneka, berjenis-jenis. Konsep masyarakat
majemuk (Plural society) peratam kali
diperkenalkan oleh Furnivall tahun 1948 yang mengatakn bahwa ciri utama
masyarakanya adalah berkehidupan secara berkelompok yang berdampingan secara
fisik, tetapi terpisah oleh kehidupan sosial dan tergabung dalam satuan
politik. Konsep ini merujuk pada masyaarakat Indonesia masa kolonial.
Usman
Pelly (1989) mengategorikan mayarakat majemuk di
suatu kota berdasarkan dua hal, yaitu pembelahan horizontal dan pembelahan
vertikal.
Secara Horizontal,
dikelompokan berdasarkan:
a) Etnik
dan ras atau asal usul keturunan
b) Bahasa darerah
c) Adat
istiadat atau perilaku
d) Agama
e) Pakaian,
makanan dan budaya material lainnya.
Secara
Vertikal , berdasarkan pada:
1) Penghasila
atau ekonomi
2) Pendidikan
3) Pemukiman
4) Pekerjaan
5) Kedudukan
sosial politik
Keragaman
atau kemajemukan masyarakat terjadi karena unsur- unsur sepert ras, etnik,
agama, pekerjaan, penghasilan dan sebagainya. Disini akan diulas tentang
kemajemukan masyarakat Indonesia karena unsur ras dan etnik.
§ RAS
Kata
ras berasal dari bahasa Prancis dan Italia, yaitu razza. Pertama diperkenalkan
oleh Franqois Bernier, antropolog Prancis, untuk mengemukakan gagasan tentang
pembedaan manusia berdasarkan kategori atau karakteristik warna kulit dan
bentuk wajah. Setelah itu, orang lalu menetapkan hierarki manusia berdasarkan
karakteristik fisik biologis.
Ras adalah perbadaan
manusia menurut atau berdasarkan ciri fisik biologis. Ciri utama pembeda antara
ras yaitu ciri alamiah rambut pada badan, warna alami rambut, kulit dan iris
mata, bentuk lipatan penutup mata, bentuk hidung serta bibir, bentuk kepala dan
muka, ukuran tinggi badan.
Misalnya
ras Melayu secara umum bercirikan kulit sawo matang, rambut ikal, bola mata
hitam, dan brperawakan sedang. Ras Negro bercirikan kulit hitam dan brambut
keriting. Yang menjadi ciri dari ras
bersifat objektif atau somatik.
Secara
biologis, konsep ras selau dikaitkan dengan pemberian karakteristik seseorang
atau sekelompok orang ke dalam suatu kelompok tertentu yang secara genetik
memiliki kesamaan fisik, seperti warna kult, mata, hidung, atau potongan wajah.
Pembedaan seperti itu hanya mewakili faktor tampilan luar.
Pada
abad ke-19 para ahli boplogi membuat klasifikasi ras atas tiga kelompok yaitu :
Kaukasoid, Negroid dan Mongoloid. Sedangkan Koentjaraningrat (1990) membagi ras
dunia ini dalam 10 kelompok, yaitu: Kaukasoid, Mongoloid, Negroid, Australoid,
Polynesia. Melanesia, Micronesia, Ainu, Dravida, dan Bushmen. Orang-orang yang
tersebar di wilayah Indonesia termasuk dalam rumpun berbagai ras. Orang-orang
Indonesia bagian barat termasuk dalam ras Mongoloid Melayu, sedangkan
orang-orang yang tinggal di Papua termasuk ras Melanesia.
§ ETNIK ATAU SUKU BANGSA
Koentjaraningrat
(1990) menayatakan suku bangsa sebagai kelompok sosial atau kesatuan hidup
manusia yang memiliki sistem interaksi yang ada karena kontinuitas dan ras
identitas yang mempersatukan semua anggotanya serta memiliki sistem
kepemimpinan sendiri.
F.Baart
(1988) menyatakan etnik adalah suatu kelompok masyarakat yang sebagian besar
secara bologis mampu berkembang biak dan bertahan, mempunyai nilai budaya sama
dan sadar akan kebersamaan dalam suatu bentuk budaya, membentuk jaringan
komunikasi dan interaksi sendiri, dan menentukan sendiri ciri kelompok yang
diterima kelompok lain dan dapat dibedakan dari kelompok populasi lain.
Merujuk
pada pendapat F. Baart di atas, identitas kesukubangsaan antara lan dapat
dilihat dari unsur-unsur suku bangsa bawaan (etnictraits). Ciri-ciri tersebut
meliputi natalitas (kelahiran) atau hubungan darah, kesamaan bahasa, kesamaan
adat istiadat, kesamaan kepercayaan (religi), kesamaan mitologi, dan kesamaan
totiemisme.
Secara
etnik, bangsa Indonesia adalah bangsa yang majemuk dengan jumlah etnik yang
besar. Berapa persis jumlah etnik di Indonesia sukar untuk ditentukan. Sebuah
buku pintar Rangkuman Pengetahuan Sosial Lengkap menuliskan jumlah etnik atau
suku bangsa Indonesia ada 400 buah (Sugeng HR, 2006). Klasifikasi dari suku
bangsa Indonesia biasanya didasarkan sistem lingkaran hukum adat. Van
Vollenhoven mengemukakan adanya 19 lingkaran hukum adat di Indonesia
(Koentjaraningrat, (1990). Keanekaragaman kelompok etnik ini dengan sendirinya
memunculkan keanekaragaman kebudayaan di Indonesia. Jadi berdasarkan
klasifikasi etnik secara nasional, bangsa Indonesia adalah Heterogen.
DAFTAR
PUSTAKA
Setiadi, EM, dkk. 2006. Ilmu Sosial dan Budaya Dasar. Bandung :
Kencana Prenada Media Grup.
Sujarwa.
2010. Ilmu Sosial dan Budaya Dasar. Jogjakarta
: Pustaka Pelajar.
Penulis
: Nunung Nurhayati
twitter@nhuyzhi_raksadirana
Tidak ada komentar:
Posting Komentar