TARI JAIPONG
KESENIAN
JAWA BARAT
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Tari Jaipong adalah sebuah jenis
kesenian yang lahir dari kreativitas seorang seniman Berasal dari Bandung,
yaitu Gugum Gumbira. perhatiannya pada kesenian rakyat yang seperti Ketuk Tilu
menjadikannya mengetahui dan mengenal betul perbendaharan pola-pola gerak tari
tradisi yang ada pada Kliningan/Bajidoran atau Ketuk Tilu. Gerak-gerak bukaan,
pencugan, nibakeun dan beberapa ragam gerak mincid dari beberapa kesenian di
atas cukup memiliki inspirasi untuk mengembangkan tari atau kesenian yang kini
dikenal dengan nama Jaipongan (Hetti, Restanti 2010: 20).
Sebagai tarian pergaulan, tari
Jaipong berhasil dikembangkan oleh Seniman Sunda menjadi tarian yang
memasyarakat dan sangat digemari oleh masyarakat Jawa Barat (khususnya), bahkan
populer sampai di luar Jawa Barat.
Pada awal
kemunculannya jaipong menjadi sebuah tarian unik dan menarik dengan alat musik
pengiring Degung. Keunikan tarian ini dapat kita lihat dalam seluruh gerakan
tari yang terlihat ceria, energik, dan humoris. Tak heran jika pementasan
kesenian daerah dari wilayah Sunda ini kerap mengundang tawa geli bagi para
penikmatnya.
Jaipongan
merupakan tarian dengan mengkolaborasikan berbagai macam gerakan seperti
gerakan tari ketuk tilu, tari ronggeng, dan juga beberapa gerakan pencak silat
yang juga sangat diminati oleh masyarakat setempat pada waktu itu.
Selain dikenal
dengan sebutan jaipongan tarian ini juga merupakan kesenian tari yang berjenis
tari pergaulan. Keunikan gerakan dalam sebuah pementasan tari ini kemudian
mendongkrak keberadaan tari jaipong
sebagai salah satu kesenian tradisional andalan dari Jawa Barat.
B. Sejarah dan Perkembangan Tari Jaipong di Indonesia
1. Sejarah
Sebelum bentuk seni pertunjukan ini
muncul, ada beberapa pengaruh yang melatar belakangi bentuk tari pergaulan ini.
Di Jawa Barat misalnya, tari pergaulan merupakan pengaruh dari Ball Room, yang
biasanya dalam pertunjukan tari-tari pergaulan tak lepas dari keberadaan
ronggeng dan pamogoran. Ronggeng dalam tari pergaulan tidak lagi berfungsi
untuk kegiatan upacara, tetapi untuk hiburan atau cara gaul. Keberadaan
ronggeng dalam seni pertunjukan memiliki daya tarik yang mengundang simpati
kaum pamogoran. Misalnya pada tari Ketuk Tilu yang begitu dikenal oleh
masyarakat Sunda, diperkirakan kesenian ini populer sekitar tahun 1916. Sebagai
seni pertunjukan rakyat, kesenian ini hanya didukung oleh unsur-unsur
sederhana, seperti waditra yang meliputi rebab, kendang, dua buah kulanter,
tiga buah ketuk, dan gong. Demikian
pula dengan gerak-gerak tarinya yang tidak memiliki pola gerak yang baku,
kostum penari yang sederhana sebagai cerminan kerakyatan.
Seiring dengan memudarnya jenis
kesenian di atas, mantan pamogoran (penonton yang berperan aktif dalam seni
pertunjukan Ketuk Tilu/Doger/Tayub) beralih perhatiannya pada seni pertunjukan
Kliningan, yang di daerah Pantai Utara Jawa Barat (Karawang, Bekasi,
Purwakarta, Indramayu, dan Subang) dikenal dengan sebutan Kliningan Bajidoran
yang pola tarinya maupun peristiwa pertunjukannya mempunyai kemiripan dengan
kesenian sebelumnya (Ketuk Tilu/Doger/Tayub).
Keberadaan atau eksistensi tari-tarian dalam Topeng Banjet cukup digemari,
khususnya di Karawang yang beberapa
pola gerak Bajidoran diambil dari tarian dalam Topeng Banjet ini. Secara
koreografi tarian itu masih menampakan pola-pola tradisi (Ketuk Tilu) yang
mengandung unsur gerak-gerak bukaan, pencugan, nibakeun dan beberapa ragam
gerak mincid yang pada gilirannya menjadi dasar penciptaan tari Jaipongan.
Beberapa gerak-gerak dasar tari
Jaipongan selain dari Ketuk Tilu, Ibing Bajidor serta Topeng Banjet adalah
Tayuban dan Pencak Silat. Kemunculan tarian karya Gugum Gumbira pada awalnya
disebut Ketuk Tilu.
2.
Perkembangan
Karya Jaipongan pertama yang mulai
dikenal oleh masyarakat adalah tari “Daun Pulus Keser Bojong” dan “Rendeng Bojong”
yang keduanya merupakan jenis tari putri dan tari berpasangan (putra dan
putri). Dari tarian itu muncul beberapa nama penari Jaipongan yang handal
seperti Tati Saleh, Yeti Mamat, Eli Somali, dan Pepen Dedi Kurniadi. Awal
kemunculan tarian tersebut sempat menjadi perbincangan, yang isu sentralnya
adalah gerakan yang erotis dan vulgar. Namun dari ekspos beberapa media cetak,
nama Gugum Gumbira mulai dikenal masyarakat, apalagi setelah tari Jaipongan
pada tahun 1980 dipentaskan di TVRI stasiun pusat Jakarta. Dampak dari
kepopuleran tersebut lebih meningkatkan frekuensi pertunjukan, baik di media
televisi, hajatan maupun perayaan-perayaan yang diselenggarakan oleh pihak
swasta dan pemerintah.
Kehadiran Jaipongan memberikan
kontribusi yang cukup besar terhadap para penggiat seni tari untuk lebih aktif
lagi menggali jenis tarian rakyat yang sebelumnya kurang perhatian. Dengan
munculnya tari Jaipongan, dimanfaatkan oleh para penggiat seni tari untuk
menyelenggarakan kursus-kursus tari Jaipongan, dimanfaatkan pula oleh pengusaha
pub-pub malam sebagai pemikat tamu undangan, dimana perkembangan lebih lanjut
peluang usaha semacam ini dibentuk oleh para penggiat tari sebagai usaha
pemberdayaan ekonomi dengan nama Sanggar Tari atau grup-grup di beberapa daerah
wilayah Jawa Barat, misalnya di Subang dengan Jaipongan gaya “kaleran” (utara).
Perkembangan selanjutnya tari
Jaipongan terjadi pada tahun 1980-1990-an, di mana Gugum Gumbira menciptakan
tari lainnya seperti Toka-toka, Setra Sari, Sonteng, Pencug,
Kuntul Mangut, Iring-iring Daun Puring, Rawayan dan tari Kawung Anten. Dari
tarian-tarian tersebut muncul beberapa penari Jaipongan yang handal antara lain
Iceu Effendi, Yumiati Mandiri, Miming Mintarsih, Nani, Erna, Mira Tejaningrum,
Ine Dinar, Ega, Nuni, Cepy, Agah, Aa Suryabrata dan Asep. Dewasa ini tari
Jaipongan boleh disebut sebagai salah satu identitas keseniaan Jawa Barat, hal
ini nampak pada beberapa acara-acara penting yang berkenaan dengan tamu dari
negara asing yang datang ke Jawa Barat, maka disambut dengan pertunjukan tari
Jaipongan.
Demikian pula dengan misi-misi
kesenian kemancanegara senantiasa dilengkapi dengan tari Jaipongan. Tari
Jaipongan banyak mempengaruhi kesenian-kesenian lain yang ada di masyarakat
Jawa Barat, baik pada seni pertunjukan wayang, degung, genjring/terbangan,
kacapi jaipong, dan hampir semua pertunjukan rakyat maupun pada musik dangdut
modern yang dikolaborasikan dengan Jaipong.
C. Gerakan Tari Jaipong
Jaipong memiliki dua kategori dalam gerakannya:
1.
Ibing Pola (Tarian Berpola)
Tarian ini biasanya dilakukan secara rampak (berkelompok) dikoreografi,
disajikan dalam panggung untuk kebutuhan tontonan saja.
Rangkaian Ibing Pola tari jaipong dapat dibedakan menjadi empat bagian :
a. Gerakan Bukaan
Merupakan
gerakan pembukaan dalam pertunjukan kesenian Jaipongan dari Bandung. Dalam
gerakaan ini sang penari biasanya melakukan jalan berputar disertai dengan
memainkan selendang yang dikenakan pada leher pemain.
b. Pencungan
Pencungan
adalah bagian gerakan dari berbagai ragam gerak cepat dalam tarian jaipong.
Gerakan ini didukung dengan tempo lagu atau musik yang bertempo cepat pula.
c. Ngala
Ngala
dalam jaipongan adalah salah satu ragam gerakan yang terlihat semacam gerak
patah-patah atau titik pemberhentian dari satu gerakan pada gerakan lain
dan dilakukan secara cepat atau dengan kata lain gerakan ini memiliki tempo
cepat.
d. Mincit
Mincit merupakan gerakan perpindahan dari satu ragam gerak ke ragam gerak lain. Gerakan ini dilakukan setelah ada gerakan ngala dalam sebuah tarian Jaipong.
2. Ibing Saka
(Tarian Acak)
Penyajian jenis ini populer di
kawasan Subang dan Karawang, disebut juga sebagai Bajidor. Bajidor sendiri
sering diasosiasikan sebagai akronim Barisan Jelama Boraka (Barisan Orang-orang
Durhaka). Tarian ini lebih merakyat karena, posisi penonton sejajar dengan
penari. Dan penonton bisa ikut menari.
D. Macam-Macam Penari Jaipong
1.
Penari Tunggal
2.
Penari Rampak (kolosal)
Penari rampak (kolosal) terdiri dari :
a.
Rampak sejenis
b.
Rampak Berpasangan
c.
Tunggal laki-laki dan tunggal perempuan
d.
Berpasangan laki-laki / perempuan
E.
Kostum
Kostum atau busana yang dikenakan dalam sebuah
pementasan tari jaipong sangat
beragam. Meskipun terdapat perbedaan corak antara jaipongan tradisional dan
gaya baru namun Pada umumnya properti busana yang dikenakan oleh para penari
jaipongan merupakan pakaian tradisional.
1. Sinjang
Merupakan sebuah kain panjang yang dikenakan oleh para penari jaipongan sebagai celana pajang.
Merupakan sebuah kain panjang yang dikenakan oleh para penari jaipongan sebagai celana pajang.
2. Apok
Adalah pakaian atau baju yang dikenakan oleh penari, pada busana wanita pakaian ini juga kerap disebut dengan nama kebaya. Adapun yang mencirikan pakaian apok terdapat pada pernik dan ornamen yang terdapat di dalamnya.
Adalah pakaian atau baju yang dikenakan oleh penari, pada busana wanita pakaian ini juga kerap disebut dengan nama kebaya. Adapun yang mencirikan pakaian apok terdapat pada pernik dan ornamen yang terdapat di dalamnya.
3. Sampur
Sampur merupakan kain panjang yang menjadi properti utama tari jaipong. Sampur juga disebut juga dengan selendang yang dikenakan pada leher para penari. Keberadaan sampur sangat penting karena menjadi properti yang dimainkan dalam gerakan tari mulai dari pembukaan hingga akhir.
Sampur merupakan kain panjang yang menjadi properti utama tari jaipong. Sampur juga disebut juga dengan selendang yang dikenakan pada leher para penari. Keberadaan sampur sangat penting karena menjadi properti yang dimainkan dalam gerakan tari mulai dari pembukaan hingga akhir.
F. Macam-macam Alat Musik Tari Jaipong
1.
Kendang
Kendang atau gendang adalah instrumen dalam gamelan Jawa Tengah yang salah satu fungsi utamanya
mengatur irama. Instrument ini dibunyikan dengan tangan, tanpa alat bantu.
Jenis kendang yang kecil disebut ketipung, yang menengah disebut kendang
ciblon/kebar.
2.
Saron I, II
Saron atau yang biasanya disebut juga ricik ,adalah salah satu instrumen
gamelan yang termasuk keluarga balungan. Dalam satu set gamelan biasanya
mempunyai 4 saron, dan semuanya memiliki versi pelog dan slendro. Saron
menghasilkan nada satu oktaf lebih tinggi daripada demung, dengan ukuran fisik
yang lebih kecil. Tabuh saron biasanya terbuat dari kayu, dengan bentuk seperti
palu. Cara menabuhnya ada yang biasa sesuai nada, nada yang imbal, atau menabuh
bergantian antara saron 1 dan saron 2. Cepat lambatnya dan keras lemahnya
penabuhan tergantung pada komando dari kendang dan jenis gendhingnya.
3. Bonang
Bonang adalah salah satu bagian dari seperangkat Gamelan Jawa, Bonang terbagi menjadi dua
yaitu Bonang barung dan Bonang penerus.
4. Kacapi
Rincik
Kacapi rincik memperkaya iringan
musik dengan cara mengisi ruang antar nada dengan frekuensi-frekuensi tinggi,
khususnya dalam lagu-lagu yang bermetrum tetap seperti dalam kacapi
suling atau Sekar
Panambih. Untuk tujuan ini, digunakan sebuah kacapi yang lebih kecil
dengan dawai yang jumlahnya sampai 15.
5. Demung
Demung
adalah salah satu instrumen gamelan yang termasuk keluarga balungan. Dalam satu
set gamelan biasanya terdapat 2 demung, keduanya memiliki versi pelog dan
slendro. Demung menghasilkan nada dengan oktaf terendah dalam keluarga
balungan, dengan ukuran fisik yang lebih besar. Demung memiliki wilahan yang
relatif lebih tipis namun lebih lebar daripada wilahan saron, sehingga nada
yang dihasilkannya lebih rendah. Tabuh demung biasanya terbuat dari kayu,
dengan bentuk seperti palu, lebih besar dan lebih berat daripada tabuh saron.
6. Rebab
Rebab (Arab
الربابة atau ربابة - "busur (instrumen)"),[1] juga rebap, rabab, rebeb,
rababah, atau al-rababa) adalah jenis alat musik senar yang
dinamakan demikian paling lambat dari abad ke-8 dan menyebar melalui
jalur-jalur perdagangan Islam yang lebih banyak dari Afrika Utara, Timur Tengah, bagian dari Eropa,
dan Timur Jauh. Beberapa varietas sering
memiliki tangkai di bagian bawah agar rebab dapat bertumpu di tanah, dan dengan
demikian disebut rebab tangkai di daerah tertentu, namun terdapat versi yang
dipetik seperti kabuli rebab (kadang-kadang disebut sebagai robab
atau rubab).
7. Kecrek
Kecrek
adalah alat musik perkusi yang digunakan dalam seni
perdalangan.Kecrek berfungsi sebagai alat pemberi isyarat segala macam bentuk aba-aba
iringan maupun gerakan atau sikap wayang dapat juga berfungsi sebagai penghias irama
lagu.Jika dimainkan alat ini akan mengeluarkan suara crek crek crek.
8. Sinden
Pesindhén,
atau sindhén (dari Bahasa Jawa)
adalah sebutan bagi wanita yang bernyanyi mengiringi orkestra gamelan, umumnya sebagai penyanyi
satu-satunya. Pesindén yang baik harus mempunyai kemampuan komunikasi yang luas
dan keahlian vokal yang baik serta Pesinden juga sering
disebut sinden, menurut Ki Mujoko
Joko Raharjo berasal dari kata "pasindhian" yang berarti
yang kaya akan lagu atau yang melagukan (melantunkan
lagu). Sinden juga disebut waranggana
"wara"
berarti seseorang berjenis kelamin wanita, dan "anggana" berarti sendiri. Pada zaman
dahulu waranggana adalah satu-satunya wanita dalam panggung pergelaran wayang ataupun pentas klenengan.
9. Gong
Gong
merupakan sebuah alat musik pukul yang terkenal di Asia Tenggara dan Asia Timur. Gong inidigunakan untuk alat musik tradisional. Saat ini tidak banyak
lagi perajin gong seperti ini.
Gong yang
telah ditempa belum dapat ditentukan nadanya. Nada gong baru terbentuk setelah
dibilas dan dibersihkan. Apabila nadanya masih belum sesuai, gong dikerok
sehingga lapisan perunggunya menjadi lebih tipis.
10. Juru alok
Dalam karawitan Sunda, alok
adalah nyanyian atau kawih yang biasanya dilantunkan secara solois oleh
seorang pria seperti yang sering kita dengar dalam pergelaran wayang golek,
wayang kulit, wayang cepak, kiliningan, celempungan, bujangga, dan sebagainya.
Di lingkungan karawitan Sunda, orang yang melantunkannya disebut Juru Alok
atau Wiraswara. Syairnya berupa pantun (sisindiran) atau
kata-kata yang dirangkai menurut kehendak penyanyinya. Dalam syair lagunya,
seringkali diselipkan nama seseorang sebagai penghormatan atau sebagai cara
untuk mendapatkan saweran. Di daerah Cirebon dan Indtramayu, menyebut nama
seseorang dalam sindenan disebut jambu alasan.
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Tari Jaipong
adalah tarian yang berasal dari Jawa Barat yang merupakan ciptaan Gugum
Gumbira,yang gerakannya sangat gemulai dan ayu. Tari Jaipong merupakan
identitas kesenian Jawa Barat yang kadang digunakan saat acara-acara penting,
upacara, ataupun menyambut orang-orang asing yang datang ke Indonesia. Sejarah
perkembangan tari jaipong sangat cepat dan mengalami peningkatan yang
signifikan. Tari ini sangat banyak diminati oleh masyarakat karena
gerakannya yang sangat menarik. Perkembangan tari jaipong bukan hanya tersebar
di jawa barat saja tapi juga telah sampai ke luar negeri.
B. Saran
Penyusun
berharap agar tari jaipong akan terus mengakar di kebudayaan Indonesia dan akan
tetap dilestarikan oleh generasi muda. Penulis juga berharap agar adanya partisipasi
dari para pembaca untuk tetap mengambil peran dalam pelestarian budaya
Indonesia.
DAFTAR
PUSTAKA
Rahman,
Azizah. 2015. “Tari Jaipong”. Diakses
dari http://www.senitari.com/2015/07/tari-jaipong.html.
Pada hari Sabtu, 26 Maret 2016. Pukul 15:19 WIB.
Restianti,
Hetti. 2010. Mengenal Gerak, Busana &
Perlengkapan Tari. Bogor: Quadra.
Runirahma.
Aisyah. 2014. “Makalah Tari Jaipong”. Diakses
dari http://aisyahrunirahma.blogspot.co.id/2014/03/makalah-tari-jaipong.html.
Pada hari Sabtu, 26 Maret 2016. Pukul 09:27 WIB.